FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() Deforestasi Bukan Solusi Jadi Kaya ![]() Potensi alam Indonesia Jutaan potensi terhampar diluasnya alam Indonesia. Keberadaan hutan adalah salah satu potensi yang penting guna menjaga keseimbangan bumi. Pemanasan global merupakan salah satu dampak dari kurangnya pemanfaatan sumber daya hutan dari segi lingkungan dan semata-mata motif ekonomi menjadi kambing hitam atas rusaknya sumber daya ini. Secara jangka panjang hutan memberikan dampak yang positif baik dari segi ekonomi maupun dari segi lingkungan. Secara teori, umur pohon yang sudah tua dan laju pertumbuhannya sudah melewati titik optimum, sebaiknya ditebang dan digantikan dengan pohon-pohon muda, seperti yang diungkapkan Faustman. Dari segi lingkungan hutan mampu memproduksi oksigen dan mengurangi kadar karbon yang membuat suhu bumi meningkat, hutan juga merupakan pelindung tanah dari erosi dan lain sebagainya. Tanpa memandang sebelah mata keberadaan potensi tambang dan galian. Potensi sumber daya kehutanan ini sangat multiguna sehingga patut diperhatikan keberadaannya. Kalau bicara tentang dampak ekonomi dari hutan, sebaiknya lihat dulu, apakah peran hutan tersebut memang dikhususkan sebagai hutan produksi ataukah hutan konservasi? Sebagai kaum akademisi sudah seharusnya mengerti mana hutan yang bisa diambil manfaat ekonominya dan mana yang hanya bisa diambil manfaat lingkungannya saja. Umumnya hutan konservasi adalah hutan yang dikhususkan sebagai hutan yang yang dilindungi guna menjaga keanekaragaman hayati yang ada dalam hutan tersebut serta diharapkan mampu mengurangi emisi, sedangkan hutan produksi adalah hutan yang berfungsi menjaga keseimbangan iklim mikro serta memenuhi kebutuhan akan hasil hutan dan dikelola oleh masyarakat. TNMB sebagai kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) salah satu contoh hutan konservasi. Menteri Kehutanan, SK No. 277/Kpts- VI/97 menyatakan bahwa luas TNMB adalah seluas 58.000 hektar. Taman nasional ini merupakan habitat tumbuhan langka yaitu bunga raflesia (Rafflesia zollingeriana), dan beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti bakau (Rhizophora sp.), api-api (Avicennia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Calophyllum inophyllum), rengas (Gluta renghas), bungur (Lagerstroemia speciosa), pulai (Alstonia scholaris), bendo (Artocarpus elasticus), dan beberapa jenis tumbuhan obat-obatan. Selain itu, Taman Nasional Meru Betiri memiliki potensi satwa dilindungi yang terdiri dari 29 jenis mamalia, dan 180 jenis burung. Satwa tersebut diantaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), macan tutul (Panthera pardus melas), ajag (Cuon alpinus javanicus), kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis), rusa (Cervus timorensis russa), bajing terbang ekor merah (Iomys horsfieldii), merak (Pavo muticus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu ridel/lekang (Lepidochelys olivacea). Taman Nasional Meru Betiri terkenal sebagai habitat terakhir harimau loreng Jawa (Panthera tigris sondaica) yang langka dan dilindungi. Sampai saat ini, satwa tersebut tidak pernah dapat ditemukan lagi dan diperkirakan telah punah. Punahnya harimau loreng Jawa berarti punahnya tiga jenis harimau dari delapan jenis yang ada di dunia (harimau Kaspia di Iran, harimau Bali dan harimau Jawa di Indonesia). Kepunahan harimau jawa juga bukan kejutan lagi apabila kita mau menoleh kebelakang dan melihat apa yang terjadi pada era 1998 dimana ada hal aneh terjadi di kawasan konservasi ini. Penggundulan hutan berjalan begitu cepat setelah bergulirnya reformasi tahun 1998. Reformasi yang oleh banyak orang diartikan sebagai kebebasan, telah membangkitkan keberanian warga sekitar untuk mengkapling hutan di wilayah TNMB. �Iki alas e sopo?� kata penduduk lokal, �Negoro� sahut polisi hutan. �yo wes tak tegor e alas iki�, kata penduduk lokal. Kurang lebih itulah sebuah cerita yang dipelesetkan oleh Pak Budi untuk menggambarkan kegaduhan di era tersebut. Setelah tragedi itu, perlahan kembali dilakukan reboisasi terhadap kawasan hutan TNMB. Terlihat begitu berbeda antara pepohonan yang masih lestari dan pepohon reboisasi, dimana pepohonan reboisasi terlihat muda dan tertata rapi posisi penanamannya dan diantara pohon satu dan yang lain terdapat tanaman palawija milik warga setempat. Dalam kata lain beberapa bagian dari hutan konservasi ini ada yang telah beralih fungsi menjadi taman hutan rakyat (hutan produktif). Dan itu tidak menjadi masalah selama tidak sampai merambah ke zona konservasi. Kondisi ekonomi masyarakat sekitar TNMB yang tergolong rendah serta tingkat pendidikan yang rendah tentunya menjadikan faktor yang mempengaruhi pola pikir masyarakat disekitar TNMB. Hidup mereka juga sangat bergantung pada alam, karena memang jauh dari jangkauan pusat perekonomian. Dalam benak mereka, tentunya menebang pohon dan menjualnya pada orang kota akan sangat menguntungkan, karena mereka juga tidak ikut menanam. Namun, dengan kondisi tingkat pendidikan yang rendah, mereka sama sekali tidak memikirkan dampak negatifnya dan hanya berpikir untuk meningkatkan standard ekonomi mereka. Banyak orang-orang yang hanya memikirkan perut mereka sendiri tanpa mempedulikan dampak jangka panjangnya. Kini pemanasan global menjadi salah satu dampak jangka panjang akibat deforestasi. Sebuah tantangan baru bagi para petinggi negara ini guna mencari solusi tersebut. Kenyataan tak seindah angan, itu ungkapan yang tepat guna menggambarkan keluhan para POLHUT (polisi hutan) di TNMB. Mereka sangat sulit mengawasi hutan dengan jumlah personil yang sedikit. Menurut Pak Budi, minat masyarakat untuk mengabdi pada negara untuk melindungi alam Indonesia ini masih kurang. Jika memang tuntutan ekonomi yang menyebabkan masyarakat brutal dan membabat hutan seenaknya. Seharusnya ada solusi yang bisa diambil, misal dengan memperbolehkan penduduk setempat bercocok tanam menggunakan lahan di sekitar kawasan konservasi. Namun itu hanya sebuah teori saja. Tetap saja pada kenyataannya tidak demikian apabila tidak diikuti dengan pembangunan moral masyarakat tersebut dan menanamkan kepedulian dalam menjaga kelestarian alam sekitar. Sepertinya, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diajarkan sejak SD, hanya tertulis dalam kertas laporan nilai dan tidak pernah benar-benar tertanam di hati kita.
__________________
ﷲ ☯ ✡ ☨ ✞ ✝ ☮ ☥ ☦ ☧ ☩ ☪ ☫ ☬ ☭ ✌
|
![]() |
|
|