FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Changi Museum. KOMPAS.com - Sudah ngecek di website, sudah ngecek naik bus nomor berapa aja, stop dimana, ganti bus dimana dan ada google map di tangan, maka dengan percaya diri saya langsung menaiki bus dari depan rumah saya ke arah Changi Village. Sambil sesekali melihat ke arah google map, saya menikmati pemandangan di kanan kiri saya. Hehe... bukan pohon cemara tentunya, melainkan gedung-gedung belaka. Oke.. perjalanan usai. Sampai lah saya di perhentian untuk berganti bus. Dengan tetap sesekali melihat ke google map, saya melihat dan mencari-cari tanda-tandanya. Tak lama kemudian, "Yes, itu ada petunjuknya The Changi Museum," demikian batinku. Di sebelah kanan mulailah terlihat Changi Prisoner. Yup, penjara. The real one. Aku pencet bel di bus. Turun. Beli minum karena panas banget, dan karena mau memastikan tempat tujuanku. Ternyata, si boss tak tahu tempat tujuanku. Padahal kalo diliat di google map, Si Changi Museum ini ada di depan mata. Akhirnya, berdasarkan google map, aku berjalan kesana kemari. Dan..voila� tetep ga ketemu. Dengan putus asa akhirnya aku memberanikan diri bertanya pada sipir penjara, dan dia menunjukkan arahan ke aku. Terjemahan bebasnya seperti ini, "Iya mbak, itu lempeng aja, terus ada pertigaan, belok kanan, ntar di sebelah kanannya mbak". Aku ikuti rute sampe tiba di ulu-ulu (daerah pinggiran yang jarang terjangkau umat manusia). Pengen nangis. Udah jauh. Panas. Nanya orang, nggak nemu tempatnya lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali di tempat aku turun dari bus tadi. Sementara aku berbalik, di depan mata, tiba-tiba ada taksi baru keluar dari sebuah apartment. Segera aku panggil taksi itu dan aku minta dia antar aku ke Museum Changi. Dia bilang (terjemahan bebasnya), �Di depan itu kan mbak, kan udah deket banget tuh�. Aku bilang, �Nggak papa pak, panas nih...� Sang sopir pun mengalah. Aku diantar sampe pas di depan Museum Changi. Ternyata memang deket banget ha-ha-ha-ha�. saking tadi sudah nyasar kemana-mana. Oya oya, hampir lupa bilang, driver-nya mungkin kasihan sama aku, jadi aku naik taksi nggak ditarik biaya, ha-ha-ha ha� Oke... jadi Museum Changi ini adalah museum yang didedikasikan kepada siapa pun yang menderita selama masa-masa gelap di Perang Dunia II. Sangat memorial sekali apalagi buat yang dulu leluhurnya pernah jadi tawanan perang. Ah....memang perjalanan ke museum di Singapura selalu memberikan kesan tersendiri. Beberapa fasilitas yang bisa ditemukan di area ini adalah museum itu sendiri, Galeri yang menceritakan Sejarah Changi, Changi Chapel, replika dari Changi Murals dan Changi Quilts. Museum ini juga menyediakan In-House & Audio Tours juga Changi Museum War Trails. Secara garis besar, museum ini dibagi menjadi 5 zone plus Chapel plus Gift Shop. Zone 1 berisi banyak sekali benda-benda unik dan menarik yang jarang kita temui sekarang (utamanya untuk warga Singapura yang modern). Ada surat-surat peninggalan masa perang, foto-foto hitam putih, lukisan-lukisan yang dilukis diam-diam, piagam penghargaan, lencana, seragam tentara Jepang, rantang, lentera, borgol, senjata api, baju singlet dan celana pendeknya, topi, peta dan banyak hal lagi. Zone 2 merupakan sudut dimana kita dapat membayangkan bagaimana para tawanan perang itu harus hidup satu kamar berempat, dalam ruangan berukuran sempit, dan ada replika pintu sel penjara juga disitu. Zone ini juga merupakan tempat showcase untuk Quilts. Zone 3 berisi tentang mural yang digambar oleh salah seorang tawanan perang saat itu. Mural ini merefleksikan ayat-ayat dalam alkitab tentang kasih Yesus. Selain Quilt yang dipertunjukkan di Zone 2, mural inilah yang terus menopang moral para tawanan perang. Disaat mereka letih, maka mereka akan memandang mural ini dan mendapatkan pengharapan baru. Demikian kesimpulan dari apa yang aku baca ketika aku melewati zone 3 ini. Di saat perang berlangsung, para artis tidak mau ketinggalan. Mereka berperang melalui pena mereka. Mereka mengabadikan momen-momen yang ada melalui sketsa, gambaran maupun lukisan mereka. Seringkali hanya dengan cat seadanya. Tapi gambaran itu begitu hidup dan merefleksikan apa yang terjadi saat itu. Karya mereka dapat kita lihat di Zone 4. Zone yang kelima didedikasikan untuk semua orang yang telah berjuang, telah berperang untuk mempertahankan Singapura dan Malaya. Zone ini dinamakan We Remember. Disini, ada banyak lencana dan penghargaan yang menceritakan perjuangan tersebut. Buat pengunjung yang tidak puas hanya memandang, maka di giftshop mereka dapat membeli koleksi buku Perang Dunia II, buku-buku tentang militer dan juga Sejarah dan Budaya Singapura. Sangat disayangkan, semua objek yang saya gambarkan diatas tidak boleh difoto, jadinya saya ambil foto yang diluarnya saja. (Catur Guna Yuyun Angkadjaja) Terkait:
|
#2
|
||||
|
||||
![]() Jika Repost Silahkan di Closed aja
Salkam, Silahkan di Moderasi and Jangan Lupa Ndan...!!! ![]() ![]() ![]() |
![]() |
|
|