Henry David Thoreau (1817-1862)
14 12 2009
http://www.thinkplaycreate.org/blog/...id-thoreau.jpg
Henry David Thoreau (1817-1862) Filsuf Amerika, unitarian, kritikus sosial, transendentalis dan penulis. Adalah Ralph Waldo Emerson yang membangunkannya pada sebuah antusiasme sejati pada India.
Kekuatan dari Upanisad bahwa Thoreau muncul mewarisinya di Walden dan menginspirasi tidak hanya pada mereka yang mempelopori perpindahan tenaga kerja Inggris, tetapi semua yang membacanya pada hari ini. Kelok-kelok di timurlaut Massachusetts, penghormatannya pada sisi luar dan pandangannya jatuh pada Walden Pond.
Ia kerap menyinggung air—kiasannya jelas—kebijaksanaan Gita mengajarkan pemurnian pikiran: “
Dengan usaha kesadaran pada pikiran, kita dapat berdiri jauh dari aksi dan konsekuensinya; dan segala hal, baik maupun buruk, pergi dengan kita seperti aliran air yang deras.”
Ia telah menemukan Sungai Ganganya yang suci. Tinggal di sana dan mencoba “
mempraktekan yoga dengan setia” selama dua tahun keberadaannya di Walden, ia menulis:
“Pada pagi hari saya memandikan intelektualitas saya pada filsafat yang mengagumkan dan agung dari Bhagavad Gita, sejak tahun-tahun yang berkomposisi dengan Tuhan itu berlalu, dan di dalam perbandingannya dengan dunia kita yang modern dan segala literaturnya tampak lemah dan sepele; dan saya ragu jika filosofinya tidak menjadi petunjuk pada bagian dari kehidupan sebelumnya, jadi sedikit keagungannya dari konsepsi kita. Saya meletakkan buku itu dan pergi pada sumur mata air saya, dan o! Di sana saya menemukan pelayan dari Brahmin, persembahyangan pada Brahma, Visnu dan Indra, yang tetap duduk pada kuil-Nya di sungai Ganga sambil membaca Veda, atau berhuni dengan atap dari pohon beserta kayunya dan air—kendi. Saya menemukan pelayannya datang mengambil air untuk gurunya, dan ember kita seperti digunakan mengambil air secara bersamaan pada sumur yang sama. Air murni di Walden adalah bercampur dengan air suci dari sungai Ganga.”
(sumber:
The Writings of Henry D. Thoreau – Walden 1989. Universitas Princeton. Press. Hal. 298 and
How Vedanta Came to the West – Oleh Swami Tathagatananda – swaveda.com). Listen to
The Bhagavad Gita podcast - Oleh Michael Scherer – americanphonic.com.
Pada tahun 1840-an Thoreau menemukan India, antusiasmenya pada filsafat India demikian mendukungnya. Dari 1849-1854, ia membawa sejumlah besar kitab India dari Perpustakaan Universitas Harvard, dan tahun 1855 ketika teman Inggrisnya Thomas Chilmondeley mengiriminya sebuah hadiah dari 44 buku-buku Timur yang terdiri dari berbagai judul seperti Reg Veda Samhita, Mandukya Upanisad, Visnu Purana, Institute of Manu, Bhagavad Gita dan Bhagavata Purana, dan lain-lain.
Pada perenungannya pada India ia menemukan “
sebuah kekuatan mengagumkan tentang keniskalaan” dan kekuatan mental yang mampu menarik dari perhatian dunia yang empiris kepada pikiran yang kokoh dan terbebas dari kebingungan.
“Apa yang dikutip dari Veda telah saya baca dan bagi saya seperti cahaya dari seorang bintang yang lebih tinggi dan lebih murni, yang mendeskripsikan jalan yang agung melalui lapisan yang murni. Ia terbit bagi saya seperti bulan penuh setelah bintang-bintang keluar, menyeberang melalui sebuah lapisan di langit.”
(sumber:
Commentaries on the Vedas, The Upanishads & the Bhagavad Gita – By Sri Chinmoy Aum Publications. 1996. Hal. 26).
