
27th January 2011
|
 |
Member Aktif
|
|
Join Date: Jan 2011
Posts: 183
Rep Power: 0
|
|
Berawal dari Obrolan
Pameran 25 Tahun IPMI di Senayan City, Jakarta. TEMPO/Arnold Simanjuntak
Quote:
TEMPO Interaktif, Jakarta - Mulanya penjahit. Kemudian berganti rupa menjadi perancang busana. Pada era 1970-an, mereka menyebut dirinya sebagai anggota Persatuan Ahli Perancang Mode Indonesia. Namun, pada akhir dasawarsa itu, organisasi ini nonaktif.
Kemudian hadir gelombang baru perancang mode Indonesia. Ada Harry Dharsono, Poppy Dharsono, R.M. Prayudi, dan Sjamsidar Isa. Mereka membentuk Ikatan Perancang Busana Madya Indonesia (IPBMI) pada 1985. "Lupa tanggal dan bulannya, karena itu berawal dari obrolan dan kumpul-kumpul sesama perancang," tutur Sjamsidar.
Pada perkembangannya, IPBMI berganti nama menjadi Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Pada 1988, IPMI pertama kali menggelar trend show yang kini menjadi acara tahunan. "Trend Show pada masa itu memberikan konsumen acuan mode tahunan di Indonesia," kata pengamat mode Muara Bagdja.
Lomba Perancang Mode yang mulai diselenggarakan majalah Femina pada era 1980-an turut berperan melahirkan sejumlah perancang muda di Indonesia. Pada era yang sama, muncul sebuah mal yang menyediakan area untuk busana siap pakai rancangan perancang Indonesia. Dunia mode mulai semarak pada era ini.
Namun, pada 1991, perpecahan terjadi di IPMI. Beberapa perancang, termasuk Poppy Dharsono, melihat perbedaan visi, sehingga mendirikan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia.
IPMI menerapkan standar cukup tinggi bagi anggotanya. Untuk menjadi anggota, para perancang setidaknya telah 3-5 tahun berkarya, busana rancangannya sering muncul dalam halaman mode majalah gaya hidup, pernah menggelar pergelaran busana, serta memiliki klien loyal dan ciri rancangan.
"Kami menginginkan anggota yang matang sebagai perancang dan mampu mempertanggungjawabkan kelanjutan karya mereka," tutur Sjamsidar. | AMANDRA MM
|
|