Perihal perintah Presiden atas kehadiran Marsillam Simanjuntak dalam rapat KSSK tanggal 21 November 2008 tersebut juga dikemukakan mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede dalam jumpa pers Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 13 Desember lalu.
”Keberadaan Pak Marsillam adalah karena diminta Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk bekerja sama dengan KSSK. Beliau juga berada di dalam rapat itu karena pengetahuannya dalam masalah hukum,” ujar Pardede (Kompas, 14/12)
Kalau Marsillam hadir sebagai penasehat Menkeu, untuk apa? Apa betul, Menkeu perlu nasehat hukum dari Marsillam ? Bukankah Depkeu dan BI sudah mempunyai jajaran staf Biro Hukum yang kuat ?
Menanggapi perkembangan kasus Bank Century, Koordinator Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro berharap Presiden bisa tampil secara jujur dan tidak lagi membangun alibi baru. ”Modus untuk menghindar dari masalah Bank Century hanya akan memperburuk kondisi pasar,” ujarnya
Ini link-nya :
KOMPAS cetak - Dokumen Indikasikan SBY Tahu
Apa implikasi hukum pernyataan SBY ini ? Kesalahan dalam “bail out” bank Century sepenuhnya mau ditimpakan pada KSSK (Ketua Sri Mulyani, Anggota : Boediono dan Sekretaris : Raden Pardede)
Dan ternyata Sri Mulyani melawan. Sri Mulyani TIDAK mau dikorbankan. Dalam pernyataannya di Metro TV : Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia menganut sistim presidensiil dimana para menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden, maka segala keputusan menteri selalu dikonsultasikan dengan Presiden – jadi SBY berbohong kalau mengatakan tidak tahu menahu soal “bail out” Bank Century
Ini link-nya:
Sri Mulyani Bicara
IV. APAKAH BENAR ADA DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL PADA BULAN NOVEMBER TAHUN 2008
Dampak krisis ekonomi global yang terasa di Indonesia pada bulan November 2008 berupa naiknya kurs, turunnya IHSG dan terkurasnya cadangan devisa untuk menjaga volatilitas rupiah itu sebenarnya dipicu oleh :
1. Kebijakan Gubernur BI : Boediono yang justru menaikkan suku bunga di bulan Oktober 2008, pada saat negara lain justru menurunkan suku bunganya
2. Boediono masih tetap menggunakan sistim penjaminan LPS, pada saat negara lain justru menerapkan blanket guarantee (penjaminan penuh)
Dari Notulen rapat KSSK pada tanggal 13 November 2008, menunjukkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menginformasikan masalah perlunya blanket guarantee ini kepada Presiden. Namun, karena pada hari itu, Presiden akan melaksanakan tugas kenegaraan ke San Francisco, Amerika Serikat, Presiden RI tidak bisa mengambil keputusan tentang kemungkinan penerapan blanket guarantee (penjaminan 100 persen nasabah)
Dalam notulen tersebut juga disebutkan, berdasarkan informasi Ketua UKP3R Marsillam Simanjuntak, keputusan blanket guarantee tidak dapat dilakukan atas persetujuan Wakil Presiden
3. Padahal Jusuf Kalla saat itu menjabat sebagai Presiden ad interim (bukan sekedar Wapres), harusnya keputusan untuk menerapkan blanket guarantee ini dapat dimintakan persetujuannya ke Presiden ad interim saat itu (Jusuf Kalla). Dari sini nampak jelas bahwa JK dari awal tidak dilibatkan sama sekali dalam penanganan “apa yang disebut krisis pada November 2008” itu, atau memang tidak ada krisis, sehingga tidak perlu dan tidak ada urgensinya berkonsultasi dengan Presiden ad interim saat itu?
4. Jadi keputusan untuk (a) menaikkan suku bunga, (b) tidak segera menerapkan blanket guarantee, telah menyebabkan capital flight yang cukup besar yang terlihat di sistim komputer Danareksa pada bulan November 2008 : sebagai lonjakan kurs, turunnya IHSG, terkurasnya cadangan devisa dan gejolak fiskal dan moneter lainnya
5. Jadi kondisi fiskal dan moneter kita yang melemah pada bulan November 2008, bukan disebabkan oleh dampak krisis global (yang dipicu oleh bangkrutnya Lehman Brothers di AS), tapi sepenuhnya akibat kesalahan antisipasi dari otoritas fiskal dan moneter dalam negeri sendiri. Ini yang ditutup-tutupi.