“Bilamana saya telah membaca bagian-bagian Veda, saya merasa bahwa sebuah cahaya yang aneh dan tidak diketahui menyinari saya. Dengan ajaran yang hebat dari Veda, tanpa ada sentuhan dari sektarian. Ia adalah segala zaman, iklim dan kebangsaan dan adalah jalan yang megah menuju pencapaian dari Pengetahuan Terbaik. Ketika saya membacanya, saya merasa bahwa saya berada di bawah surga yeng berkelap-kelip dari sebuah malam musim panas.”
(source:
The Hindu Mind: Fundamentals of Hindu Religion and Philosophy for All Ages -
Oleh Bansi Pandit B & V Enterprises 1996. Hal. 307).
Henry David Thoreau – Orang bijaksana yang memperoleh inspirasi spiritual dari Bhagavad Gita.
(sumber gambar: Webmaster’s personal collection of art).
Ditujukan pada
Chitra Gallery.
“Saya ingin katakan pada para pembaca kitab suci, jika mereka mengharapkan buku yang bagus, bacalah Bhagavad Gita … yang diterjemahkan oleh Charles Wilkins. Ia pantas dibaca sebagai referensi bahkan oleh orang-orang Amerika… Di samping Bhagavad Gita, Shakespeare tampaknya kadang disemangati kaum muda… Ex oriente lux mungkin masih dijadikan semboyan oleh para sarjana, untuk dunia Barat belum diperoleh dari Timur segala cahaya yang dipersiapkan untuk diperoleh kemudian.”
Dalam bukunya Walden, Thoreau mengandung referensi tegas pada kitab-kitab India seperti:
“How much more admirable the Bhagavad Geeta than all the ruins of the East.’ (Seberapa Lebih Menarik Bhagavad Gita daripada Seluruh Reruntuhan dari Timur)
(sumber:
The Writings of Henry D. Thoreau – Walden 1989. Universitas Princeton. Press. Hal. 57).
Thoreau menggambarkan Kekristenan sebagai “radikal” karena “moralnya yang murni” kontras pada “intelektualitas yang murni” dari Hindu.
(sumber:
A Week on the Concord and Merrimack Rivers – Oleh Henry David Thoreau hal. 109 – 111).
“Veda mengandung catatan yang bijaksana dari Tuhan.” “Pemujaan yang diadakan oleh Veda adalah prestasi yang luar biasa.”
Kitab-kitabnya merangkul keseluruhan moral hidup dari Hindu dan sebagai alasan tidak ada kepercayaan selain ketulusan. Kebenaran sebagai referensi pada hati terdalam manusia, tanpa ada standar.
Thoreau, seperti transendentalist lainnya telah bernafas dan berkatolisitas dalam pikiran yang membawanya mempelajari agama India. Dari awal ia dikecewakan dengan organisasi Kristen (ia tidak pernah ke gereja) dan seperti yang Emerson tunjukkan minat tingginya pada Hindu dan filsafatnya. Dalam perbandingan dengan Hebraisme, Thoreau menemukan superioritas Hindu dalam banyak hal. Bagian berikut mendemonstrasikan kekecewaan Thoreau dengan Hebraisme dan kecintaanya pada Hindu: Pada 1853 ia menulis:
“Umat Hindu adalah yang paling jelas dan religi yang penuh pertimbangan dibanding Ibrani. Mereka memiliki mungkin yang lebih murni, lebih merdeka dan pengetahuan yang impersonal (tanpa ada campur tangan manusia) mengenai Tuhan. Kitab suci mereka menggambarkan keingintahuan pertama dan akses kontemplasi kepada Tuhan; kitab Ibrani adalah hasil penelitian, terlalu dan lebih personal (ada campur tangan manusia) akan pertobatan. Itu mengejutkan dan penuh gairah. Tuhan lebih memilih jika anda mendekati-Nya dengan bijaksana, tidak mengaku dosa, meskipun anda berdosa. Hanya dengan melupakan diri anda bahwa diri anda datang mendekati-Nya. Dengan ketenangan dan kelemahlembutan di mana pendekatan dan wacana ilmiah filsafat Hindu pada tema terlarang adalah mengagumkan.”
