Login to Website

Login dengan Facebook

 

Post Reply
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Buddha
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,075
Rep Power: 16
Buddha mempunyai hidup yang Normal
Default Percakapan Dengan Seorang Kakek Tua

Percakapan Dengan Seorang Kakek Tua
Oleh: Lama Gungtang Konchog Dronme



Sujud kepada Hyang Buddha
Yang telah melenyapkan benih-benih samsara
Yang telah terbebas dari penderitaan
Dari kelahiran, sakit, usia tua dan kematian
Semoga ini bisa menginspirasi kami untuk memutuskan
Rantai pengembaraan di alam-alam samsara

Suatu ketika ada seorang umat awam yang lanjut usia
Bertemu pemuda yang bangga akan kemudaan dan kekuatannya
Dan demikian percakapan ini terjadi di antara mereka

"Hai pak tua, mengapa kau bertingkah,
terlihat dan bicara dengan cara yang tidak pernah kulihat sebelumnya
Apakah gerangan yang menjangkitimu?"

Terhadapnya kakek tua tersebut menjawab,
"Wahai anak muda, yang melambung penuh kesombongan
Yang masih memiliki tubuh yang sehat dan bugar
Dengarkan nasihatku, bertahun-tahun silam

Aku bahkan jauh lebih sehat dan bugar dari dirimu
Dalam berlari aku bagaikan seekor kuda
Dan saat aku ingin mendapatkan buruan
Dengan tangan kosong, yak liar dari Utara dapat kutangkap
Langkahku sangatlah ringan, bagai burung di udara
Dan wajahku sangat tampan, laksana seorang dewa
Aku mengenakan busana-busana yang indah
Menghiasi diriku dengan perhiasan-perhiasan
Makan makanan yang lezat-lezat
Dan sangat pandai berkuda dan berpetualang
Tidak ada permainan yang tidak kulakukan

Tiada kesenangan yang tidak kuketahui
Bahkan tidak terpikirkan olehku akan kematian
Atau akan datangnya usia tua ini
Hiruk pikuk sahabat-sahabat dan handai taulan yang menemaniku
Senantiasa mengalihkan perhatianku
Dan membuatku melupakan segalanya
Namun diam-diam kini usia tua
Perlahan merayapi diriku

Awalnya tiada aku memperhatikan
Dan ketika aku tersadar, semua sudah terlambat
Sekarang ketika aku melihat ke cermin
Aku tidak percaya dengan yang kulihat

Ketika seseorang menerima inisiasi Air
pertama-tama menyentuh kepalanya
Dan kemudian turun melalui tubuhnya
Kematian datang dengan cara yang sama:
Mahkota kepalanya pertama-tama jadi memutih
Dan kemudian tanda-tanda lainnya menyusul
Rambutku kini menjadi putih seperti cangkang kerang
Bukanlah atas kehendakku untuk mewarnainya demikian
Melainkan Sang Raja Kematian telah meludahiku
Dan ludahnya kini membeku menutupi kepalaku
Banyaknya garis dan keriput di wajahku
Bukanlah lipatan gemuk dari seorang bayi
Melainkan jumlah waktu yang telah dilalui
Yang digoreskan oleh Sang Waktu
Kejapan mata yang sering kulakukan
Bukanlah disebabkan oleh asap yang masuk ke mataku
Melainkan akibat kekuatan penglihatanku kini berkurang
Dan aku harus mengejap agar bisa melihat dengan jelas

Ketika aku mencondongkan tubuhku seperti ini
Dan menyendengkan telingaku untuk mendengar
Bukanlah bertujuan agar kau membisikkan kepadaku
Semacam pesan rahasia atau sejenisnya
Melainkan akibat semua suara seolah meredup
Dan aku harus melakukannya agar bisa mendengar
Cairan yang menetes tanpa terkendali dari hidungku
Bukanlah untaian mutiara pada wajahku
Melainkan merupakan tanda mencairnya es masa mudaku
Yang meleleh akibat terik mentari usia tua
Gigi-gigiku yang mulai bertanggalan
Bukanlah akibat akan tumbuhnya gigi-gigi baru
Melainkan akibat makanan dari kehidupan ini telah habis ditelan
Maka alat pengunyahnya disingkirkan oleh Raja Kematian
Air liurku terus keluar menyebabkan aku harus meludah
Bukan karena aku ingin membersihkan tanah dengannya
Melainkan karena semua yang tadinya kunikmati
Sekarang malah membuatku muak
Dan liurku menjadi berjatuhan karenanya

