Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Lounge

Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 27th May 2012
ps3black's Avatar
ps3black ps3black is offline
Senior Ceriwiser
 
Join Date: May 2012
Posts: 5,732
Rep Power: 21
ps3black mempunyai hidup yang Normal
Default Alih daya (outsourcing) dari waktu ke waktu (hindia belanda, uuk 13/2003, putusan mk

Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar, dan source yang berarti sumber. Dari pengertian tersebut berkenaan dengan ketenagakerjaan dapat ditarik kesimpulan bahwa, �Outsourcing atau alih daya adalah pengalihan tanggungjawab pekerjaan atau tenagakerja dengan perjanjian secara tertulis diluar pekerjaan utama dari perusahaan satu ke perusahaan lain yang berbadan hukum�. (AK)



Berdasarkan survey yang dilakukan oleh FSPMI Karawang pada tahun 2010~2011 terhadap 281 unit kerja, baik untuk perusahaan menengah dan besar di Kabupaten Karawang, sungguh sangat mencengangkan. Ternyata sebanyak 60% para pekerja/buruh bekerja di perusahaan outsourch dan/atau pekerja kontrak. Hampir semuanya terjadi pelanggaran, baik berkenaan dengan perlindungan upah, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, status hubungan kerja, maupun perlindungan atas hak-hak lainnya yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh.



Peran pemerintah berkenaan dengan ketenagakerjaan seharusnya lebih banyak memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh, sebab pada hakekatnya peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dibuat untuk menghilangkan perbudakan. Sebagaimana bunyi pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: �Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan�. Dari amanat para pendiri Republik ini dapat kita pahami bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Namun, pada kanyataannya peran pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya semakin hari semakin menurun. Hal ini sangat nampak sejak diberlakukan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Hak-hak pekerja/buruh mulai dihilangkan terutama terhadap pekerja perempuan, disisi lain para pengusaha diberikan kebebasan sepenuhnya untuk melakukan perjanjian kerja dengan pekerja/buruh, penegakkan hukum sangat lemah dan proses peradilan perburuhan yang niatnya sungguh mulia yaitu cepat, adil dan murah ternyata berbalik 180 derajat menjadi lambat, rumit dan mahal. Hukum perburuhan yang seharusnya melindungi pekerja/buruh dari ketidakberdayaan terhadap kekuasan kini bergeser menjadi hukum perdata murni, sungguh suatu beban yang sangat berat bagi seorang pekerja/buruh bila harus bersidang dan berhadapan dengan pengusaha yang memiliki kekuasaan dan uang. Sebuah hal yang mustahil bagi seorang pekerja/buruh yang tidak mengenyam pendidikan hukum harus bersidang dan berhadapan dengan para pengacara kondang dalam proses pengadilan yang korup dan tak beretika.



Masih belum lepas ingatan kita dari tertangkapnya seorang hakim ad-hoc di Pengadilan Hubungan Industrial Jawa Barat. Sungguh sangat mustahil seorang pekerja/buruh akan menggunakan haknya di pengadilan bila harus mengeluarkan biaya hingga puluhan juta rupiah, sedangkan yang digugat hanya jutaan rupiah. Kebebasan berserikat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000 ternyata masih jauh dari harapan. Sebab sangat tidak mungkin seorang pekerja/buruh atau beberapa orang pekerja/buruh yang bekerja diperusahaan outsourch atau yang memiliki hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak kerja) membentuk atau menjadi anggota serikat pekerja. Masih ada saja oknum Pegawai Negeri Sipil dari Dinas Tenagakerja Karawang yang melaporkan ke pengusaha atau perusahaan ketika ada pekerja/buruh yang akan membentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Laporan pelanggaran yang dibuat oleh pekerja/buruh justru menjadi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bagi oknum-oknum penegak hukum. Sebuah realita yang sudah menjadi rahasia umum. Maka, jangan heran bila kaum pekerja/buruh hanya memiliki satu-satunya jalan untuk meminta agar terjadi penegakkan hukum, yaitu dengan melakukan unjuk rasa atau mogok kerja. Walaupun terkadang masih saja ada oknum dari aparat kepolisian yang mengintimidasi pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang akan melakukan haknya tersebut.



Berkenaan dengan penyelewengan atau pelanggaran terhadap hak-hak pekerja/buruh, ada baiknya kita semua mengingat dan membaca hadist Nabi dibawah ini.



�Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda: �Allah telah berfirman: �Ada tiga jenis manusia dimana Aku adalah musuh mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen akan memberi atas nama-Ku (bersumpah dengan nama-Ku), kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang yang menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya. Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya� (HR. Bukhari).



Jika ditinjau dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :



�Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).� (HR. Muslim)



Allah SWT telah mengingatkan akan adanya penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam bidang ketenagakerjaan. Sangat disayangkan norma agama sebagai salah satu norma yang harus ditegakkan ternyata semakin ditinggalkan karena jiwa-jiwa kemanusiaannya yang begitu mulia ternyata telah luluh lantah oleh gemerincing rupiah dan kemilau kekuasaan dunia.



Dipenghujung tahun 2011, di bumi pertiwi yang pemimpinnya lupa pada maksud dan tujuan dari pendiri negeri akan maksud dan tujuan kemerdekaan Republik Indonesia, dimana hampir sebagian masyarakatnya sudah tidak lagi percaya pada proses hukum positif dalam mencari penegakkan keadilan seakan menemukan oase dan harapan baru ketika sebuah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjawab kegelisahan dan keresahan kaum pekerja/buruh. Dalam putusannya nomor 27/PUU-IX/2011, MK mengatakan bahwa outsourcing (alih daya) itu melanggar konstisusi atau inkonstitusi. MK menilai, untuk pekerja outsourcing (alih daya) dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap inkonstitusional jika tidak menjamin hak-hak pekerja. Bergembirakah kaum pekerja/buruh atas putusan MK ini? Waktulah yang akan menjawab, sebab tanpa disadari ternyata disisi lain putusan MK melegalkan outsourch (alih daya) bila hak-hak pekerja terpenuhi bukan? Perlu disadari bahwa pekerja/buruh pada perusahaan outsourch sangat rentan terhadap penzoliman dan mereka sangat tidak berdaya menghadapi keadaan tersebut. Disinilah peran pemerintah dan penegak hukum sangat diperlukan.



*bersambung ------





ngarepin



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 12:11 AM.


no new posts