Jembatan Barelang yang menghubungkan Pulau Galang dengan pulau Batam dan Rempang di Kepulauan Riau. TEMPO/ Fransiskus S.
TEMPO Interaktif, Batam - 1973. Perang saudara berkecamuk di Vietnam. Ratusan ribu orang mengungsi. Sebagian melintas batas ke negara tetangga seperti Kamboja dan Thailand, lainnya pergi menggunakan perahu kayu 4x20 meter menuju laut lepas. Pada Mei 1975 ada 24 orang Vietnam terdampar di Pulau Laut, Natuna. Inilah awal pengungsi Vietnam tiba di Indonesia. Tak lama setelah itu, ada lagi yang terdampar di Pulau Tanjung Unggat, Air Raja dan Bintan Timur, Kepulauan Riau. Jumlahya berlipat kali menjadi 45.000 orang.
Indonesia lalu kelabakan menerima "manusia perahu" asal Vietnam ini. Jumlah yang terdampar di pulau-pulau milik Indonesia mencapai 250.000 pengungsi. Badan dunia, PBB menyatakan pengungsi Vietnam ini bukan lagi isu nasional, sudah menjadi masalah internasional. Badan PPB untuk urusan pengungusi UNHCR turun tangan, sebagai bentuk solidaritas, Indonesia menawarkan Pulau Galang di Batam, Kepulauan Riau sebagai tempat penampungan sementara para pengungsi tersebut.
Di atas lahan seluas 8.550 hektare dibangun barak, rumah sakit, gedung olah raga, gedung pertemuan dan kamp pengungsi atas biaya UNHCR. Di pulau ini dibangun 100 barak bertingkat dengan kapasitas 50 orang tiap barak. Ada 816 orang Indonesia diperbantukan di sana untuk melayani keperluan para pengungsi, Miss Harriet Jacobson adalah pemimpinanya.
PBB kemudian menyatakan harus memulangkan semua pengungsi Vietnam pada 1996 karena menilai keadaan dan situasi politik di Vietnam telah pulih. Sebelum itu banyak pengungsi yang telah mendapat suaka di Negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, Salandia Baru, Australia pada 1996 hanya tersisa 4.570 orang dari 250.000 pengungsi itu. Namun kebanyakan mereka tidak ingin kembali ke Vietnam karena trauma. Mereka berharap tetap ingin hidup di negara lain. Enam bulan setelah PBB mengeluarkan ultimatum, Pulau Galang berhasil dikosongkan dari para pengungsi.
Kini Pulau Galang jadi tujuan wisata. Pulau ini dirawat baik oleh Otorita Batam. Tidak dipungut bayaran bila ingin mengunjungi tempat ini, namun harus meninggalkan identitas diri seperti kartu tanda penduduk, atau identitas lainnya di pos penjagaan ketika akan memasuki area itu. �Sering wisatawan asing asal Singapura dan Malaysia berkunjung ke sana khusunya WNA keturunan Cina,� kata Kepala Bagian Humas Otorita Batam Dwi Djoko Wiwoho.
Danau, pipa air dan tanki penampung air masih bisa dilihat, bahkan tiang telepon pun masih tegak, meski ada yang sudah berkarat. Kini untuk mencapai bekas kamp pengungsi tidak sulit karena telah tersedia akses ke sana dengan dibangunnya enam jembatan yang menghubungkan Batam-Pulau Toton-Rempang dan Pulau Galang Baru.
Kita juga bisa melihat Pagoda Quan Am To, ini merupakan pagoda terbesar di sana, terletak di atas bukit yang menarik para pengunjung Pulau Galang untuk melihatnya dari dekat. Ada lagi Candi Chua Ky Vien, Candi Chua Kirn Quang, dan Candi Cao Dai.
Bila Anda tertarik, beli tiket pesawat atau kapal menuju Batam. Dari pusat kota Batam, Anda bisa menyewa taksi Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu per hari dan jarak tempuh 60 kilometer atau mengendarai sendiri mobil sewaan. Jangan lupa mempersiapkan segala kebutuhan seperti ban serep, makanan dan minuman.
Yuk ke Pulau Galang..
RUMBADI DALLE
20th February 2011
Ke Pulau Galang Yuk..
Maaf ya klo repost ato salkam, masih nubie nih 
nya dunk ndan 