Konsep Kristen dan Hindu tentang manusia, Thoreau berpikir, secara diametris bertentangan satu sama lain, orang keuskupan dahulunya seperti orang yang lahir dalam keadaan berdosa sedangkan kemudian membawanya menjadi orang spiritual yang berpotensi. Konsep yang agung diwujudkan dalam agama Hindu yang menarik bagi Thoreau. Memuji konsep seperti itu ia menulis: “Dalam kitab suci agama Hindu pemikiran tentang manusia yang sungguh tidak terhingga dan luhur. Tidak ada di manapun juga konsepsi mulia mengenai nasibnya. Ia kehilangan banyak waktu untuk Dewa Brahma, dirinya “Lelaki Spiritual”.
Thoreau – filsafat agungnya menyendiri, kebenciannya pada materialisme, perkumpulannya, yoganya yang menolak (keduniawian) dan kekerasan, ketidakambisiusannya, kecintaannya pada kesunyian, kecintaannya yang mendalam pada alam, menghasilkan penolakannya untuk bekerja sama dengan pemerintah yang kebijaksanaanya tidak disetujuinya, tentunya karakternya yang sangat berbeda sepertinya tidak dapat dimengerti. Di samping itu, ia vegetarian, bukan perokok, bukan peminum miras. Ia tinggal bujangan, sepanjang hidupnya, berjalan ratusan mil, menghindari penginapan, lebih memilih tidur di jalan kereta api, tidak pernah menyatakan dan tidak pernah pergi ke gereja, mendapat inspirasi spiritual dari kitab-kitab suci Hindu seperti Bhagavad Gita, dan hukum-hukum dari kehidupan Manu yang sangat cermat dan hidup Spartan.
Pengaruh agama Hindu menjadikan Thoreau seorang Yogi.
(sumber:
Hindu Scriptures and American Transcendentalists – Oleh Umesh Patri hal. 98 -240 dan
India And Her People – Oleh Swami Abhedananda hal. 235-236).
Henry David Thoreau, telah terpesona oleh kitab suci India, khususnya Bhagavad-Gita. Ia menyimpan salinan tulis tangan dari Bhagavad Gita di pondoknya di Walden Pond, dan mengklaim
dengan prihatin bahwa “pada jarak waktu yang jarang, tetap aku seorang yogi.”
(sumber:
Fear of Yoga – Oleh Robert Love – Columbia Journalism Review- Desember 2006).
Dalam kitab suci agama Hindu pemikiran tentang manusia yang sungguh tidak terhingga dan luhur. Tidak ada di manapun juga konsepsi mulia mengenai nasibnya. Ia kehilangan banyak waktu untuk Dewa Brahma dirinya sendiri…tidak ada konsep mulia tentang penciptaan di mana pun… Betapa tidak jelas pada teogeni yang tidak menyatakan langsung sebuah kebenaran yang maha mulia.”
Pada tanggal 6 Agustus 1841 ia menulis di surat kabarnya bahwa:
“
Saya tidak bisa membaca sebuah kalimat dalam kitab Hindu tanpa meninggikannya di atas meja-daratan Ghauts. Ia berirama seperti badai di gurun pasir, seperti sungai Ganga yang sedang pasang, dan tampak mengecam hebat seperti gunung Himalaya. Tetap pada jam terakhir ini, tidak digunakan oleh waktu dengan penduduk asli dan sifat gengsinya menggunakan pakaian Inggris seacuh Sansekerta.”
(sumber:
India in the American Mind – By B. G. Gokhale hal. 22-27).
