FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Misteri, Horror, Supranatural Yuk baca cerita horor, lihat dan share penampakan mahluk gaib disini. Boleh juga membuka konsultasi ramalan,tarot dan sejenisnya |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() Quote:
![]() SEJARAH JAKA TINGKIR Nama aslinya adalah Mas Kar�b�t, putra Ki Ageng Pengging. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Babad Tanah Jawi selanjutnya mengisahkan, Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibu kota Demak. Di sana ia tinggal di rumah Kyai Gandamustaka (saudara Nyi Ageng Tingkir) yang menjadi perawat Masjid Demak berpangkat lurah ganjur. Jaka Tingkir pandai menarik simpati Sultan Trenggana sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama. Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak. Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru (saudara seperguruan ayahnya). Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil. Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan. Saat itu Sultan Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang sudah diberi mantra. Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan Sultan di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya. Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Sultan Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama. Kisah dalam naskah-naskah babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak, dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati Sultan kembali. Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah Jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai bupati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana. Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, putranya yang bergelar Sunan Prawoto naik takhta, tapi kemudian tewas dibunuh Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Kalinyamat, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Jepara. Kemudian Arya Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang, tapi gagal. Justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Penangsang. Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak Adiwijaya agar menumpas Arya Penangsang karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan adipati Jipang tersebut. Adiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan Mataram sebagai hadiah. Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga menewaskan Arya Penangsang di tepi Bengawan Sore. Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Ratu Kalinyamat menyerahkan takhta Demak kepada Adiwijaya. Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Adiwijaya sebagai sultan pertama. Sultan Adiwijaya juga mengangkat rekan-rekan seperjuangannya dalam pemerintahan. Mas Manca dijadikan patih bergelar Patih Mancanegara, sedangkan Mas Wila dan Ki Wuragil dijadikan menteri berpangkat ngabehi. Sesuai perjanjian sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan bergelar Ki Ageng Pati. Sementara itu, Ki Ageng Pemanahan masih menunggu karena seolah-olah Sultan Adiwijaya menunda penyerahan tanah Mataram. Sampai tahun 1556, tanah Mataram masih ditahan Adiwijaya. Ki Ageng Pemanahan segan untuk meminta. Sunan Kalijaga selaku guru tampil sebagai penengah kedua muridnya itu. Ternyata, alasan penundaan hadiah adalah dikarenakan rasa cemas Adiwijaya ketika mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir sebuah kerajaan yang mampu mengalahkan kebesaran Pajang. Ramalan itu didengarnya saat ia dilantik menjadi sultan usai kematian Arya Penangsang. Sunan Kalijaga meminta Adiwijaya agar menepati janji karena sebagai raja ia adalah panutan rakyat. Sebaliknya, Ki Ageng Pemanahan juga diwajibkan bersumpah setia kepada Pajang. Ki Ageng bersedia. Maka, Adiwijaya pun rela menyerahkan tanah Mataram pada kakak angkatnya itu. Tanah Mataram adalah bekas kerajaan kuno, bernama Kerajaan Mataram yang saat itu sudah tertutup hutan bernama Alas Mentaok. Ki Ageng Pemanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, membuka hutan tersebut menjadi desa Mataram. Meskipun hanya sebuah desa namun bersifat perdikan atau sima swatantra. Ki Ageng Pemanahan yang kemudian bergelar Ki Ageng Mataram, hanya diwajibkan menghadap ke Pajang secara rutin sebagai bukti kesetiaan tanpa harus membayar pajak dan upeti. Saat naik takhta, kekuasaan Adiwijaya hanya mencakup wilayah Jawa Tengah saja, karena sepeninggal Sultan Trenggana, banyak daerah bawahan Demak yang melepaskan diri. Negeri-negeri di Jawa Timur yang tergabung dalam Persekutuan Adipati Bang Wetan saat itu dipimpin oleh Panji Wiryakrama bupati Surabaya. Persekutuan adipati tersebut sedang menghadapi ancaman invansi dari berbagai penjuru, yaitu Pajang, Madura, dan Blambangan. Pada tahun 1568 Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton menjadi mediator pertemuan antara Sultan Adiwijaya dengan para adipati Bang Wetan. Sunan Prapen berhasil meyakinkan para adipati sehingga mereka bersedia mengakui kedaulatan Kesultanan Pajang di atas negeri yang mereka pimpin. