Masa Kanak-Kanak Lo Ban Teng
Masak Kanak2, Ban Teng
Tetapi semasa kanak2, Ban Teng telah memberi banjak kepusingan kepada kedua orang tuanja. Semenjak ketjil, ternjata ia seorang anak jang nakal. Pada waktu ia mentjapai umur untuk bersekolah, ajahnja memasukannja kedalam sekolah rakjat, tetapi Ban Teng lebih suka bermain2 daripada beladjar. Lebih djauh ia sangat nakal disekolah, sehingga seringkali gurunja mendjadi putus asa dan mengadukan kenakalan2nja kepada orangtuanja.
Setelah beladjar 3 tahun dalam sekolah rakjat, mendadak Ban Teng membangkang. Ia tidak mau sekolah lagi, meskipun dibudjuk atau dipaksa. Dalam putus asa, ajahnja menjuruhnja membantu perkerdjaan di toko araknja dan pada waktu malam hari ia disuruh beladjar ilmu surat.
Karena Ka Liong seorang pendatang jang berasal dari kota lain, penduduk2 Thiobee memandangnja sebagai orang asing. Mereka merasa tidak senang terhadap orang2 asing jang datang berusaha ditempat kediaman mereka. Perasaan kurang senang itu seringkali dinjatakan dengan berterang, jakni dengan djalan menggangu Ka Liong dengan maksud supaja ia tidak krasan tinggal di Tjiobee. Tidak sadja Ka Liong, melainkan Ban Tengpun mengalami gangguan2 itu. Anak2 di Tjiobee jang seumur dengannja dan jang lebih besar daripadanja, tiada henti2nja mengganggunja, menghina, bahkan tempo2 mengerojoknja. Ka Liong tinggal tenang dan mengambil sikap mengalah, tetapi Ban Teng jang beradat keras, merasa sangat penasaran.
Seringkali kalau Ban Teng ada dimuka rumahnja dan anak2 itu lewat disitu, mereka meng-edjek2-nja dan menghinanja. Kalau edjekan dan hinaan2 itu melampaui batas, jang mana banjak kali terdjadi, Ban Teng tidak dapat mengendalikan lagi nafsu amarahnja. Akibatnja, terdjadilah perkelahian antara Ban Teng disatu pihak, antaranja banjak jang djauh lebih besar daripadanja. Inilah memang diinginkan anak2 itu, jang memang berhasrat mengerojoknja. Walaupun Ban Teng bertenaga besar dan pemberani, tak gentar bertemu lawan2 jang lebih banjak djumlahnja dan bertubuh lebih besar daripadanja, namun dengan seorang diri tidak mungkin dia melajani mereka. Hampir selalu ia terpaksa lari pulang dengan wadjah babakbelur dan pakaian kojak2.
Namun ia tetap penasaran dan ingin menuntut balas. Tetapi bagaimana?Ia pegat lawannja itu seorang demi seorang dan djika bertemu satu-sama-satu ia menantangnja berkelahi. Dalam perkelahian2 begitu, jakni seorang lawan seorang, ia selalu menang, meski lawanja lebih besar daripadanja, dua-tiga hari jang berikutnja ia tidak berani keluar rumah : chawatir dikerojok!
Ganguan pihak para tetangga Ka Liong semakin lama semakin menghebat. Pada suatu hari mereka malah menjerbu ke toko arak itu dan menghatjurkan gutji2 arak. Ka Liong hanja dapat menghela napas dan mengelengkan kepalanja. Tetapi Ban Teng merasa amat sakit hati. Mulailah ia me-mikir untuk mempeladjari ilmu silat. Pada waktu itu ia berumur kira2 14 atau 15 tahun.
Dua tahun lamanja ia beladjar silat dengan giat sekali dibawah pimpinan seorang guru silat dikampung itu. Berselang dua tahun, ia menganggap dirinja tjukup pandai dan ia men-tjoba2 kebiasannja itu terhadap musuh2nja jang lama. Akibatnja mengetjewakan : ia dikerojok hebat sekali, Sjukur, berkat tubuhnja jang kuat-kokoh, latihan2 jang tidak mengenal letih dan keberaniannja, ia tidak sampai terluka hebat.
Namun ia tidak mendjadi gentar. Hasrat untuk menuntut balas tetap membakar djiwanja, maka ia berusaha untuk mentjari guru silat lain. Dalam pada itu, ajahnja menjadi tjemas melihat sepakterdjang dan tingkahlakunja. Ajah ini chawatir akan akibat2nja dikemudian hari, maka mengambil keputusan untuk mentjingkirkan Ban Teng ketempat lain. Demikianlah Ban Teng, jang pada waktu itu berumur kira2 17 tahun, dikirim ajahnja ke Indonesia untuk tinggal dirumah saudara-misannja (tjinthong), Lo Ban Keng, dikampung Selan, Semarang. Akan tetapi Ban Teng tidak krasan tinggal dirumah saudara-misan itu, karena ia diperlakukan sebagai seorang jang tidak punja guna, jang hanja memberatkan beban-hidup tuan rumah sadja. Maka kembalilah ia ke Tiongkok, sesudah berdiam 7 bulan di Semarang.
|