6. Apa buktinya ?
Saat ini BI juga menyerap likuiditas asing melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). ”Ini riskan karena bisa menyebabkan instabilitas nilai tukar jika hot money (uang panas) tersebut ditarik kembali”
Dana asing pada SBI mencapai sekitar Rp 47 triliun dari total SBI sekitar Rp 270 triliun (hampir 20 % dari total SBI). Padahal, transaksi valuta asing di Indonesia amat tipis, hanya Rp 6 triliun-Rp 9 triliun per hari. Adapun cadangan devisa BI sebesar 65,84 miliar dollar AS.
Kalau 20 % dana asing itu ditarik (capital flight), dapat dimengerti kalau pusat data komputer di Danareksa membaca lonjakan kurs, turunnya IHSG dan berkurangnya cadangan devisa untuk mengatasi volatilitas rupiah.
7. Jadi pernyataan Boediono bahwa bank sekecil apapun pada saat krisis dapat menimbulkan dampak sistemik, harus dikaji dengan perhitungan econometrico yang cermat. Sayangnya ahli econometrico di Indonesia sangat sedikit dan Boediono sendiri bukan ahli econometrico.
V. DAMPAK SISTEMIK
Mengingat ahli econometrico di Indonesia, sangat sedikit, maka cukup aneh bila Sri Mulyani justru meminta pendapat Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R – ahli hukum) dan bukannya lari ke gurunya : Prof. Dr. JB Sumarlin (mantan Menkeu dan Ketua BPK – ahli econometrico terkemuka di tanah air)
Pada giliran pemanggilan mantan Deputi Senior Gubernur BI : Prof. Dr. Miranda Gultom (oleh Pansus pada hari Senin tanggal 21 Desember 2009 dan disiarkan langsung oleh TV), Ibu Miranda menyatakan :
“BI saat itu hanya memutuskan kebijakan Bank Century sebagai bank gagal, sedangkan soal sistemik HANYA membuat prakiraan”
(PRO KONTRA SOAL SISTEMIK, Kompas, Selasa tanggal 22 Desember 2009, halaman 1 - alinea 18)
Maka, temuan BPK itu benar bahwa penentuan dampak sistemik tidak dilakukan secara terukur.
Bahwa Boediono menyatakan : dampak sistemik itu dihitung menurut metode Uni Eropa (padahal kondisi perbankan, pasar modal dan keuangan di Uni Eropa dan Indonesia sangat berbeda parameternya), maka kewajiban Pansus untuk membuka perhitungannya, memverifikasinya, mengevaluasi dan mengkonfirmasikannya ke ahli econometrico
Rupanya, kebijakan dibuat dulu, baru alasannya kemudian dicari-cari
Simak ini :
Analis keuangan dan perbankan, Yanuar Rizky, mengatakan, indikasi kuat adanya korupsi itu adalah revisi fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) oleh BI yang didesain untuk memberi kucuran dana kepada Bank Century setelah bank ini kalah kliring pada 13 November 2008 sebesar Rp 654 miliar.
Namun, laporan BPK menemukan fakta bahwa sehari sejak terima dana FPJP, pihak pemilik Century justru melakukan pengambilan dana.
Seharusnya jika kebijakan pemberian dana FPJP tepat sasaran, tak akan ada gagal kliring lagi. Namun, faktanya terjadi lagi gagal kliring sehingga dibawa ke KSSK dengan angka sama, Rp 654 miliar. ”Jika dari awal kebijakan tepat sasaran, apa perlu bail out? Jadi jelas ada kesalahan kebijakan di sini,” kata Yanuar
Ini link-nya :
KOMPAS cetak - KPK Jangan Ragu Bertindak
Apalagi, ternyata Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan dan LKBB : Ibu Dra.Hj.Siti Chalimah Fadjriah, MM bahkan sempat menandatangani surat likuidasi Bank Century
Ini link-nya :
Persoalkan Bank Century
Fakta Kesalahan Sistemik BI dalam Penanganan Kasus Bank Century
Ini link-nya :
Fakta Kesalahan Sistemik BI dalam Penanganan Kasus Bank Century Nusantaraku
VI. REAKSI ATAS PENOLAKAN SBY UNTUK MENONAKTIFKAN BOEDIONO-SRI MULYANI
MPR pernah menetapkan Tap MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dengan tujuan antara lain untuk menegakkan etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan Tap MPR No VIII/MPR/2001 tentang Arah dan Rekomendasi Pemberantasan KKN.