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama diambil sebagai menantu Adiwijaya. Selain itu, Adiwijaya juga berhasil menundukkan Madura setelah penguasa pulau itu yang bernama Raden Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur Arosbaya menjadi menantunya. Dalam pertemuan tahun 1568 itu, Sunan Prapen untuk pertama kalinya berjumpa dengan Ki Ageng Pemanahan dan untuk kedua kalinya meramalkan bahwa Pajang akan ditaklukkan Mataram melalui keturunan Ki Ageng tersebut. Mendengar ramalan tersebut, Adiwijaya tidak lagi merasa cemas karena ia menyerahkan semuanya pada kehendak takdir Sutawijaya adalah putra Ki Ageng Pemanahan yang juga menjadi anak angkat Sultan Adiwijaya. Sepeninggal ayahnya tahun 1575, Sutawijaya menjadi penguasa baru di Mataram, dan diberi hak untuk tidak menghadap selama setahun penuh. Waktu setahun berlalu dan Sutawijaya tidak datang menghadap. Adiwijaya mengirim Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil untuk menanyakan kesetiaan Mataram. Mereka menemukan Sutawijaya bersikap kurang sopan dan terkesan ingin memberontak. Namun kedua pejabat senior itu pandai menenangkan hati Adiwijaya melalui laporan mereka yang disampaikan secara halus. Tahun demi tahun berlalu. Adiwijaya mendengar kemajuan Mataram semakin pesat. Ia pun kembali mengirim utusan untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya. Kali ini yang berangkat adalah Pangeran Benawa (putra mahkota), Arya Pamalad (menantu yang menjadi adipati Tuban), serta Patih Mancanegara. Ketiganya dijamu dengan pesta oleh Sutawijaya. Di tengah keramaian pesta, putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga membunuh seorang prajurit Tuban yang didesak Arya Pamalad. Arya Pamalad sendiri sejak awal kurang suka dengan Sutawijaya sekeluarga. Maka sesampainya di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, sedangkan Pangeran Benawa menjelaskan kalau peristiwa pembunuhan tersebut hanya kecelakaan saja. Sultan Adiwijaya menerima kedua laporan itu dan berusaha menahan diri. Pada tahun 1582 seorang keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang, bernama Raden Pabelan dihukum mati karena berani menyusup ke dalam keputrian menemui Ratu Sekar Kedaton (putri bungsu Adiwijaya). Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang karena diduga ikut membantu anaknya. Ibu Raden Pabelan yang merupakan adik perempuan Sutawijaya meminta bantuan ke Mataram. Sutawijaya pun mengirim utusan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya ke Semarang. Perbuatan Sutawijaya itu menjadi alasan Sultan Adiwijaya untuk menyerang Mataram. Perang antara kedua pihak pun meletus. Pasukan Pajang bermarkas di Prambanan dengan jumlah lebih banyak, namun menderita kekalahan. Adiwijaya semakin tergoncang mendengar Gunung Merapi tiba-tiba meletus dan laharnya ikut menerjang pasukan Pajang yang berperang dekat gunung tersebut. Adiwijaya menarik pasukannya mundur. Dalam perjalanan pulang, ia singgah ke makam Sunan Tembayat namun tidak mampu membuka pintu gerbangnya. Hal itu dianggapnya sebagai firasat kalau ajalnya segera tiba. Adiwijaya melanjutkan perjalanan pulang. Di tengah jalan ia jatuh dari punggung gajah tunggangannya, sehingga harus diusung dengan tandu. Sesampai di Pajang, datang makhluk halus anak buah Sutawijaya bernama Ki Juru Taman memukul dada Adiwijaya, membuat sakitnya bertambah parah. Adiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Adiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua. Adiwijaya alias Jaka Tingkir akhirnya meninggal dunia tahun 1582 tersebut. Ia dimakamkan di desa Butuh, yaitu kampung halaman ibu kandungnya. Sultan Adiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan Arya Pangiri bupati Demak. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus (pengganti Sunan Kudus) untuk menjadi raja. Pangeran Benawa sang putra mahkota disingkirkan menjadi bupati Jipang. Arya Pangiri pun menjadi raja baru di Pajang, bergelar Sultan Ngawantipura. |
#2
|
||||
|
||||
![]()
..........