Kalimat-kalimatku yang kurang jelas
Bukanlah dialek bahasa dari negeri asing
Melainkan akibat banyaknya pembicaraan sia-sia
Yang telah kulakukan tanpa akhir sedari muda
Maka kini lidahku menjadi lelah dan usang

Wajah buruk seperti kera yang kau lihat ini
Bukanlah sebuah topeng yang sedang kukenakan
Melainkan akibat topeng-kemudaan yang kupinjam dulu
Telah diambil lagi dan kini hanya tulang-tulang
Dari kematian, terbungkus kulit yang tersisa
Gelengan-gelengan kepalaku ini
Bukanlah tanda penolakkanku
Melainkan Raja Kematian telah memukulku dengan gadanya
Dan sejak itu, kepalaku menjadi tidak stabil

Cara berjalanku kini yang kau saksikan
Dengan pandangan yang terpaku pada jalanan
Bukanlah untuk mencari jarum yang jatuh
Melainkan permata kemudaanku yang telah jatuh
Kini aku berjalan dengan linglung
Bahkan namaku sendiri kadang terlupakan

Caraku untuk berdiri dengan menggunakan seluruh tangan-kakiku
Bukanlah maksudku untuk meniru hewan berkaki empat
Melainkan akibat kaki-kakiku sendiri
Sudah tidak lagi kuat menunjangku
Maka kini aku harus mengandalkan
Semua tangan dan kakiku untuk bergerak

Caraku menjatuhkan badan saat akan duduk
Bukanlah suatu sikapku yang tanpa sopan-santun
Melainkan benang-benang kebahagiaanku sudah putus
Dan kawat-kawat kemudaanku sudah dipotong
Maka kini aku tidak bisa lagi bergerak dengan lincah

Ketika sedang berjalan perlahan-lahan
Bukanlah untuk memperlihatkan kalau aku seorang pejabat tinggi
Melainkan beban usia tua yang begitu berat
Telah jatuh kepadaku, maka kini aku tertatih-tatih

Tangan-tanganku yang kini gemetaran
Bukan karena aku sedang tegang menyambut sesuatu
Melainkan karena Kematian sedang mengawasiku, menunggu
Untuk merampas perhiasan kehidupan dari tanganku
Karenanya aku gemetaran ketakutan

Makanan dan minumanku yang sedikit
Bukanlah karena aku pelit atau kikir
Melainkan kekuatan pencernaanku kini sudah berkurang
Dan aku takut akan kematian akibat makan berlebih


Pakaian tipis yang kini kukenakan
Bukanlah dimaksudkan untuk pesta kostum
Melainkan kekuatan tubuhku sudah sangat berkurang
Bahkan pakaian saja menjadi beban bagiku

Nafasku yang menjadi demikian berat
Bukanlah karena aku sedang menolong orang
Dengan meniupkan mantra penyembuhan
Melainkan merupakan pertanda bahwa dengan segera
Nafas kehidupanku akan menguap ke angkasa

Cara-cara bergerakku yang terbata-bata
Bukanlah karena aku sedang mengendalikan tubuhku
Melainkan karena Dewa Kematian telah meringkusku
Dan kini aku tidak lagi bisa bergerak sekehendakku

Aku menjadi pikun, mudah melupakan banyak hal
Bukanlah karena aku mudah melupakan orang lain
Melainkan karena otakku sendiri kini menjadi usang
Ingatan dan kepandaianku pun kini turut meredup

Tak perlu mengejek atau menghinaku kini
Karena semua akan mengalami usia tua
Dalam beberapa tahun ke depan
Para utusan kematian akan menghampirimu

Kata-kataku kini belumlah bisa meyakinkan dirimu
Namun dengan segera, keadaanku kini akan kau alami
Apalagi kini usia manusia tidaklah panjang
Dan kau sama sekali tidak memiliki jaminan
Untuk bisa mengalami tahun-tahun yang sama banyaknya dengan diriku




Bahkan bila kau dapat melampaui usiaku pun
Tidak ada jaminan kalau kau akan masih bias
Memiliki kemampuan untuk bergerak, bicara ataupun berpikir
Seperti yang dilakukan kakek lemah ini dihadapanmu

Si pemuda menjadi sangat terkejut dan berseru merana:
Oh betapa menyedihkan menjadi sepertimu
Disingkirkan orang-orang dan diperlakukan bagai anjing
Tubuhmu menjadi demikian buruk dan rusak
Lebih baik kematian menjemputku sekarang
Daripada tetap hidup dan menjadi sepertimu

