FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() Pembukaan : Kenapa banyak Manusia rakus di Negeriku? Rakus kekuasaan, rakus harta? Melakukan segala cara tanpa nurani? Ayam tiren, daging glongongan, menggunakan pewarna pakaian pada makanan, mendaur ulang roti2 dan kue2 berjamur untuk dijual kembali dsb dsb nya. Negari ini mengaku sebagai Negeri ber-Agama, ada 5 Agama resmi yg diakui Pemerintah, tempat ibadah bertebaran sampai pelosok2, Pemuka Agama juga tidak kurang. Ceramah2 Agama hampir setiap hari ada di media massa. Lantas apa salahnya? Apakah Agama itu harus diyakini sebagai buatan Manusia? Agama seharusnya merupakan Ajaran yg menuntun/mengajari Manusia mengenai Tuhan, membuat Manusia lebih dekat denganNya. Tapi apa yg terjadi? Agama malah menjadi benteng yg demikian kuatnya, membatasi Manusia berhubungan dengan Tuhannya melalui doktrin dan dogma. Tuhan dimanusiakan dengan tambahan kata Maha didepannya, Maha Adil, Maha Pengasih dan Penyayang dsb dsb. Sadarkah kita, dengan seringnya kita mengucapkan itu berarti kita tidak meyakini itu, memuji Tuhan sebagai Maha Adil karena kita merasa tidak mendapat keadilan, memuji Tuhan dengan menyebutnya Maha Pemurah berarti kita merasa kekurangan dan seterusnya. Itu lah masalah Bangsa ini, baru sekedar ber-Agama tapi belum Ber TUHAN.. Sedikit ringkasan bagaimana Kualitas Indonesia [/quote] Quote:
Quote:
Keamanan : Berbagai persoalan yang dihadapi di antaranya alokasi anggaran. Pemerintah melalui Departemen Pertahanan terbilang minim dalam masalah alokasi anggaran. Menurut Direktur Eksekutif Institute of Defense and Security Study sekaligus penulis buku Defending Indonesia Connie Rahakundini Bakrie, anggaran pertahanan Indonesia adalah yang terkecil di ASEAN. Anggaran pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 hanya 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan USD 3,3 miliar. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara berwilayah besar dengan anggaran pertahanan terendah di ASEAN setelah Laos (0,4 persen dari PDB), Kamboja (1,4 persen dari PDB), apalagi jika dibandingkan dengan Vietnam (6,3 persen dari PDB) atau Singapura (7,6 persen dari PDB). Minimnya anggaran tersebut berdampak pada kebiasaan untuk mendaur ulang alat-alat yang sudah tidak lagi memiliki kemampuan operasional yang layak. Diketahui, pesawat Puma SA-330 yang jatuh 12 Juni 2009, telah dinyatakan rusak permanen (total loss) oleh TNI-AU. Artinya, pesawat itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Kecelakaan pesawat bukan semata-mata takdir seperti yang pernah dinyatakan menteri pertahanan RI, tapi lebih dari itu, yakni unsur perawatan yang memang penting untuk menjaga operasional alat utama sistem pertahanan (alutsista). Faktor lain yang menjadi akar persoalan yang mendera TNI adalah persoalan regulasi yang cenderung irasional dan minim pertimbangan. Connie Rahakundini Bakrie menyebutkan, Indonesia tidak menyertakan potensi ancaman 25 tahun dalam pembahasan anggaran pertahanan. Hal itu disebabkan penekanan yang besar terhadap bidang perokonomian dan sosial. Padahal, dalam praktiknya, pembangunan ekonomi dan militer merupakan dua garis sejajar yang sama penting. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa TNI bertugas menangani masalah eksternal yang memerlukan kekuatan angkatan bersenjata yang berorientasi outward looking. Itu artinya, kekuatan TNI-AL dan TNI-AU yang profesional, kuat, siap dan menang perang harus diupayakan. Ketika melihat pasal 25 UU tersebut yang menyatakan bahwa TNI harus menerima anggaran yang ditetapkan dalam APBN, berapa pun jumlahnya. Bagaimana mungkin meremajakan dan membangun kemampuan TNI yang kuat kalau regulasinya kontradiktif. Satu sisi dituntut untuk melakukan militarizing our military, di sisi lain anggaran dicabeinsi dan harus tunduk kepada ketetapan APBN, yang ketetapannya bergantung kepada kondisi yang berjalan. Ini gambaran tentang keadaan TNI saat potensi ancaman terhadap keselamatan dan keamanan negara. Ke depan agenda yang mendesak untuk dilakukan pemerintah adalah solusi konkret, bukan sekadar imbauan, larangan, atau peringatan. Lebih dari itu, instruksi langsung yang mengarah kepada problem solver, seperti penyediaan dana darurat untuk memutus mata rantai kecelakaan pesawat dan peralatan lainnya. Sumber Lanjut ke #2 Terkait:
|
![]() |
|
|