Quote:
|
#3
|
||||
|
||||
![]()
Sayyidina Abdurrohman (Jaka Tingkir), salah satu garis keturunannya...
**Sayyidina Abdul Halim (P. Benawa), ** Sayyidina Abdurrohman (P. Samhud Bagda), ** Sayyidina Abdul Halim, ** Sayyidina Abdul Wahid, ** Sayyidina Abu Sarwan. ** Sayyidina KH. As�ari, ** Sayyidina KH. Hasyim As�ari ** Sayyidina KH. Abdul Wahid Hasyim **KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). |
#4
|
||||
|
||||
![]()
Jika tidak salah, ibunda dari Sultan Agung adalah salah satu keturunan Sultan Hadiwijaya aka Joko Tingkir. Karena tradisi Jawa yang tidak menganut sistem patrilineal murni seperti di China (menganut sistem patrilineal murni dengan nama marga/she dari pihak ayah saja). Jadi leluhur dari garis ibu juga tetap diakui kok.
Sementara Sultan Agung merupakan leluhur yang menurunkan raja-raja jawa dari 4 kraton (Paku Buwono, Hamengku Buwono, Mangkunegoro, Paku Alam). Dengan demikian, keturunan Sultan Hadiwijaya di masa sekarang cukup banyak. |
#5
|
||||
|
||||
![]()
Pada saat itu ada kerajaan baru Pajang - Pengging yg dipimpin oleh Prabu Pancadriya / Anglingdriya bergelar Prabu Dayaningrat, karena dia merupakan Kerajaan baru maka sang Prabu beserta patih, dan pasukan "Sowan" ke Majapahit, untuk menyatakan kesetiaan pada Prabu Brawijaya III, dihadiahi sebuah keris Pusaka sebagai tanda kesetiaan. Sang Prabu sangat suka hatinya, lalu menikahkan salah satu putrinya yang bernama Dewi Kencana Wulan / Kencanawati.
Sayangnya ketika melahirkan seorang putri, Sang permaisuri meningal. Putri yang ditinggalkannya itu diberi nama Asmayawati atau Dewi Asmaya Sekar. Sang Prabu yang telah ditinggalkan menjadi patah semangat, dan menajdi benci Majapahit, hal ini membuat murka Baginda Brawijaya, dg balatentara yg kuat mereka menyerang Kerajaan Pajang - Pengging. mengetahui hal itu Prabu Pancaindra dan Putrinya yg masih bayi tak mau melawan, mereka pergi meninggalkan kerajaan, bertapa digunung dg nama Ki Juru. Majapahit menang tanpa tetes darah sedikitpun, patih, pasukan dan harta benda kerajaan dibawa ke Majapahit. Putri Asmayawati tumbuh menjadi Putri yang cantik Jelita, dan menjadi kembang di hutan dan perkampungan di gunung. Suati hari di mandi di sungai dihutan, tanpa ia sadari disungai itu terdapat Siluman Buaya Putih yang mengawasinya, Raja Buaya putih itupun jatuh cinta, lalu menjelma menjadi Seorang Pemuda tampan, sehingga merekapun memadu kasih, dan dinikahkan oleh Ki Juru. Setelah menikah baru ketahuan bahawa sang pemuda tampan itu ternyata adalah Raja Buaya Putih, yang menguasai Buaya2 disungai. Dari pernikahan itu sang putri melahirkan seorang Bayi Lelaki yang tampan, dia diberi nama Jaka Sengara. Jaka Sengara seperti ayahnya tumbuh menjadi Lelaki yang sakti. Jaka Sengara diperintahkan Kakeknya Ki Juru untuk mengabdi ke Majapahit, pada saat itu Raja Majapahit telah dipegang Oleh Prabu Pandanalas/Brawijaya IV, dan saat itu pula salah satu Putrinya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Raja Blambangan yang sakti Yakni Menak Jinggo Menak Dali Putih. Sudah banyak orang2 sakti yg mencoba menolongnya namun semua dapat dikalahkan. Jaka Sengara diperintahkan sang Prabu untuk menolong, dengan kesaktiannyalah Jaka Sengara dapat mengalahkan Menak Jinggo dan membawa pulang Putri Retno ke Majapahit, sang