Tap MPR No VI/MPR/2001 mengatur, pejabat publik yang terlibat kasus hukum, membuat kebijakan yang meresahkan atau mendapat sorotan publik, harus mau mengundurkan diri (dan dapat dimundurkan) tanpa harus dibuktikan lebih dulu di pengadilan.
Tap MPR No VIII/MPR/2001 menegaskan, pejabat yang terlibat kasus hukum dapat dibebaskan dari jabatannya meski belum diputus pengadilan. Ini memang terkait fatsun politik dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya formalitas kepastian hukum
Tap MPR ini status hukumnya tetap berlaku berdasarkan Tap MPR No. I /MPR/2003
Dalam Tap MPR itu disebutkan bahwa terdapat sejumlah kriteria pejabat untuk mundur, antara lain jika secara moral, kebijakannya telah bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Sehingga sesuai dengan ketentuan Tap MPR No VI/MPR/2001 dan Tap MPR No. VIII/MPR/2001, pejabat publik yang mendapat sorotan negatif oleh publik, maka pejabat itu seharusnya mundur.
Berbagai kalangan meminta jaminan atas tidak adanya intervensi kekuasaan selama kedua pejabat itu dimintai keterangannya oleh Panitia Khusus Hak Angket Bank Century DPR.
Permintaan jaminan tidak adanya intervensi kekuasaan dalam proses penyelidikan Pansus Hak Angket Bank Century itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin seusai bersilaturahim memperingati Tahun Baru 1 Muharam 1431 Hijriah di Kantor PBNU, Jakarta, Sabtu (19/12).
”Presiden perlu memberikan jaminan tidak adanya intervensi atas kedudukan yang disandang mereka berdua (Boediono dan Sri Mulyani) selama proses berlangsung,” kata Hasyim.
Din Syamsuddin menambahkan, imbauan penonaktifan diri itu sebaiknya tidak dipandang dari sisi hukum formal semata, tetapi juga dari sisi moral. Permintaan pansus itu sesuatu yang wajar dan logis karena mereka berdua yang akan diundang pansus berada di posisi yang memiliki kekuatan dan kekuasaan.
”Mereka dikhawatirkan menggunakan posisi mereka untuk bertahan diri dan menghambat kinerja pansus,” ujarnya.
Din menambahkan, Presiden sendiri sudah menginginkan agar kasus Bank Century diusut secara terbuka dan tuntas. Namun, jika Boediono dan Sri Mulyani masih menduduki jabatannya, dikhawatirkan hasil penyelidikan yang ada tak optimal.
Ini link-nya :
KOMPAS cetak - Reaksi atas Presiden
Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk menolak penonaktifan Boediono-Sri Mulyani, apalagi Surat Himbauan DPR untuk penonaktifan Boediono-Sri Mulyani yang dikeluarkan pada hari Kamis tanggal 17 Desember 2008 itu disetujui secara aklamasi oleh semua anggota Pansus Angket DPR, termasuk para anggota Pansus dari Partai Demokrat
VII. PENDAPAT PARA EKONOM PRO PEMERINTAH JUSTRU MAKIN MEMBUAT KUSUT
Pendapat Prof. Tjipta Lesmana (yang mengatakan bahwa bahan-bahan yang diambil dari internet itu adalah sampah), Christianto Wibisana (yang mengatakan bahwa pejabat tidak bisa dipidana (policy cannot be criminalized) tanpa melihat bahwa justru dengan wacana ini Presiden dapat di-impeach), Dr. Purboyo Yudhi Sadewa (yang mengatakan bahwa Indonesia mengalami krisis ekonomi di bulan November 2008, tanpa melihat apa yang terjadi di bulan Oktober 2008), Dr. Boediono (yang bukan ahli econometerico, tapi bisa menyatakan bahwa dampak sistemik telah dihitung menurut metode Uni Eropa) dll telah membuat isu Century yang tadinya dijaga oleh Boediono sebagai isu elite saja (dengan debat soal dampak sistemik), berubah menjadi isu publik.
Ini lik-nya :
EKONOM INDONESIA, BEKERJA SESUAI PESANAN ??
