View Single Post
  #2  
Old 9th May 2011
Reporter's Avatar
Reporter Reporter is offline
Ceriwiser
 
Join Date: May 2010
Posts: 972
Rep Power: 17
Reporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyak
Default

Studi Banding Sekali, Puluhan Juta Dikantongi


Quote:
Jakarta - Bak anjing menggonggong kafilah berlalu. Begitulah seolah sikap DPR atas kritik terhadap studi banding ke luar negeri. Studi banding yang seringkali penuh kekonyolan itu tetap dilakukan meski mendapat protes berbagai kalangan. Mengapa?

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding studi banding DPR sesungguhnya hanya plesiran. FITRA pun miliki data DPR mendapatkan dana yang besar dari kegiatan studi banding. Per anggota dewan bisa mendapatkan uang puluhan juta untuk sekali studi banding.

"Tiap anggota bisa dapat uang saku Rp 26 juta-Rp 30 juta sekali berangkat selama tujuh hari. Belum lagi uang representasi sebesar US$ 2.000, ini semua bersifat Lumsum. Artinya banyak anggota dewan yang memangkas hari perjalanan, menggunakan kelas ekonomi, mengajak keluarga, tidak dituntut untuk

mengembalikan sisa uang perjalanannya, karena ini bersifat Lumsum dan minimnya akuntabilitas," kata Sekretaris Nasional FITRA Yuna Farhan.

Menurut Yuna, anggaran pelesiran anggota DPR berkedok studi banding ini tidak menggunakan platform setiap RUU dibahas lalu ada kunjungan kerja ke luar negeri, yang rencananya akan dinaikkan menjadi Rp 3,4 miliar per RUU. "Ini tidak semua RUU membutuhkan studi banding atau pelesiran ke luar negeri," tegas Yuna.

Pernyataan pimpinan DPR yang akan memangkas belanja perjalanan ke luar negeri juga harus dipertanyakan. Kalau memang serius, jatah pelesiran pimpinan juga harus dipangkas. Tidak sekadar bicara anggaran perjalanan dipotong 40 persen. "Orientasinya harus segera diubah sejak menyusun anggaran di BURT, tidak sekadar bagi-bagi jatah setiap alat kelengkapan, komisi dan setiapmembahas RUU, tapi susun berdasarkan kebutuhan," jelasnya.

Dana-dana sebesar itu untuk membiayai kunjungan kerja berbalut pelesiran ini memang sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi banyak rombongan anggota DPR yang baru pulang dari luar negeri hanya memahami pertanggungjawaban itu sendiri melalui konferensi pers.

"Tapi hasilnya kan tidak ada UU yang lahir bagus setelah ke luar negeri. Ratusan kali ke luar negeri, kalau saja serius melakukan studi itu dan hasilnya jelas, maka mungkin perpustakaan kita kaya. Tapi coba dicari tidak ada hasil studi banding yang bagus," celetuk Koordinator Formappi Sebastian Salang.

Agar kunjungan itu tidak foya-foya dang menghasilkan sesuatu yang bagus, studi banding yang bersifat kolektif harus dihentikan. Kalau memang DPR serius, studi banding lebih baik dilakukan per orangan atau satu anggota DPR saja. "Siapa yang punya gagasan untuk merancang RUU, maka dialah yang mengajukan proposal ke luar negeri, ini jauh akan lebih berkualitas dan lebih akuntabel," jelas Sebastian.

Banyak juga dorongan masyarakat yang meminta agar studi banding DPR ini dihapuskan saja, karena lebih banyak terlihat pelesirannya saja. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pun menunjukkan 78 persen masyarakat melarang anggota DPR melakukan studi banding ke luar negeri.

Pengamat politik dan peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi tidak setuju penghapusan studi banding. Menurut Burhan, yang perlu dilakukan hanya moratorium sampai ada konsep dan akuntabilitas serta mekanisme yang lebih jelas. Dalam beberapa hal studi banding memang diperlukan seperti dalam pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan.

"Seperti yang kita lihat sekarang kesan buang-buang anggarannya terlihat, konsep tidak jelas dan seterusnya. Kalau dihapus tidak, hanya diperjelas saja konsep, urgensi, tepat sasaran, mekanisme yang tepat dan tranparasi yang jelas," kata Burhan.

