FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Selasa, 08/06/2010 18:19 WIB
Dana Moratorium Norwegia Bisa Jadi Pisau Bermata Dua Suhendra - detikFinance Jakarta - Keberhasilan pemerintah berhasil melakukan kerjasama (Letter of Intent/LoI) dengan pemerintah Norwegia, yang menghasilkan komitmen bantuan luar negeri sebesar US$ 1 miliar (Rp 9 triliun) bisa menjadi pisau bermata dua. Di lain sisi bisa membantu Indonesia untuk membenahi hutan di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi 'jebakan' buat Indonesia. Lektor Kepala Bagian Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan jika melihat skim bantuan dalam LoI RI-Norwegia, di mana moratorium berlaku 2011-2013 namun penggelontoran dananya secara bertahap dengan periode waktu evaluasi tahun 2016. Sedangkan pemerintah sendiri justru memunculkan wacana dana aspirasi sebesar Rp 15 miliar per anggota DPR atau secara total mencapai Rp 8,7 triliun per tahun (meski sudah dibatalkan) atau hampir sama dengan dana bantuan moratorium sebesar Rp 9 triliun yang justru membutuhkan waktu hingga tahunan untuk mencairkannya sebagai pinjaman asing. "Dana moratorium US$ 1 miliar atau setara Rp 9 triliun, diberikannya pun bertahap, sedangkan dana aspirasi DPR Rp 8,7 triliun itu pun hanya setahun," kata Dodik dalam acara diskusi soal Sawit di Hotel Le Meredien, Jakarta, Selasa (8/6/2010). Dodik mengungkapkan jika pemerintah tidak cermat, terkait masalah moratorium justru bisa memunculkan masalah baru di Tanah Air. Ia mencontohkan kebutuhan kayu (bulat) di dalam negeri per tahunnya mencapai 40-50 juta kubik sedangkan kebutuhan yang bisa di penuhi hanya 25 juta kubik. Menurutnya pada kondisi sebelum moratorium saja terjadi kekurangan pasokan kayu bulat (gelondongan) hingga 50-60%, jika moratorium berlaku dikhawatirkan akan semakin mempertajam kekurangan pasokan kayu bulat di dalam negeri. "Kalau terjadi moratorium, kalau ketat di atas kertas, di lapangan merajalela. Ketika permintaan tinggi, lalu distop maka terjadi black market," katanya. Sementara itu Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Bustanul Arifin menyatakan hal yang sama. Bahwa moratorium harus disiapkan dari sisi tata kelola yang baik (governance). Ia mencontohkan masalah tata ruang menjadi penting terkait moratorium. Dikatakannya masalah tata ruang adalah masalah yang penting. Padahal pada akhir 2009 harusnya semua provinsi harus memiliki tata raung, namun sampai Juni 2010 hanya 7 provinsi yang sudah punya tata ruang sedangkan sisanya dari 33 provinsi belum memiliki. "Kalau governance kita payah, kita bisa masuk jebakan," katanya. (hen/dnl) ================= ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
#2
|
||||
|
||||
![]()
TINGKATKAN KEWASPADAAN DALAM MENERIMA "BANTUAN" JUGA !!!
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
#3
|
||||
|
||||
![]() ![]() |
#4
|
||||
|
||||
![]()
DPR nya udah pada GOBLOK semua ndan, masa Pancasila aja ada yang ga hafal...malah bilangnya "ah kamu...sudah ah..." apa2an itu anggota DPR !!!
sumbernya pas sebuah acara berita di salah satu stat.TV swasta pas lagi acara kelahiran pancasila... ![]() |
#5
|
||||
|
||||
![]() Quote:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
#6
|
|||
|
|||
![]()
emang orang tolol kyk si kolor yg dipantek
![]() palagi malah disembah |
#7
|
|||
|
|||
![]() ![]() |
![]() |
|
|