Ada yang dilupakan dari pernyataan para ekonom pro pemerintah ini :
1. Bunga pinjaman perbankan Indonesia yang tinggi (16-17 %) menyebabkan iklim investasi di Indonesia tidak kondusif. Bandingkan dengan bunga pinjaman perbankan RRC yang hanya 1 %. Apa akibatnya? Investor lari ke RRC. Uang yang mengalir masuk ke Indonesia adalah HOT MONEY – BILA ADA SEDIKIT PERUBAHAN KEBIJAKAN, AKAN TERJADI CAPITAL FLIGHT BESAR-BESARAN KELUAR INDONESIA – ini akan nampak sebagai lonjakan kurs, turunnya IHSG dan terkurasnya devisa untuk menjaga volatilitas rupiah
2. Tapi dengan tingginya bunga pinjaman itu, kenapa masih ada modal asing yang masuk ke Indonesia ? Padahal kondisi listrik dan infrastruktur Indonesia kurang memadai. Mereka mau masuk dengan persyaratan ketat, yaitu liberalisasi ekonomi yang nampak dalam penghapusan DNI (Daftar Negatif Investasi) – bentuknya adalah PP No. 30 tahun 2005 (privatisasi BUMN tanpa lewat DPR, sehingga modal asing bebas membeli saham BUMN tanpa perlu ijin DPR), Perpres No. 112 tahun 2007 (pasal 5 ayat 4 : peritel besar boleh masuk kemana saja – bentuk pasar bebas yang sangat nyata), PP No. 2 tahun 2008 (Lampiran PP ini mengijinkan penyewaan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan dan kegiatan lain – dulu hutan lindung sama sekali tidak boleh dieksploitasi), PP No. 44 tahun 2009 (yang mengijinkan sepeda motor masuk jalan tol – yang menunjukkan tunduknya pemerintah pada pemodal asing (produsen Honda, Yamaha dll), atau BBM yang digali dan diolah di dalam negeri, harganya harus mengikuti harga bursa Nymex di New York, dll
3. Apa yang ditakutkan masyarakat dari kasus Century ini, tidak pernah menjadi kajian para ekonom pro pemerintah, yaitu politik hutang budi SBY
Karena hutang budi SBY pada Aburizal Bakrie pada Pemilu 2004, SBY membiarkan Bakrie meremehkan Negara.
Masih ingat kasus Lumpur Lapindo? Kasus ini ditangani SBY lewat Perpres No. 14 tahun 2006, tapi dilanggar oleh Bakrie – Lalu diperbarui lagi lewat perjanjian di Istana Negara tanggal 3 Desember 2008 (dimana Nirwan D. Bakrie dating terlambat di Istana), inipun dilanggar oleh Bakrie
Balas budi SBY bukan hanya pada pembiaran kasus Lapindo, tapi juga pada suspensi saham BUMI Resources dan penggelapan pajak Bakrie Group.
4. Kenapa masyarakat takut pada politik hutang budi SBY ini ? Karena masyarakat pula yang harus menanggung akibat politik balas budi SBY ini. Masyarakat ngeri melihat belanja kampanye SBY yang luar bisa besar. Karena dana kampanye SBY ini seolah tidak ada habisnya (tak terbatas). Padahal laporan dana kampanye SBY-Boediono ke KPU hanya Rp. 232 milyar. Apa benar?
Simak pelacakan masyarakat ini :
Crew AN-TV pada Berita Petang, Senin tanggal 28 Desember 2009 mencoba menelusur salah satu penyumbang besar dalam dana kampanye SBY-Boediono yang tercatat di KPU yaitu PT Wahana Reka Tekindo yang pada tanggal 17 Juni 2009 menyumbang Rp. 2 milyar (yang dipecah dalam dua satuan : Rp.1,5 milyar dan Rp. 500 juta). Ternyata alamat kantornya adalah rumah kosong dan direksi yang dikontak per telepon, tidak tahu menahu soal sumbangan itu
5. Jadi ke siapa lagi SBY hutang budi? Masyarakat masih trauma pada Ayin (Arthalyta) dan Anggodo, yang terbukti bisa mengatur semua petinggi Polri dan Kejaksaan Agung. Bahkan dalam kasus Anggodo, nama SBY disebut berkali-kali oleh Anggodo, tanpa reaksi apapun dari SBY
Sudah pesan RBT Anggodo ……TAK PATENI…..