"Kalau syarat-syarat ini dipenuhi, paling studi banding itu tidak banyak, selebihnya bisa ganti format studi banding dengan memanggil ahli dari luar negeri, kan lebih murah," tandas Burhan.

Kalangan juga DPR tidak akan menghapus studi banding. DPR akan melakukan evaluasi agar studi banding bisa efektif.

"Kalau kita melihat, masyarakat itu tidak melarang, tapi menekankan pada efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik karena dengan keterbukaan informasi sekarang ini, kalau tidak disampaikan, maka cepat atau lambat pasti akan ketahuan juga," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Menurut Taufik, dalam rapat pimpinan DPR disampaikan soal penyampaian informasi ke masyarakat soal rencana keberangkatan, kepulangan dan agenda yang jelas. Namun bila ada agenda yang mendadak dan mendesak, semua anggota diminta untuk menyampaikannya sepulang ke tanah air, demi menjaga akuntabilitas kepada masyarakat.

"Kalau kemudian posisi masyarakat melarang itu tidak tepat. Kalau kemudian masyarakat memposisikan melarang DPR, tidak boleh melakukan kunjungan, nanti ada konvensi internasional, semua parlemen datang, kecuali Indonesia. Ini kan lucu, artinya posisi masyarakat adalah ingin keterbukaan akuntabilitas," ungkap Taufik.

sumber
Kualitas DPR Sekarang Terendah Sepanjang Sejarah


Quote:
Jakarta - Masyarakat mulai meragukan wawasan dan kredebilitas yang dimiliki anggota DPR. Keraguan tersebut bukan tanpa alasan sebab anggota dewan banyak melakukan tindakan bodoh dan konyol.

Sebut saja salah satunya pembohongan email yang dilakukan Komisi VIII DPR
di depan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Australia atau Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.

Sejak Pemilu 2009 lalu, wajah-wajah yang menduduki kursi di DPR sebenarnya rata-rata diisi oleh wajah baru. Bahkan, tingkat pendidikan yang menjadi latar belakang wakil rakyat itu rata-rata berada di level strata satu. Sayangnya, tingkat pendidikan tidak berbanding lurus dengan kerja-kerja yang dihasilkan di gedung DPR.

"Ini memang memprihatinkan, kualitas DPR kita sangat jauh merosot pada titik terendah di sejarah Indonesia," ujar pengamat politik Yudi Latief kepada detikcom.

Dulu dikenal idiom tentang politik yaitu berpolitik untuk hidup. Sayang hal tersebut tidak tercermin dari para anggota dewan sekarang. Tagline "Hidup dari politik" seakan telah menjadi penyakit yang tertanam di kepala wakil rakyat sekarang.

Proses berpikir yang ingin mendapatkan materi secara cepat telah menjangkiti seluruh wakil rakyat.

Ada beberapa hal mendorong hal tersebut. Pertama, pada politik yang mahal modal. Wakil rakyat yang duduk di DPR harus segera mencari sumber pendapatan lain untuk mengembalikan uang-uang yang dipergunakan saat Pemilu 2009 lalu.

Kedua, praktek untuk mendapatkan modal tambahan yang juga didukung oleh sistem politik anggaran yang berasal dari Kementerian Keuangan. Pada kunjungan kerja keluar negeri dan daerah, Kementerian Keuangan memberikan porsi yang cukup besar untuk pengalokasian dana.

Tanpa malu-malu, wakil rakyat memanfaatkan kesempatan tersebut dan memperoleh dana yang besar dari kunjungan per hari yang dilakukannya, terlebih pada kunjungan ke luar negeri.

"Maka dengan berbagai cara dicarilah studi banding dan sering tidak masuk akal. Misalnya kunjungan ke Yunani soal Etika. Kenapa Yunani? karena di Yunani sana barang-barang yang dijual murah, mereka bisa belanja," kata Yudi.

Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, anggota DPR saat ini memandang dirinya sebagai yang paling pintar. Hasil Pemilu 2009 telah menghasilkan wakil rakyat yang bertipe sering menghamburkan uang.

Menurut Sebastian, negara terlalu royal memberikan uang kepada anggota DPR.
Ketika dilakukan penyusunan anggaran, anggota DPR secara berjamaah mengalokasikan dana untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, dengan hasil yang didapatkan bisa dikatakan nol besar.

