Oleh Erwin Gutawa
Serapan yang dapat diteladani dari Koes Plus adalah produktivitas mereka. Sampai saat ini kalau tidak salah mereka telah menelurkan 93 album. Dari mulai 26 buah album penuh hingga puluhan lainnya dari mulai album pop, pop melayu, pop jawa, dangdut, hingga pop anak-anak. Koes Plus bagaikan mesin musik dengan produktivitas setinggi langit. Satu lagi, sampai saat ini mungkin hanya Koes Plus yang memiliki fans club di seluruh penjuru nusantara, tak sedikit pula yang terorganisir. Ini bukan karena tindakan manajemen band [seperti yang banyak dilakukan band zaman sekarang], melainkan dilakukan swakarsa para penggemar yang selalu mencintai Koes Plus. Seperti saya mencintai Koes Plus.
Spoiler for Iwan fals:
Oleh Bimbim Slank
Inspirasi dan sifat kritis Slank ber-asal dari Iwan Fals. God Bless boleh besar secara musikal dan band, tapi secara simpati, Iwan Fals lebih besar karena liriknya lebih membumi, sementara lirik God Bless lebih ke arah macho. Itu yang saya pelajari. Bahwa salah satunya, music is music, tapi akan jadi lebih bermakna kalau kita put something on it. Salah satunya dengan semangat, lirik, dan protes sosial. Dan saya juga mempelajari kondisi di luar. Musisi yang bertahan panjang itu biasanya musisi yang memberikan sesuatu di dalam musiknya, seperti Bob Marley, Bob Dylan, Sex Pistols. Mereka semua memuat fighting spirit. Di Indonesia, saya lihat itu ada pada Iwan Fals. Kita banyak melupakan itu. Anak band yang muda-muda di awal karier pasti punya banyak masalah. Hanya saja karena industri, semua orang menulis cinta, atau antinarkoba. Justru di Iwan Fals, saya jadi berkaca, bahwa tema untuk membuat lagu ternyata luas.
Spoiler for Chrisye:
Oleh Erros Djarot
Ada cerita menarik tentang lagu Merpati Putih yang saya ciptakan dan ia nyanyikan. Struktur lagunya memang pendek. Ia bilang, Ros, lagunya cuma segini? Nggak- diulangi lagi? Saya bilang, Nggak perlu. Ini seperti makan singkong, sedikit tapi kenyang. Chrisye sebenarnya ingin lagu itu lebih panjang lagi. Kemudian Merepih Alam. Itu pertama kalinya Chrisye menciptakan lagu sendiri. Setelah mendengar musik dasarnya, saya arahkan dan bentuk lagunya. Oleh karena itulah kredit lagu ditulis atas nama saya dan Chrisye. Setelah rampung, ia berkomentar membuat lagu itu ternyata gampang. Saya bilang, Elo aja yang penakut, apalagi elo main musik jauh lebih bagus dari gue. Menurut saya, kelemahan Chrisye adalah kurang dekat dengan peristiwa-peristiwa sosial. Ia juga kurang suka membaca. Tipikal lempeng-lempeng saja. Terkadang kalau kami ngobrol dan membahas politik, dia suka ketakutan duluan. Beda dengan Yockie yang sangat politis.
Spoiler for Slank:
Oleh Eross Candra
Saya adalah salah satu dari jutaan anak yang tumbuh dengan musik Slank di era awal 90-an. Bagi saya, sebelumnya musik hanya sekadar bernyanyi dan bermimpi. Tapi saat mereka muncul, musik adalah suatu pilihan yang bisa menjadi gaya hidup dan inspirasi, pola pikir generasi 90-an. Di segi musikalitas, Slank adalah band rock & roll yang bercita rasa Indonesia. Saya berani bertaruh, belum tentu musisi bule bisa membuat atau memainkan komposisi seperti mereka. Lirik cinta tidak perlu diragukan, lirik politik lebih mencerdaskan bangsa dibanding berita di TV yang banyak ditutup-tutupi kepalsuan zaman Orde Baru. Dan yang terunik bagi saya adalah lirik-lirik yang bercerita tentang suatu konsep yang menjadi GBHS ([aris Besar Haluan Slank] di masa kini. Saya tidak akan lupa bagaimana lagu Pulau Biru dan Ge-nerasi Biru menjadi lagu wajib lahir dan batin saya dan teman-teman.
Spoiler for God Bless:
Oleh Iman Putra Fattah
Saya yakin tidak ada satupun band Indonesia dari generasi 70-an yang masih exist dan berpenampilan layaknya rockstar muda selain God Bless. Bahkan di usia mereka yang menginjak 60-an, they still rock harder than most young bands in our generation. Saya ingat pertama kali menonton mere-ka live. Waktu itu saya duduk di depan amplifier, memandang ke arah ribuan penonton yang memadati ruang-an Balai Sidang [sekarang JCC]. Saya juga masih ingat bagaimana speaker amplifier berdengung- kencang di telinga saya dan emosi. Emosi yang saya rasakan setiap kali saya memegang gitar dan membunyikannya. Saat itu saya sadar bahwa God Bless mengajarkan saya arti dari kata musik.
