Ceriwis - View Single Post - Pesan bapa suci benedictus xvi untuk hari orang muda sedunia ke-26, madrid 2011
View Single Post
  #1  
Old 21st August 2011
vals's Avatar
valsVIP
Super Moderator
 
Join Date: Apr 2011
Posts: 3,914
Rep Power: 50
vals has disabled reputation
Default Pesan bapa suci benedictus xvi untuk hari orang muda sedunia ke-26, madrid 2011

PESAN BAPA SUCI BENEDICTUS XVI UNTUK HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-26, TAHUN 2011 DI MADRID

“Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kolose 2:7).

Sahabat muda terkasih,

Saya sering mengingat kembali, Hari Orang Muda Sedunia di Sidney pada tahun 2008 silam. Di sana, kita merayakan pesta iman, Roh Allah secara giat bekerja di tengah-tengah kita semua, dan membangun komunitas rohani yang secara sungguh-sungguh dapat saling berbagi dalam satu iman, di antara para peserta yang datang dari berbagai belahan dunia. Pertemuan tersebut, seperti perjumpaan-perjumpaan sebelumnya, berbuah lebat dalam hidup banyak orang muda dan hidup Gereja. Sekarang kita menuju Hari Orang Muda Sedunia berikutnya, yang akan terselenggara di Madrid pada bulan Agustus 2011.

Mengingat kembali masa pada tahun 1989, beberapa bulan sebelum hari bersejarah keruntuhan tembok Berlin, peziarahan orang muda seperti ini pernah dilakukan di Spanyol pula, waktu itu di Santiago de Compostela. Sekarang, saat masyarakat Eropa sedang dalam kebutuhan besar untuk menemukan kembali akar Kekristenan mereka, pertemuan kita akan mengambil tempat di Madrid, dengan tema: “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2: 7).

Saya menyemangati Anda untuk mengambil bagian dalam peristiwa ini, yang merupakan peristiwa penting bagi Gereja di Eropa dan bagi Gereja sedunia. Saya mengajak kalian semua orang muda, baik yang saling berbagi iman dalam Yesus Kristus, maupun kalian yang ragu dalam ketidakpastian, atau kalian yang tidak percaya akan Dia, untuk berbagi pengalaman ini, yang akan membuktikan kepastian hidup kalian. Inilah pengalaman akan Tuhan Yesus yang bangkit dan hidup, dan pengalaman akan kasihNya bagi kita masing-masing.

1. Pada sumber Keinginanmu yang terdalam

Dalam setiap periode sejarah kehidupan, termasuk periode kita, banyak orang muda memiliki kerinduan yang mendalam akan relasi pribadi, yang ditandai oleh kebenaran dan solidaritas. Banyak dari mereka membangun hubungan persahabatan yang tulus untuk mengenal cinta sejati, untuk memulai hidup berkeluarga yang diharapkan manunggal bersatu, untuk mencapai kepenuhan pribadi dan kemapanan hidup yang nyata, serta semua hal yang menjamin masa depan yang bahagia dan tenang. Ketika mengenangkan masa muda saya sendiri, saya tersadar bahwa kemapanan dan perasaan aman nyaman bukanlah pertanyaan yang memenuhi pemikiran generasi muda. Memang cukup benar, bahwa pentinglah memiliki pekerjaan agar dengan itu memiliki pijakan yangkokoh. Namun selain itu, tahun-tahun masa muda merupakan juga waktu, saat kita mencari yang terbaik dari hidup kita.

Ketika saya membayangkan kembali masa muda itu, saya ingat semua bahwa kita tidak ingin hidup nyaman demi kehidupan dalam kelas menengah yang mapan. Kita menginginkan sesuatu yang besar, sesuatu yang baru. Kita ingin menjelajahi kehidupan itu sendiri, dalam semua keagungan dan keindahannya. Secara alamiah, tahap itu merupakan bagian dari kehidupan yang kita alami. Selama kediktatoran Nazi dan peperangan, dapat dikatakan pada masa itu, semua orang terkungkung oleh segala peraturan dan batasan yang diciptakan oleh struktur yang sedang berkuasa. Maka, semua orang saat itu ingin mendobrak segala batasan: menginginkan adanya kebebasan, keterbukaan yang memungkinkan kita meraih peluang sebagai manusia. Saya berpikir, bahwa dorongan untuk mendobrak segala batasan yang ada, pada jangkauan tertentu, selalu menandai jiwa orang muda dari masa ke masa. Bagian dari menjadi muda, ialah hasrat akan sesuatu di balik hidup harian dan pekerjaan yang mapan, suatu kerinduan untuk sesuatu yang sungguh-sungguh lebih besar.