Prabu sangat senang lalu menikahkan Putri Retno Ayu Pembayun dengan Jaka Sengara, lalu Jaka Sengara diberikan Kerajaan Pajang-pengging yg lama itu untuk didirikan lagi, dengan Gelar Prabu Dayaningrat II. Prabu Dayaningrat melahirkan dua orang Putra, yg pertama R. Kebo Kanigara dia menjadi Pertapa di Gunung Merapi, yg kedua R. Kebo Kenanga. Sedangkan Jaka Sengara / Prabu Dayaningrat II gugur dalam Perang Majapahit dan Demak. R. Kebo Kenanga memeluk agama islam, yg belajar dari Guru sekaligus sahabatnya Seh Siti Jenar, Dia sibuk memeplajari islam sehingga tidak menghiraukan kerajaannya, sehingga terbengkalai, yg lambat laun kerajaan itu hilang, karena semua patih dan pasukan beprncar mencari hidup masing2 apalgi setelah Jaka Sengara gugur. Kerajaan Pajang-pengging hilang berganti kabupaten Pengging dengan agama islam yg kuat. R kebo Kenangapun terkenal dengan nama KI Ageng Pengging. seterusnya cerita selanjutnya telah dipaparkan oleh teman2 kaskuser diatas.... begitulah seklumit sejarah kakek buyut Jaka Tingkir, yang mewariskan salah satu ilmu penakluk Buaya2 dari kakek buyutnya yg merupakan Raja Buaya Putih. |
#6
|
||||
|
||||
![]()
Pada saat itu ada kerajaan baru Pajang - Pengging yg dipimpin oleh Prabu Pancadriya / Anglingdriya bergelar Prabu Dayaningrat, karena dia merupakan Kerajaan baru maka sang Prabu beserta patih, dan pasukan "Sowan" ke Majapahit, untuk menyatakan kesetiaan pada Prabu Brawijaya III, dihadiahi sebuah keris Pusaka sebagai tanda kesetiaan. Sang Prabu sangat suka hatinya, lalu menikahkan salah satu putrinya yang bernama Dewi Kencana Wulan / Kencanawati.
Sayangnya ketika melahirkan seorang putri, Sang permaisuri meningal. Putri yang ditinggalkannya itu diberi nama Asmayawati atau Dewi Asmaya Sekar. Sang Prabu yang telah ditinggalkan menjadi patah semangat, dan menajdi benci Majapahit, hal ini membuat murka Baginda Brawijaya, dg balatentara yg kuat mereka menyerang Kerajaan Pajang - Pengging. mengetahui hal itu Prabu Pancaindra dan Putrinya yg masih bayi tak mau melawan, mereka pergi meninggalkan kerajaan, bertapa digunung dg nama Ki Juru. Majapahit menang tanpa tetes darah sedikitpun, patih, pasukan dan harta benda kerajaan dibawa ke Majapahit. Putri Asmayawati tumbuh menjadi Putri yang cantik Jelita, dan menjadi kembang di hutan dan perkampungan di gunung. Suati hari di mandi di sungai dihutan, tanpa ia sadari disungai itu terdapat Siluman Buaya Putih yang mengawasinya, Raja Buaya putih itupun jatuh cinta, lalu menjelma menjadi Seorang Pemuda tampan, sehingga merekapun memadu kasih, dan dinikahkan oleh Ki Juru. Setelah menikah baru ketahuan bahawa sang pemuda tampan itu ternyata adalah Raja Buaya Putih, yang menguasai Buaya2 disungai. Dari pernikahan itu sang putri melahirkan seorang Bayi Lelaki yang tampan, dia diberi nama Jaka Sengara. Jaka Sengara seperti ayahnya tumbuh menjadi Lelaki yang sakti. Jaka Sengara diperintahkan Kakeknya Ki Juru untuk mengabdi ke Majapahit, pada saat itu Raja Majapahit telah dipegang Oleh Prabu Pandanalas / Brawijaya IV, dan saat itu pula salah satu Putrinya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Raja Blambangan yang sakti Yakni Menak Jinggo Menak Dali Putih. Sudah banyak orang2 sakti yg mencoba menolongnya namun semua dapat dikalahkan. Jaka Sengara