Jakarta - Dibanding tahun-tahun sebelumnya, anggaran pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama melonjak drastis pada 2011 dan 2012. Kementerian Agama punya alasan sendiri mengapa anggaran pengadaan Al-Quran ditambah hingga puluhan miliar rupiah.
�Karena kebutuhan Al-Quran tinggi. Yang dicetak oleh Kementerian tidak pernah mencukupi kebutuhan,� kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Abdul Djamil saat ditemui pada Senin, 2 Juli 2012.
Djamil menjelaskan, warga Indonesia setidaknya membutuhkan dua juta eksemplar Al-Quran tiap tahun. Angka tersebut dipatok berdasarkan rata-rata jumlah pengantin baru per tahun. Kementerian mengasumsikan setiap keluarga yang baru terbentuk membutuhkan satu mushaf Al-Quran.
Yang dicetak oleh Kementerian bukan hanya mushaf Al-Quran, tapi juga buku terjemahan Al-Quran serta tafsir. Tafsir dan terjemahan ini, kata Djamil, dibagi dalam banyak jilid. �Ada yang sebelas jilid, ada juga yang tiga jilid,� katanya.
Melihat data dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), anggaran pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2009, Kementerian membuka proyek pengadaan 78 ribu Al-Quran dengan nilai kontrak sebesar Rp 2,5 miliar.
Tahun 2010, anggaran pengadaan meningkat menjadi Rp 3,2 miliar untuk membuat 170 ribu buah Al-Quran. Setahun kemudian, anggaran Kementerian meningkat lagi menjadi Rp 4,5 miliar. Dana yang diambil dari pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) murni 2011 itu dikucurkan untuk mencetak 225 ribu Al-Quran.
Pada APBN Perubahan 2011, anggaran pengadaan Al-Quran melonjak berkali lipat menjadi Rp 22 miliar untuk 653 ribu, khusus untuk mushaf Al-Quran. Begitu juga pada 2012, anggaran pengadaan Al-Quran mencapai Rp 55 miliar. Djamil membenarkan jumlah anggaran tersebut.
Ia menilai wajar lonjakan penganggaran lantaran kebutuhan Al-Quran memang tinggi. Jika di dalam proses pengadaan ternyata terjadi kasus penyelewengan, Djamil mengatakan, hal itu tak bisa diprediksi. �Kalau kami sudah tahu dari awal ada penyelewengan, tentu kami bertindak,� ujarnya.
Djamil menilai program pengadaan Al-Quran pada dasarnya adalah program yang baik. Ia meminta agar masyarakat dan media tidak mencampuradukkan program pengadaan dengan kasus korupsi yang terjadi. �Kebijakan Al-Quran itu baik. Untuk penyelewengan, harus diatasi dengan pendekatan hukum,� katanya.