Apakah ini hanya mimpi yang akan memudar dan akhirnya menghilang jika kita menua? Tidak! Pria maupun perempuan, diciptakan untuk sesuatu yang besar, untuk sebuah keabadian. Tiada pernah cukup. Santo Agustinus benar ketika ia mengatakan: “Hati kami belum tenang, sampai menemukan istirahat di dalam Engkau”.

Hasrat untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna merupakan tanda bahwa Tuhan menciptakan kita, agar mengemban citra diri-Nya. Tuhan adalah Sang Kehidupan, dan itulah sebabnya kita ciptaanNya selalu berusaha untuk menggapai dan menggenggam kehidupan. Karena manusia diciptakan dengan citra Allah, maka kita menggapai kehidupan dengan cara yang unik dan istimewa. Kita selalu berusaha untuk menggapai cinta, suka cita , dan damai. Jadi dapatlah kita lihat, betapa mustahil apabila kita berpikir bahwa kita dapat sungguh-sungguh hidup dengan menyingkirkan Allah dari gambar hidup kita! Tuhan adalah sumber kehidupan. Mengenyampingkan Allah berarti kita telah memisahkan diri kita dari sumber kehidupan, dan berarti kita telah memisahkan diri dari sumber sejati kebahagiaan, suka cita, dan damai. “Tanpa Sang Pencipta, makhluk ciptaan hilang melenyap” (Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 36).

Di beberapa belahan dunia, terutama kehidupan di belahan dunia Barat, budaya mereka saat ini cenderung menyingkirkan Tuhan dari segala aspek dan segi kehidupan, dan memandang bahwa iman kepercayaan adalah urusan pribadi, tanpa memiliki hubungan dan relevansi apapun dengan kehidupan. Sekalipun segugus nilai-nilai yang mendasari kehidupan masyarakat berasal dari Injil, sepertinilai martabat pribadi, nilai solidaritas, nilai kerja, dan nilai berkeluarga, namun kita menyaksikan suatu “gerhana Tuhan” yang pasti, semacam amnesia (penyakit lupa) akan sejarah, sebuah penolakan Kristianitas, pengingkaran khasanah iman Kristen, sebuah pengingkaran yang bisa membawa kita pada hilangnya jati diri kita yang paling dalam.

Untuk alasan inilah, para sahabat, saya mendorong kalian untuk memperkuat iman kalian akan Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Kalian adalah masa depan masyarakat dan Gereja. Seperti Rasul Paulus telah menulis untuk umat di Kolose : Pentinglah memiliki akar, dasar yang kokoh. Perkara ini secara sebagian, benar untuk zaman kita sekarang. Banyak orang tidak memiliki titik acuan yang kokoh, tempat mereka membangun hidup, dan karena nya mereka sungguh merasa tidak aman. Saat ini ada mentalitas relativisme yang berpaham bahwa alasan adanya setiap hal cukup kuat dari dirinya sendiri, serta bahwa suatu kebenaran dan titik acuan yang mutlak, tidak pernah ada. Namun, jalan pikiran seperti ini tidak akan pernah mengarahkan kita kepada kebebasan sejati, tetapi lebih mengacu kepada ketidakstabilan, kebingungan, kompromi buta terhadap keisengan zaman ini.

Sebagai orang muda, kalian berhak untuk mewarisi dari generasi pendahulu, titik acuan yang kokoh bagi kalian untuk menolong kalian membuat pilihan, dan membangun hidup di atasnya, bagaikan tunas muda yang membutuhkan dorongan yang mantap hingga bisa membenamkan akar tunggangnya dalam-dalam, tumbuh menjadi pohon kuat yang mampu menghasilkan

buah lebat.

2. Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus

Untuk menekankan betapa pentingnya iman bagi hidup umat Allah, kepada kalian saya ingin menyampaikan renungan saya, perihal tiga kata yang digunakan oleh St. Paulus dalam ungkapan : “Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman” (bdk. Kol 2:7). Kita dapat membedakan tiga buah gambaran berikut ini: “Berakar” mengingatkan kita pada pohon dan akar yang memberi makan pohon itu. “Dibangun” mengacu pada susunan sebuah rumah; “Berteguh” menunjukkan pertumbuhan fisik dan susila. Ketiga gambaran ini sangat tepat.

Sebelum memberi ulasan mengenai ketiga kata tersebut, saya tunjukkan bahwa menurut tata bahasa, ketiga kata itu dalam teks aslinya berbentuk kata kerja pasif. Berarti, Kristus sendirilah yang berkehendak untuk menanam, membangun, dan menguatkan kaum beriman.