Spoiler for Titiek Puspa:
Oleh Makki Parikesit
Tidak banyak pendukung karier seorang artis pop di zaman Tante Titiek mulai berkarya. Belum terlalu banyak radio dan hanya satu stasiun televisi. Tidak ada infotainment untuk memamerkan muka sang artis, atau tabloid untuk menyebar gosip. Belum lagi struktur sosial di zaman itu yang tidak terlalu mendukung seorang wanita berkiprah terlalu ba-nyak di luar kapasitas tradisio-nalnya sebagai seorang homemaker. Bahwa Tante Titiek- mampu bertahan sebagai seorang artis pop untuk selama ini, tanpa meninggalkan kapasitas sebagai ibu dan istri berkata banyak tentang karakter Tante Titiek dan kedalaman talenta yang dimilikinya. Tidak ada selain karya dan personality yang kuat yang mampu membawa karier seperti yang dimiliki oleh Tante Titiek. Karya itulah yang menjadi legacy Tante Titiek di dalam sejarah dunia musik negeri ini.
Spoiler for Bimbo:
Oleh Armand Maulana
Saya sering berpikir, apabila Bimbo tak pernah merilis album religi, mungkin saya masih akan tetap menggemari me-reka se-perti sekarang. Terus terang saya mendengar-kan materi-materi Bimbo yang bukan bernafaskan religi tetapi pop. Menurut saya musik mereka sangat easy listening. Dan hal yang juga membuat saya selalu salut adalah kenyataan bahwa Sam, Acil, Jaka, dan Iin Parlina adalah kakak beradik yang perbedaan umurnya tak jauh. Dalam stereotipe yang ada, kakak beradik pasti sering berselisih tapi tampaknya Bimbo merupakan kasus yang berbeda. Mereka merupakan keluarga kompak yang perpaduan suaranya sa-ngat kimpoi. Tak masalah mengenai religi atau bukan, berdasarkan musikalitas Bimbo adalah sebuah grup yang pantas mendapatkan tempat dan penghargaan di musik Indonesia.
Spoiler for Faris RM:
Oleh Otong Koil
Selain sound yang unik dan canggih, beliau juga membangun sistem lirik dan aransemen yang cukup aduhai. Fariz RM punya kebiasaan unik dalam mematahkan dan menyambungkan kosa kata dalam lirik. Mungkin beliau tidak sadar akan hal tersebut, mungkin juga hanya saya sendiri yang memikirkan hal tersebut. Menurut saya, hal inilah yang paling penting dan tidak dimiliki oleh satu orang pun di negara ini. Kemudian saya curi sistem tersebut dan saya bawa ke titik paling ekstrem untuk mengaransemen karya-karya musik saya sendiri. Maafkan saya, tukang jiplak, Oom. Hehehe. Saya tidak banyak mendengar kegiatan Fariz RM di era 90-an, walau sempat nonton beberapa konser beliau dan bertemu untuk minta tanda ta-ngan bersama kerumunan penggemar lainnya. Saya sempat merekam cover version Astoria, dan ingin menunjukkannya kepada beliau. Sayang, file-nya hilang.
Spoiler for Ebiet G ade:
Oleh Jimi The Upstairs
Ketika mendengarkan kembali album Camelia I, saya tercengang. Gila. Ternyata sejak kecil saya terbiasa mendengarkan album sehebat ini. Puisi dan lagu Ebiet bertambah dahsyat dengan kemasan musik Billy J Budiarjo. "Lelaki Ilham Dari Surga" adalah nomor terbaik di album ini. Lagu yang bernuansa religius, dengan lirik jenius. Dalam suasana-suasana tertentu, lagu ini dapat membuat saya terharu mendalam. Untuk yang bernuansa cinta, "Episode Cinta yang Hilang" adalah pilihan saya. Billy J Budiarjo bermain gitar dengan apik di sana. "Kapankah akan kudengar lagi/Nyanyian angin dan -denting gitarmu", langsung disambut dengan sekelebatan gitar. Itu adalah sebagian kecil part yang menggoda. Walau tak dipungkiri, "Lagu Untuk Sebuah Nama" adalah pembenaran ketika kita jadi pecundang. Dan "Camelia", waaah, Dodo Zakaria membuat lagu ini jadi semakin megah. Ketika kecil saya tidak merasakan semuanya sejauh ini. Yah, lebih baik terlambat menyadarinya daripada tidak sama sekali.