View Single Post
  #1  
Old 26th April 2010
andrew's Avatar
andrew andrew is offline
Member Aktif
 
Join Date: Jan 2010
Location: Gunung Semeru - Lumajang - East Java
Posts: 214
Rep Power: 0
andrew sebentar lagi akan terkenalandrew sebentar lagi akan terkenal
Arrow = Saatnya Kita Kembali ke Pangan Lokal =

Selama ini wawasan tentang makanan hanyalah sebatas pada persoalan mahal dan murah, enak dan tidak enak, atau makanan hanya dipandang sebagai alat pengenyang perut semata. Bahkan belakangan ini makanan menjadi alat penentu prestise yang diidentikkan dengan status sosial di masyarakat.

Makanan sebaiknya tidak hanya dipahami dengan cara pendekatan tersebut. Lebih dari itu, pemahaman makanan sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dan mendalam. Kita makan artinya kita memasukkan zat ataupun senyawa yang menjadi sumber energi bagi tubuh untuk bergerak, tumbuh dan melakukan kegiatan metabolisme serta menciptakan sistem imun yang berguna untuk melawan berbagai macam penyakit. Untuk itu, tubuh membutuhkan bermacam-macam nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air. Komposisi nutrisi yang diperlukan tubuh per hari untuk dapat ”bekerja” optimal kira-kira 65 % karbohidrat, 20 % lemak dan 10–15 % protein dari menu sehari-hari. Untuk angka yang lebih tepat dapat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk bangsa Indonesia.


Masing-masing jenis makanan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Ketika kita membeli telur misalnya, itu artinya sama kita membeli protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan menggantikan sel-sel yang rusak walaupun tentu saja sumber protein tidak hanya berasal dari telur saja melainkan dapat diperoleh dari jenis makanan lain baik hewani maupun nabati. Atau ketika kita membeli beras, itu artinya kita sedang membeli karbohidrat berupa pati yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sumber energi. Walaupun secara umum karbohidrat dipahami sebagai nutrisi yang banyak dikandung oleh beras, namun sebenarnya karbohidrat juga dapat ditemui dalam berbagai jenis makanan lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, uwi, sagu, talas, gandum, kentang, jagung dan masih banyak lagi. Seberapa optimal nutrisi ini masuk ke dalam tubuh, itu tergantung pada seberapa baik pengolahan bahan makanannya.


Seperti disinggung pada awal tulisan ini, belakangan jenis makanan yang dikonsumsi menjadi alat pengukur prestise atau gengsi seseorang. Fenomena yang berkembang di masyarakat kita, mereka yang mengkonsumsi makanan pokok non beras kerap kali diidentikkan dengan golongan masyarakat yang serba kekurangan. Kalau ada di masyarakat yang mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras, nyaris otomatis kita ”mengkonotasikan” mereka sebagai masyarakat miskin. Bahkan ada pula di sebagian masyarakat yang merasa rendah diri jika mengkonsumsi pangan lokal. Tentunya konotasi seperti ini dapat menyesatkan karena pada gilirannya akan mengaburkan nilai makanan non beras di mata masyarakat awam karena kenyataannya makanan jenis non beras belum tentu tidak memiliki kandungan nutrisi sebaik beras.


Terlepas dari perdebatan yang mengkaitkan persoalan ini dengan persoalan ekonomi, konsumsi makanan pokok selain nasi sesungguhnya merupakan langkah yang bijaksana. Justru hal ini merupakan gambaran masyarakat yang kreatif dalam menyikapi situasi, gambaran sebuah masyarakat yang mandiri dan mampu memanfaatkan kondisi alam dengan baik. Dengan beragamnya konsumsi makanan maka asupan gizi yang diperoleh tubuh juga akan makin beragam dan saling melengkapi.

Menjadi tugas berat Pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan sebagai upaya mendukung ketahanan pangan masyarakat agar tidak hanya berkutat pada usaha rekayasa diversifikasi produk makanan saja tetapi yang tak boleh terlupakan adalah bagaimana pemerintah mampu merubah ketegantungan masyarakat pada salah satu jenis makanan pokok saja. Dalam hal ini pemerintah memberikan pembinaan yang lebih baik yaitu dengan memberikan tambahan ilmu yang sifatnya dapat memberdayakan potensi daerah untuk ketahanan pangan, sesuai UU RI No 7 tahun 1996 tentang Pangan.

Sebagai contohnya mengkonsumsi ”Nasi Tiwul”. Diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat tentang ”kebaikan” pangan lokal non beras. Berdasarkan hasil Riset oleh Laboratorium Universitas Airlangga tahun 1998 komposisi nutrisi pada Nasi Tiwul dengan takaran saji per 100 Gr terdiri dari Kalori 389 Kkal, Karbohidrat 65,69 Gr, Protein 2,3 Gr, Lemak 0,5 Gr, Kalsium 64 Gr dan Serat Makanan 2 Gr. Hal ini membuktikan bahwa ”Nasi Tiwul” pun sebenarnya memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik dan lengkap.

Dari contoh mengkonsumsi ”Nasi Tiwul” tersebut, semoga mampu merubah kita bersama untuk ”membuang” konotasi bahwa mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras bukan ”makanan masyarakat miskin” dan mulai beralih ke pangan lokal.

=======

Semoga sedikit ulasan diatas dapat membawa sedikit pencerahan....


Naaaagh.....
Bagi Komendan-Komendan Ceriwiser yang memiliki Ide atau pemikiran tentang Pangan Lokal / Ketahanan Pangan...Yuuuk di SHARE di sini Ndan....





Last edited by andrew; 26th April 2010 at 08:23 AM.
Reply With Quote