Jakarta - Siami, seorang ibu yang melaporkan guru anaknya karena menyuruh memberikan contekan saat Ujian Nasional (UN), menimbulkan pertanyaan, apa yang salah dengan UN dalam sistem pendidikan nasional? UN dinilai membebani guru bak sopir bus yang dikejar setoran.
"Tentu saya juga masih bertanya, bagaimana UN itu efektif? Ini kan seperti sopir bus, guru dibebani target untuk meluluskan siswanya," ujar aktivis antikorupsi yang juga Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (15/6/2011).
UN, imbuhnya, tidak bisa dijadikan batu uji karena menyamaratakan UN dan kualitas sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini akibat masih adanya sentralisasi pendidikan di Indonesia.
"Harusnya (tiap sekolah) ada standar yang diaudit Kemendiknas karena yang kenal dengan siswanya kan guru sekolahnya. Perlu meninjau sejauh mana UN itu fungsional, mencapai sasaran yang kita inginkan," jelasnya.
Selain UN dalam sistem pendidikan nasional, Todung menyoroti minimnya keteladanan yang semakin memudar dalam kegiatan belajar mengajar.
"Tidak ada teladan, itu kan semakin lama semakin memudar. Saya tidak mengatakan semua guru seperti itu, masih banyak guru yang sangat mulia memperjuangkan nilai-nilai kejujuran," jelas Todung yang menyatakan tak pernah mencontek selama bersekolah itu.
Seperti diketahui, Siami dan keluarganya harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi demi menghindari kemarahan warga. Warga menuding Siami tidak punya hati karena akibat kejujurannya mengungkap mencontek massal, kepala sekolah dan dua guru SDN Gadel II/577 Tandes diberi sanksi.
Kasus contek massal serupa juga terjadi di SDN 06 Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sebagaimana yang dilaporkan Irma Lubis ke Komisi Nasional Perlindungan Anak. Menurut pengakuan anak Irma, menjelang UN 2011 siswa diminta membuat kesepakatan di mana anak yang pintar harus membantu murid yang kurang pintar.
sumber