"Selama tidak ada kebijakan yang jelas soal politik anggaran, yang ada hanya kunjungan kerja yang bersifat foya-foya. Selama masih bersifa kolektif kunjungan kerja, dengan berangkat dalam jumlah yang banyak maka kunjungan kerja tidak akan pernah serius," tegas Sebastian.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan tidak menampik kekonyolan dalam studi banding DPR. Pemandangan Komisi X yang sedang berfoto-foto di depan Stadion Santiago Bernabeu dinilai Taufik sebagai tindakan yang mirip dengan tingkah anak Playgroup.

"Saya meminta agar jangan terkesan kunjungan tersebut kontraproduktif, inikan niatnya baik. Terkait perilaku anggota DPR, tentunya kunjungan ke luar negeri bukan kunjungan Playgroup, anggota DPR itu harus sudah matang," ujar Taufik.

Namun, Taufik meminta masyarakat untuk segera menghentikan polemik yang membicarakan tentang kekonyolan anggota DPR di luar negeri. Taufik tetap berdalih bahwa kunjungan anggota DPR bersifat konstitusional.

sumber
Bila Anggota DPR Menjadi Madridista



Quote:
Jakarta - Perilaku anggota DPR periode 2009-2014, sepertinya semakin aneh-aneh, setelah ada
yang kepergok menonton situs porno, mabuk, dan salah menyebut alamat email, yang terakhir adalah anggota Komisi X mendadak menjadi 'Madridista' (julukan untuk pendukung Real Madrid FC). Mereka mendadak 'Madridista', sebab mereka menggunakan waktu studi banding di Spanyol, untuk mengunjungi Stadion Santiago Bernabeu, stadion milik Real Madrid FC.

Menjadi 'Madridista' tentu tidak ada yang melarang, yang dilarang adalah melakukan
kegiatan di luar agenda yang dijadwalkan. Setelah terkesima dengan megah dan auranya Stadion Santiago Bernabeu, mereka malah berkeinginan untuk bertemu dengan pengelola stadion dan manajemen Real Madrid FC. Jelas saja keinginan mereka tidak bisa terpenuhi.

Alasannya, selain Real Madrid FC sibuk mempersiapkan laga melawan Barcelona FC, juga dikarenakan pengelola stadion dan manajemen Real Madrid tidak menerima permohonan audensi dari 'Madridista' cabang Senayan jauh-jauh hari. 'Madridista' cabang Senayan itu ingin bertemu dengan pengelola stadion dan Real Madrid karena spontanitas saja ketika berada di Madrid.

'Madridista' cabang Senayan itu bisa jadi hanya ingin bertemu dengan Jose Mourinho, Cristiano Ronaldo, Mesut Oezil, Sami Khedira, dan pemainnya lainnya, kemudian foto bersama, puas deh. Apa yang dilakukan oleh anggota Komisi X DPR itu syah-syah saja bila ingin belajar mengenai perkembangan sepakbola di negara yang memang menjadi kiblatnya sepakbola dunia.

Namun mereka ingin belajar sepakbola kepada Real Madrid FC dan pengelola Stadion Santiago Bernabeu karena aji mumpung saja, kebetulan saat di Spanyol. Mungkin kalau saat di Liverpool mereka akan menjadi 'Liverpudlian' (sebutan pendukung Liverpool FC), kalau di Milan mereka akan menjadi 'Interisti' (sebutan pendukung Inter Milan), dan bisa saja kalau mereka ke Surabaya akan menjadi 'Bonek'.

Benar saja anggota DPR itu saat studi banding menghamburkan uang saja, dan tentu
kunjungan Stadion Santiago Bernabeu yang memakan uang negara itu tidak akan dilaporkan. Sebab mereka akan beralasan kunjungan itu tidak masuk dalam anggaran, meski sebenarnya mereka telah menggunakan anggaran itu kunjungan yang tidak dijadwalkan itu.

Pastinya uang yang digunakan saat kunjungan ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol,
itu memakan miliaran rupiah. Bandingkan saja Piala Dunia 2010, di Afrika Selatan, sebanyak 60 orang pengurus PSSI berangkat ke negara itu untuk menonton final piala dunia. Diberitakan untuk memberangkatkan sebanyak 60 orang pengurus PSSI itu, badan sepakbola Indonesia itu telah memesan 80 tiket untuk paket perjalanan ke Afrika Selatan. Satu paket dikabarkan berharga Rp 95 juta yang meliputi biaya perjalanan, penginapan, tiket masuk dan lain-lain. Total pengeluaran menghabiskan Rp7,6 miliar.