diperintahkan sang Prabu untuk menolong, dengan kesaktiannyalah Jaka Sengara dapat mengalahkan Menak Jinggo dan membawa pulang Putri Retno ke Majapahit, sang Prabu sangat senang lalu menikahkan Putri Retno Ayu Pembayun dengan Jaka Sengara, lalu Jaka Sengara diberikan Kerajaan Pajang-pengging yg lama itu untuk didirikan lagi, dengan Gelar Prabu Dayaningrat II. Prabu Dayaningrat melahirkan dua orang Putra, yg pertama R. Kebo Kanigara dia menjadi Pertapa di Gunung Merapi, yg kedua R. Kebo Kenanga. Sedangkan Jaka Sengara / Prabu Dayaningrat II gugur dalam Perang Majapahit dan Demak. R. Kebo Kenanga memeluk agama islam, yg belajar dari Guru sekaligus sahabatnya Seh Siti Jenar, Dia sibuk memeplajari islam sehingga tidak menghiraukan kerajaannya, sehingga terbengkalai, yg lambat laun kerajaan itu hilang, karena semua patih dan pasukan beprncar mencari hidup masing2 apalgi setelah Jaka Sengara gugur. Kerajaan Pajang-pengging hilang berganti kabupaten Pengging dengan agama islam yg kuat. R kebo Kenangapun terkenal dengan nama KI Ageng Pengging. begitulah seklumit sejarah kakek buyut Jaka Tingkir, yang mewariskan salah satu ilmu penakluk Buaya2 dari kakek buyutnya yg merupakan Raja Buaya Putih. O ya satu lagi...Jaka Tingkir mempunya sorang putra bernama Pangeran Benawa. Putri dari Pangeran Benawa, yg bernama Dyah Banowati dinikahkan pada anak Pnembahan Senopati yaitu MAs Jolang, dan melahirkan anak yang bernama Mas Rangsang, nanti Mas Rangsang inilah yang menjadikan Mataram terkenal dengan menguasai seluruh Jawa dan Menyerang VOC, mas Rangsang lebih dikenal dengan nama Sultan Agung. Jadi disini keturunan Jaka Tingkir tetap ikut dalam keturunan Mataram, sampe sekarang... |
#7
|
||||
|
||||
![]()
O ya...dimasa pemerintahan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, beliau memadukan kedua ajaran yg dulu bertentangan, yaitu ajaran syeh Siti Jenar (dari ayahnya dan syeh siti Jenar sendiri =Islam Abangan, dengan ajaran Para wali, yaitu Sunan Kalijaga yg merupakan guru Jaka tingkir =Islam Putih)
kedua ajaran itu dijadi satu, maka muncullah Islam Kejawen....yang percampuran antara islam murni dengan kebudayaan Jawa. Islam Kejawen masih berkembang sampe sekarang, dan itu pasti berada di daerah Jawa pedalaman, Kalo di pesisir utara, jarang ada yg menganut kejawen, karena emang disanalah ajaran Para Wali tertanam kuat.... |
#8
|
||||
|
||||
![]()
Salah Satu Guru Joko Tingkir :
Nyumbang dikit lagi ah. Salah satu guru Joko Tingkir sebelum menjadi Sultan Pajang adalah Ki Ageng Majasto. Ki Ageng Majasto adalah salah satu trah / keturunan Brawijaya Pamungkas. Konon kabarnya, ki ageng ini yang menyuruh Joko Tingkir mengambil segenggam tanah di Majasto untuk dimasukkan ke telinga seekor kerbau di Demak. Segenggam tanah dari Majasto yang telah di-'isi' oleh Ki Ageng Majasto menyebabkan kerbau menjadi gila dan mengamuk di kota praja Demak. Makam ki ageng terletak di Desa Majasto, kecamatan Tawangsari, kabupaten Sukoharjo. Di lokasi makam terdapat "Cepuri Lemah Dagan" yaitu areal tanah pekarangan yang tanahnya pernah diambil Joko Tingkir untuk membuat kerbau mengamuk di Demak. CMIIW |
#9
|
||||
|
||||
![]()
mbahe raja2 Jawa nih gan
![]() |
#10
|
||||
|
||||
![]()
wow gus dur keturunan joko tingkir ya ndan
|
![]() |
Thread Tools | |
|
|