Si kakek tua tersenyum dan berkata:
Kau berharap agar bisa muda selamanya
Dan tidak berharap akan menjadi tua
Bahkan kau lebih berharap mati daripada menjadi tua
Namun ketika kematian menghampirimu
Kau akan menyadari bahwa sangatlah tidak mudah
Untuk bisa menghadapi kematian dengan penuh percaya diri dan kepasrahan
Bila seseorang tidak pernah menyakiti yang lain
Selalu menjaga dan melaksanakan sila-silanya
Dan mengikuti ketiga praktek
Dari belajar, konsentrasi dan meditasi
Mungkin akan lebih mudah untuk mati dengan bahagia
Namun pikiranku bahkan sama sekali tidak pernah
Merenungkan akan manfaat-manfaat spiritual
Meski tubuhku kian bertambah rapuh
Maka sekarang aku menghargai sepenuhnya hari-hari terakhirku
Sebagai kesempatan untuk mempraktekkan Dharma
Dan berharap tidak mati dengan segera

Setelah kakek tua tersebut berbicara demikian
Pikiran si pemuda dipenuhi perubahan
"Ya, benar sekali perkataanmu orang tua
Apa yang telah kusaksikan dengan mataku sendiri
Dan apa yang telah kudengar dengan telingaku
Telah meyakinkan diriku atas apa yang kau katakana
Petuahmu telah menggerakkan hatiku
Penderitaan usia tua demikian hebat
Kau sudah tua dan lebih memiliki pengalaman
Jadi katakanlah, apakah ada jalan keluar
Yang bisa untuk mengatasi penderitaan ini?"

Si kakek tua kembali tersenyum
"Ya, memang ada jalan keluar yang demikian
Dan tidaklah sulit untuk dijalani
Semua yang terlahir akan mengalami kematian
Bahkan tidak banyak yang bisa hidup sampai hari tua
Untuk hidup terus dan tidak mati
Akan membutuhkan nektar keabadian
Yang pasti akan mustahil dicari"

Semua makhluk hebat yang pernah ada telah mati:
Para buddha, bodhisattva, siddha dan juga raja-raja
Orang-orang yang baik, juga yang jahat
Semua akan menghadapi kematian satu hari nanti
Lalu apa bedanya dengan dirimu wahai anak muda?

Namun demikian, apabila seseorang mau mempraktekkan Dharma
Pikiran akan dipenuhi kebahagiaan, tidak peduli usianya
Maka ketika kematian datang, seseorang akan seperti anak kecil
Yang dengan bahagia pulang ke rumahnya
Bahkan Hyang Buddha pun tidak membabarkan
Jalan lain selain ini



Demikian ini adalah nasihatku yang terdalam
Dari lubuk hatiku dan bukan hanya dari mulutku:
Nasibmu berada di tanganmu sendiri
Dan selanjutnya kau harus mengikuti kata hatimu

Terhadap ini si pemuda menjawab:
"Demikian benar adanya nasihatmu, tetapi
Sebelum mengabdikan diriku kepada Ajaran
Ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan
Seperti kebutuhan keluargaku, juga rumah dan hartaku
Bila semua ini sudah terselesaikan
Aku akan segera kembali dan berbincang denganmu lagi"

Si kakek tua menggerutu:
"Pemikiranmu sama sekali tidak beralasan
Sebelumnya aku pun juga hidup dengan pikiran seperti itu
Selalu berkata akan melatih diri dengan segera
Urusan-urusan itu seperti janggut
Tidak peduli berapa seringnya kau bercukur
Malah akan tumbuh semakin lebat
Bagiku, tahun-tahun telah berlalu demikian
Namun urusan tak pernah berakhir
Mengulur-ulur waktu merupakan tindakan menipu diri sendiri
"Kalau maksudmu adalah untuk mengulur-ulur waktu selamanya
Kau tidak akan punya harapan untuk pencapaian apapun
Dan percakapan kita ini sungguh hanya sia-sia belaka
Sebaiknya sekarang kau pulang saja ke rumahmu,
lakukan yang kau mau!
Dan biarkan aku, orang tua ini,
bisa bermeditasi dengan tenang





Si pemuda menjadi terkejut dan berkata:
"Pak tua, janganlah begitu keras kepadaku
Sungguh tidak mungkin bagiku untuk dengan mudah
Meninggalkan semua yang telah kuupayakan"