Mengapa anggota DPR suka melakukan studi banding dan ternyata saat di negara tujuan
mereka sering berubah jadwal dan berubah tujuan?

Pertama, beratnya beban kerja mereka sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Untuk berkilah, berdalih, atau mengalihkan perhatian atas ketidakmampuan bekerja, mereka melakukan plesiran atau jalan-jalan. Kita tahu betapa beratnya produk legeslasi yang harus dikerjakan oleh anggota DPR.

Beban itu sepertinya tidak bisa diatasi oleh mereka, dan untuk menghilangkan stres mereka melakukan plesiran dengan alasan studi banding atau lawatan. Mereka memilih studi banding ke luar negeri, sebab kunjungan di dalam negeri bagi mereka sudah biasa, dan tempat wisata dalam negeri bagi mereka sudah tidak menarik lagi.

Kedua, anggota DPR itu menggunakan aji mumpung. Mumpung perjalanan keluar negeri itu anggarannya dianggarkan maka anggaran itu harus digunakan, bila perlu dihabiskan. Mereka berpikiran, "Saya tidak akan mungkin melakukan perjalanan keluar negeri yang memakan biaya tinggi bila harus merogoh dari kantong sendiri". Untuk itu mereka dengan semangat melakukan kunjungan ke luar negeri meski output yang akan dihasilkan tidak mereka pikirkan.

Ketiga, bukti dari perjalanan mereka ke luar negeri sebagai sebuah pelesiran, kepulangan mereka ke Tanah Air selalu menenteng tas yang berisi barang-barang produk asing atau foto kenangan saat di 'landmark-landmark' negara tujuan. Di sisi lain hasil dari lawatan atau studi bandingnya itu tidak pernah nampak. Sudah berapa kali anggota DPR melakukan kunjungan ke luar negeri tapi fungsi DPR tetap begitu-begitu saja.

Buktinya, dalam periode 2009-2014, sebuah catatan menunjukan produktivitas
anggota DPR dalam setahun pertama masa tugas periode 2009-2014 masih sangat rendah, baru menyelesaikan lima RUU dari 70 yang diproritaskan dalam Program Legislasi Nasional. Padahal target prolegnas 2010 adalah 70 RUU, sehingga masih ada 65 RUU yang molor penyelesaiannya.

Ini bisa terjadi karena salah satunya disebabkan oleh kebiasaan lama yang masih
dipertahankan oleh anggota DPR. Pada tahun 2008 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai kinerja legislasi DPR 2004-2009 buruk. Dari target 284 rancangan undang-undang (RUU) hanya 60% yang diselesaikan. Dari jumlah itu diprediksi hanya 170 undang-undang terselesaikan.

Adanya penyimpangan dari tugas-tugas DPR ini bisa jadi karena kapasitas anggota DPR
yang tidak kapabel. Bukti dari kurang kapabelnya anggota DPR adalah, yang menjadi perdebatan bukan masalah fungsi pengawasan, anggaran, atau legeslasi, namun terkadang masalah pribadi. Buktinya perseteruan antara Eko Patrio, anggota DPR dari PAN, dengan Pramono Anung, Wakil Ketua DPR dari PDIP, bukan masalah tiga fungsi DPR, namun masalah pribadi. Selain itu banyak anggota DPR dalam setiap bekerja yang dipikirkan adalah hanya uang.

Mereka pastinya senang menjadi anggota DPR, namun mereka berpikir bagaimana uang yang selama ini dihabiskan untuk kampanye dan 'money politics' bisa kembali secepat mungkin. Nah, di sinilah letak kerawanan terhadap pelanggaran hukum. Mereka jauh-jauh hari sudah mempunyai niat agar uang yang sudah dikeluarkan kembali dengan cepat. Cara yang paling cepat atau jalan pintas ialah dengan melakukan korupsi. Dan studi banding adalah salah satu agenda yang dijadikan sumber penghasilan tambahan yang melimpah.

sumber

Last edited by Amri; 10th May 2011 at 08:13 PM.
Reply With Quote