Gambaran pertama ialah mengenai sebuah pohon yang dengan kokoh ditanam, yang berterima kasih kepada akar yang telah menopang dan memberi makanan kepadanya. Tanpa akar-akar itu, pohon akan roboh ditiup angin dan mati. Apakah akar kita? Secara alamiah, orangtua, keluarga dan kebudayaan negara kita merupakan unsur-unsur penting dari jati diri pribadi kita. Namun Kitab Suci mewahyukan unsur yang lebih lagi. Nabi Yeremia menuliskan: “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yer 17:7-8).

Bagi Nabi Yeremia, berakar dalam Tuhan berarti menyerahkan kepercayaan kepada Tuhan. Dari Dia, kita melukis hidup kita. Tanpa Dia, kita tidak bisa benar-benar hidup. “Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam anak-Nya” (1 Yoh 5:11). Yesus sendiri menyatakan kepada kita, bahwa Dia sendirilah kehidupan kita (bdk. Yoh 14:6). Sebagai akibatnya, iman Kristen bukanlah hanya suatu kepercayaan bahwa suatu hal tertentu merupakan kebenaran, melainkan lebih dari itu, iman Kristen merupakan suatu hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Iman kita ialah suatu perjumpaan dengan Sang Putra Allah yang memberikan tenaga pada seluruh keberadaan kita. Ketika kita memasuki hubungan pribadi dengan Dia, Kristus menyingkapkan jati diri kita yang asli, dan dalam persahabatan denganNya, hidup kita bertumbuh menuju kepenuhan yang lengkap.

Ada saatnya ketika kita mengalami masa muda, ketika bertanya: Apa makna hidup saya? Manakah tujuan dan arah yang harus kuberikan pada hidup saya? Saat itu merupakan saat penting, dan pertanyaan-pertanyaan itu mungkin bisa membuat kita cemas untuk beberapa lama. Kita mulai mempertanyakan mengenai jenis pekerjaan yang harus kita pilih, pola hubungan-hubungan yang harus kita bangun, persahabatan yang harus kita pelihara.

Di sinilah, suatu saat, saya melihat kembali masa muda saya. Saya agak cukup dini menyadari, mengenai kenyataan bahwa Tuhan menghendaki saya menjadi imam. Kemudian setelah masa peperangan berakhir, saat saya di seminari dan universitas dalam jalur menuju tujuan imamat itu, saya harus melihat kembali kepastian cita-cita saya itu. Saya harus bertanya diri: sungguhkan ini jalur yang harus saya jalani? Apakah benar jalan ini merupakan kehendak Tuhan bagi saya? Apakah saya akan mampu bertahan setia bagiNya dan sepenuhnya melayani Dia? Keputusan seperti ini menuntut perjuangan tertentu. Hal ini tidak bisa tidak, harus dilakukan. Namun kemudian tibalah kepastian itu: inilah keputusan yang tepat! Ya, Tuhan menginginkan saya, dan ia akan memberi saya kekuatan.

Jika saya mendengarkan Dia dan berjalan bersamaNya, maka saya pasti menjadi diri saya yang asli. Yang diperhitungkan bukanlah pemenuhan hasrat hati saya sendiri, namun kehendak Dia. Dengan cara ini, hidup menjadi sejati.

Serupa dengan akar yang menopang kuat pohon untuk tetap berada dalam tanah dan kehidupannya, maka pondasi sebuah rumah memberikan jaminan kekokohan jangka panjang. Melalui iman, kita telah dibangun dalam Yesus Kristus (bdk. Kol 2:7), seperti rumah dibangun di atas pondasinya.

Sejarah Kekudusan telah menyediakan bagi kita banyak contoh Santo-Santa yang membangun hidupnya pada Sabda Tuhan itu. Yang pertama ialah Abraham, bapa iman kita, yang taat pada Tuhan, ketika Tuhan memerintahkan dia meninggalkan tanah leluhurnya untuk menuju tanah yang tidak ia kenal. “Percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Karena itu Abraham disebut “Sahabat Allah” (Yak 2:23). Dibangun dalam Yesus Kristus berarti menanggapi secara positif panggilan Tuhan, mempercayaiNya, dan menaruh SabdaNya dalam tindakan. Yesus sendiri mengingatkan para murid, “Mengapa engkau berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Luk 6:46).

Dia lalu memakai gambaran pembangunan sebuah rumah: “Setiap orang yang datang kepadaKu dan mendengarkan serta melakukannya - aku akan menyatakan kepadamu - dengan siapa ia dapat disamakan. Ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah. Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun” (Luk 6:47-48).

Quote:
 
bersambung page 2...


__________________
ﷲ ☯ ✡ ☨ ✞ ✝ ☮ ☥ ☦ ☧ ☩ ☪ ☫ ☬ ☭ ✌