Menanggapinya, si kakek tua menjawab
"Memang benar, sekarang kau bisa berkata demikian
Namun sang Raja Kematian yang berdiam di Selatan
Tidak akan peduli dengan semua rencana yang kau buat
Sebaiknya kau bicara saja dengannya dan merayunya nanti
Bila dia sudah datang untuk menjemputmu
Dia tidak akan bertanya apakah kau tua atau muda
Berkedudukan atau tidak, kaya atau miskin, siap atau tidak"
Semua dipaksa untuk pergi sendiri
Meninggalkan semua urusan yang tidak terselesaikan
Benang kehidupan dengan segera terpotong
Seperti tali yang putus akibat beban yang berat
Tidak ada waktu untuk merencanakan apapun
Dan untuk mati tanpa praktek spiritual
Adalah kematian yang sungguh menyedihkan
Saat demikian baru semua pemikiran seseorang akan berubah
Tertuju pada betapa pentingnya praktek meski sebentar saja
Bukankah jauh lebih berguna
Untuk berubah pikiran sedari sekarang
Sementara waktu untuk melatih diri masih ada
Namun nasihat yang berguna sangatlah jarang
Terlebih lagi yang menjalankannya, jauh lebih jarang

Saat ini si pemuda menjadi sangat tersentuh
Dengan bersujud kepada si kakek tua, dia berkata
"Bukannya seorang guru besar yang bertahta indah
Juga bukan seorang sarjana geshe ataupun yogi
Yang pernah memberi ajaran yang demikian dalam kepadaku
"Orang tua, kau sungguh sahabat spiritual sejati
Dan aku akan mengikuti nasihatmu
Kumohon berilah petunjuk kepadaku lagi

Si kakek tua menjawab:
"Aku sudah lama hidup di bumi ini
Dan juga telah banyak menyaksikan
Tiada yang lebih sulit dimengerti
Daripada dasar-dasar jalan spiritual
Jalan yang menghasilkan makhluk-makhluk agung
Pembebasan dan Pencerahan yang tertinggi"

Tidaklah mudah untuk mencapai pengalaman
Dari kebenaran yang diajarkan oleh para Buddha
Dan terlebih sulit lagi untuk melakukannya di usia tua
Maka masa muda merupakan waktu untuk belajar
Dan membiasakan diri dengan ajaran-ajaran
Maka ketika seseorang menjadi tua seiring waktu
Akan menjadi lebih mudah untuk mempraktekkannya
Bila seseorang benar-benar mengerti
Bahkan sebagian kecil dari ajaran-ajaran
Semua perbuatannya akan membawa manfaat
Tidak perlu untuk menjadi seorang yang pandai
Apabila pengalaman spiritual telah berkembang
Semua tindakan dari tubuh, ucapan dan pikiran
Akan berdasar pada jalan spiritual
Akar dari praktek Dharma adalah
Untuk bersandar pada seorang guru spiritual
Dan untuk menjalankan ajaran-ajarannya
Seperti seseorang yang menjaga matanya sendiri
Berpalinglah dari kegiatan duniawi
Dengan melakukan belajar, perenungan dan meditasi
Terhadap semua inti ajaran yang bermanfaat
Dari Hyang Buddha dan juga Lama Tsongkhapa





Dengan menempatkan diri demikian
Sementara mempraktekkan sebagai tumpuan
Metoda-metoda mengumpulkan pahala
Dan membersihkan pikiran dari karma buruk
Penerangan akan muncul di tanganmu sendiri
Maka puteraku, kau akan merealisasi kebahagiaan
Dan semua harapanmu akan terpenuhi

Demikian percakapan ini terjadi
Dan keduanya menjadi sahabat spiritual
Mereka tinggal bersama di dalam penyunyian
Bebas dari delapan faktor duniawi
Sepenuhnya mengabdi dalam praktek meditasi

Demikian selesai sudah kisahku tentang seorang kakek tua
Dan seorang pemuda, yang bertemu suatu ketika
Dan percakapan yang terjadi di antara mereka
Kutulis ini demi memberikan inspirasi kepada
Diriku sendiri dan orang lain dalam mempraktekkan Dharma
Aku si penulis, Konchog Tenpai Dronme
Tidaklah berpengalaman dalam hidup
Namun setelah berpikir demi kebaikan generasi yang akan datang
Percakapan ini telah kutuliskan
Semoga manfaat akan bersemi di dalam hati umat manusia
Demikian cerita tentang ketidak-kekalan ini
Bukanlah hasil karanganku belaka
Melainkan memiliki dasar inspirasi yang kuat
Dari "Empat Ratus Stanza" (catuhsataka-sastra)
Oleh Guru Aryadeva

Mangalam!

Sponsored Links
Space available
Post Reply

« Previous Thread | Next Thread »
Thread Tools



Switch to Mobile Mode

no new posts