Ia bahkan mengikuti cara hidup Hindu traditional
“Itu lebih cocok bahwa saya harus hidup sebagian besar dengan nasi, yang mencintai filsafat India”
(sumber:
Philosophy of Hinduism – An Introduction – By T. C. Galav Universal Science-Religion. ISBN: 0964237709 p 18)
Dalam pemikirannya yang transenden, dunia kesatuan yang besar masuk ke dalam keluarga yang berketuhanan. Ia menemukan di samping kolam Walden “pelayan dari Brahmin, pendeta dari Brahma, Visnu dan Indra, yang masih duduk di kuilnya di sungai Ganga membaca Veda…” ember mereka “digunakan bersama dalam sumur yang sama. Air jernih Walden bercampur dengan air suci Ganga”. Thoreau, orang bijak yang penuh damai, berkata, “Vedanta mengajarkan bagaimana ‘tatacara meninggalkan keagamaan’ penggemar bisa mendapatkan pemurnian pikiran.” Dan, “
Satu kalimat dalam Bhagavad Gita, adalah bernilai bagi negara bagian Massachusetss selamanya”.
sumber:
The Bhagavad Gita: A Scripture for the Future Translation and Commentary –
Oleh Sachindra K. Majumdar Asian Humanities Press. 1991. Hal. 5.)
“Tidak di manapun juga ada yang mampu meninggikan dan mendukung pembaca menuju yang lebih besar, pemikiran lebih murni atau lebih jarang dibanding Bhagavad Gita. Kerohanian dan keagungan Bhagavad Gita telah mengesankan pemikiran bahkan dari para tentara dan pedagang”.
Ia juga mengakui bahwa, “
Agama dan filsafat Ibrani semuanya lebih liar dan suku yang lebih kasar, kesopanan dan intelektual budi bahasa serta hehalusan kurang dari kebudayaan Veda.” Thoreau membaca literature di India dan Veda secara luas: ia melakukannya dengan serius.
(sumber:
The Secret Teachings of the Vedas. The Eastern Answers to the Mysteries of Life -
Oleh Stephen Knapp volume satu. Hal. 22).
Seperti Emerson, seorang bijaksana yang penuh kedamaian, Thoreau, juga sangat dikaruniai dengan ajaran mulia dari Vedanta.
(sumber:
India And Her People – Oleh Swami Abhedananda hal.235-236).
Ia terutama sekali tertarik dengan elemen-elemen Yoga dalam Manu Smerti. Thoreau naik di atas eksperimen Waldennya dalam semangat pertapaan India. Dalam sebuah surat yang ditulis untuk H. G. O. Blake tahun 1849, ia berkata:
“Terbebas dalam dunia seperti burung-burung di udara, terlepas dari setiap macam rentetan, yang telah mempraktekan Yoga dalam Brahmin beberapa buah hasil dari kerja mereka. Percaya akan hal itu, ketidaksopanan dan ketidakpedulian seperti saya, saya akan senang mempraktekan Yoga dengan setia. Yogi ini, asyik dalam perenungan, menambah derajatnya pada dunia; ia menghirup wewangian rohani, ia mendengar berbagai hal yang menakjubkan. Bentuk-bentuk kerohanian melintasinya tanpa menyobeknya dan ia pergi, ia bertindak seperti zat asli yang berjiwa. Untuk beberapa tingkat, dan pada jarak waktu yang jarang, tetap saya seorang Yogi.”
(sumber:
Oriental Enlightenment: The encounter between Asian and Western thought – Oleh J. J. Clarke hal. 86-87 dan
Hindu Scriptures and American Transcendentalists – Oleh Umesh Patri hal. 98 -240). Untuk selebihnya tentang Thoreau berkenaan pada bab
GlimpsesVI).
Selama bersama Emerson, ia mempublikasikan karangan tentang kitab-kitab suci Hindu dalam sebuah jurnah yang disebut
The Dial.
Thoreau membayar hasratnya dengan penghormatan kepada Bhagavad Gita dan filsafat India dalam A Week on Concord and Merrimack Rivers (Seminggu dengan Kedamaian dan Sungai Merrimack):
“Kebanyakan buku-buku berada di rumah dan jalanan saja,…Tetapi ini…amanat-amanat yang paling mendalam dan paling kekal dalam diri manusia…Kebenarannya berbicara secara segar pada pengalaman kita… (Hukum Manu) adalah sebuah bagian dengan kedalaman dan ketentraman dan saya yakin mereka akan memiliki tempat dan arti sepanjang ada langit untuk mengujinya.”
(sumber:
How Vedanta Came to the West – Oleh Swami Tathagatananda – swaveda.com).