6. Kasus Prita merupakan buah dari liberalisasi ekonomi, dimana posisi rakyat sangat lemah saat berhadapan dengan modal asing. Masih ingat, Prita dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 (UU ITE) : pencemaran nama baik RS Omni International – jadi kalau kita mengeluh soal pelayanan PLN yang byar pet, atau mengeluh tentang pelayanan bank yang kurang bagus, atau mengkritik pemilik perusahaan atau pabrik (yang nota bene adalah orang asing), kita bisa dijerat dengan tuduhan yang sama : pencemaran nama baik
7. Apa yang ditakutkan masyarakat akhirnya terbukti. Yang paling penting dari buku George Junus Aditjondro : MEMBONGKAR GURITA CIKEAS DI BALIK SKANDAL BANK CENTURY, adalah SBY itu benar punya Yayasan dan kegiatan Yayasan itu juga cukup wah … dari mana duitnya?
8. Kenapa masyarakat sangat terperangah dengan terbitnya buku George Junus Aditjondro ini ? Karena masyarakat disadarkan akan ADANYA JEJARING KORUPSI (Kompas, Rabu 6 Januari 2010 : GURITA CIKEAS DAN JEJARING KORUPSI).
Apa hubungannya dengan aliran dana Century dan UU ITE ?
Penelitian atau investigasi untuk mengungkap ”jejaring korupsi’ bukan hal mudah. Pertama, dengan kekuasaan yang luas di tangannya para pelaku menutup rapat informasi dan saling melindungi. Mereka ramai-ramai membantah apabila dimintai konfirmasi tentang indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kedua, mereka kerap memakai jalur hukum untuk menjerat siapa pun yang mencoba-coba mengungkap korupsinya. Senjata ampuh yang sering digunakan adalah tuduhan pencemaran nama baik (pasal 27 ayat 3 UU ITE). Bahkan, lebih dari itu, ancaman penghilangan nyawa.
Ini link-nya :
KOMPAS cetak - "Gurita Cikeas" dan Jejaring Korupsi
Apa jalan keluarnya ?
SBY mestinya tidak perlu merasa difitnah bila SBY cepat memerintahkan audit menyeluruh oleh lembaga auditor independen internasional atas aliran dana Bank Century. Yurisprudensi dan presedennya sudah ada yaitu :
a. Saat merebak kasus Bank Bali jaman Presiden Habibie, Habibie memerintahkan Price Waterhouse Coopers (PWC) untuk mengaudit secara menyeluruh Bank Bali
b. Saat merebak kasus PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) jaman Presiden Megawati, Ibu Mega memerintahkan KAP Dani Sudarsono untuk mengaudit Bahana.
Ini link-nya :
KoranTempo - <b>Kredit Bahana ke Penta Tanpa Dokumen Memadai</b>
Tidak puas dengan hasil audit KAP Dani Sudarsono, Ibu Mega meminta pemeriksaan badan investigasi internasional yang hasil auditnya dikeluarkan pada 16 Agustus 2002 dan hasilnya diserahkan pada menkeu Boediono
Ini link-nya :
KoranTempo - <b>Kucuran Bahana ke Penta Dinilai Langgar Prosedur</b>
Mengapa perlu lembaga auditor independen internasional ?
Karena :
- Hambatan birokrasi bisa sangat besar, dan hirarki jabatan bisa sangat menghambat proses audit investigatif
- Indonesia TIDAK mempunyai UU Pembuktian Terbalik, yang memungkinkan audit investigatif dilakukan secara cepat dan akurat. Misalnya : cek gaji resmi seorang pejabat, lalu yang dimaksud dengan pembuktian terbalik adalah : cek nilai rumahnya, cek berapa mobilnya, cek dimana anaknya sekolah, dll ….mantep to
- UU Pembuktian Terbalik untuk parpol, cek apakah ada iuran anggota, lalu cek pengeluaran parpol saat kampanye : audit semua stasiun TV, radio dan media massa lainnya, berapa biaya iklan parpol dan bagaimana iklan itu dibayar
Pertanyaannya : kenapa SBY enggan menggunakan lembaga audit independen internasional untuk melakukan audit investigatif aliran dana Bank Century, tapi terus menerus mewacanakan bahwa dia difitnah ?
Apa hikmah dari skandal Bank Century ini ?
Kita perlu mempunyai UU Pembuktian Terbalik – karena membuat UU itu perlu waktu yang lama (harus dibahas bersama dengan DPR), maka seyogyanya Presiden mengeluarkan Perppu tentang Pembuktian Terbalik. Azas kegentingan memaksanya adalah perlunya penyelesaian cepat skandal Century agar tidak mengganggu program 100 hari pemerintah SBY-Boediono