Pembuat Bongpay jang luar biasa
GANGGUAN jang diderita keluarga Lo dari pihak sementara penduduk2 Tjiobee semakin men-djadi2. Ban Teng bahkan sampai2 takut keluar rumah, karena chawatir dihina, di-edjek dan dipantjing supaya berkelahi, lalu dikerojok. Tekad untuk beladjar silat pada seorang guru jang pandai semakin bulat dan dendam kepada para pengatjau kehidupan keluarganja semakin membakar djiwanja. Untuk mententramkan djiwa Ban Teng dan membikin dia melupakan hasratnja, ajahnya mengawinkannja dengan seorang gadis dari Engteng, Lie Hong Lan. Pada waktu itu Ban Teng berumur kira2 19 tahun. Dari perkimpoian in ia memperoleh seorang puteri jang dinamakannja Lo Lee Hoa. Namun hasrat untuk memahirkan diri dalam ilmu silat tidak pernah lepas daripada pikirannja. Tiap pagi ia berlatih dengan radjin dan kalau bertjakap2 dengan langganan2 jang datang di toko ajahnja, jang dibitjarakannja tak lain dan tak bukan soal ilmu silat se-mata2.
Ketika Ban Teng berumur 23 tahun, ibu dan ajahnja ber-turut2 - dalam djangka waktu tidak terlampau lama meninggal dunia. Untuk sementara nampak Ban Teng menuntut penghidupan tentram dalam bakti terhadap kedua orangtua dan keturunannja. Ia bahkan 'memungut' seorang anak laki2 untuk menjambung turunan Lo dan dinamakan Siauw Eng. Namun dalam sanubarinja masih tetap melekat tekad untuk mempeladjari silat.
Pada suatu hari, dalam sebuah pertjakapan dengan salah seorang langganan tokonja, langganan itu menasihati Ban Teng untuk berlatih melontjat tinggi. Langganan itu mentjeriterakan tentang seorang ahli silat jang sekali mengendjot tubuhnja dapat melontjat naik ke atas genting rumah. Bagaimana tjaranja memahirkan kepandaian itu? Bertanja Ban Teng. Mudah sadja, djawab langganannja. Memakai bakiak2 dari pada batu, mula2 jang ringan timbangannja, semakin lama semakin berat, lalu berlatih melontjat dengan bakiak2 itu. Kalau sudah mahir, bakiak2 dapat dilepaskan dan sekaligus dapat orang melontjat keatas genting.
Ban Teng mendjadi sangat ketarik hati. Ter-gesa2 ia mengundjungi seorang pembuat bongpay (batu kuburan) jang tinggal didekat rumahnja. Kepada pembuat bongpay itu, seorang laki2 jang sudah agak landjut usianja dan bertubuh kurus kering, dipesannja sepasang bakiak batu jang berat2nja kira2 5 kg. Orang tua itu nampak terperandjat. Dipandangnja Ban Teng dari atas sampai ke bawah. Lalu dia bertanja: "Untuk apakah kau memesan bakiak batu itu?"
Ba Teng jang agak pemarah dan tidak suka orang menjampuri urusannja, mendjawab dengan ketus: "Ah, kau tahu apa?!Bakiak2 itu kubutuhkan untuk berladjar melontjat tinggi!"
Mendengar djawaban itu, si tua se-konjong2 tertawa ter-bahak2. Ban Teng mendjadi marah. Baru sadja ia hendak membuka mulut untuk menegurnja, pembuat bongpay itu berkata : "Sungguh tolol!........... Lihatlah orang2 itu jang sedang memikul kotoran" (ia mengundjuk beberapa orang laki2 jang tengah memikul tong2 berat sekali jang kebetulan lewat disitu) "Berat kotoran jang dipikulnja itu djauh melebihi berat bakiak2 batu jang kau pesan. Adakah kaukira bahwa, djika melepaskan pikulan itu, mereka sekaligus dapat terbang keudara?........ Gong gu (Kerbau dungu)!"
Ban Teng mendjadi marah sekali. Dengan tiada banjak tjingtjong ditantangnja orangtua itu untuk berkelahi. Si tua terus tertawa terkekeh2. Lalu dikatakannja kepada Ban Teng : "Mari, turut denganku. Akan kuperlihatkan sesuatu kepadamu."
Didahului orangtua itu, Ban Teng mengikutinja masuk kedalam kamar tidurnja. Ia tidak melihat orang lain dalam rumah itu, sehingga ia mengetahui bahwa si tua itu tinggal seorang diri. Dari bawah tempat tidur pembuat bongpay menjeret keluar seubuah batu besar jang bentuknja seperti selot Tionghoa (tjio-so) dan beratnja kira2 25 kg. Ban Teng mengira, si tua hendak mengudji kekuatannja maka dengan suatu senjuman djumawa diangkatnja tjio-so itu dengan sebelah tangan beberapa kali. Ia merasa telah mempamerkan tenaganja jang luar biasa dihadapan si tua dan ia mengira akan mendapat pudjian. Akan tetapi, sebaiknja, sipembuat bongpay tetap mengedjek. "Apa itu?" bertanja si tua. "Latihan begitu tiada gunanja sama sekali. Apa jang telah kauperlihatkan itu, tidak lebih tidak kurang hanja tenaga mati belaka"
Belum sempat Ban Teng mennjahut, situa mengangkat tjio-so dengan sebelah tangan, lalu dilontarkannja keatas berputar diangkasa jang turun, lalu disanggap pembuat bongpay itu dengan sebelah tangan pula. Djari2 tangannja tepat menjekal pegangan tjio-so jang melintang di-tengah2. Tangannja sedikitpun tidak tergetar.
Mata Ban Teng terbuka lebar2. Ia tidak menjangka.Situa jang bertubuh kurus-kering itu, jang bermula dipandangnja ringan sekali, bertenaga begitu besar. Serentak ia insaf, bahwa ia tengah berhadapan dengan seorang jang berilmu-silat tinggi. Ter-gesa2 ia menghanturkan maaf dan serta-merta minta supaja situa suka menerimanja sebagai murid. Tetapi pembuat bongpay itu menolak dengan tegas.
|