
19th February 2011
|
 |
Member Aktif
|
|
Join Date: Nov 2010
Posts: 101
Rep Power: 0
|
|
Militer Bahrain Brutal, Ambulans Ditembak
Kelompok anti-pemerintah di Manama, Bahrain. AP/Hasan Jamali
TEMPO Interaktif, Al-Manamah - Kekerasan terjadi lagi di Bahrain. Tentara menembaki pengunjuk rasa dan wartawan, mereka juga menembak ambulans yang berusaha melarikan korban tembakan di Pears Square, Al-Manamah, Bahrain, Jumat (18/2). Belum diketahui secara jelas berapa korban jatuh dalam insiden brutal tersebut, tetapi Rumah Sakit Salmaniya di Al-Manamah, Bahrain dipenuhi orang-orang yang terluka akibat tembakan.
"Kami butuh bantuan, petugas kami kelabakan. Mereka (aparat) menembaki kepala demonstran. Bukan di kaki. Kepala mereka terluka parah," kata dokter Ghassan kepada Al Jazeera. Umumnya pengunjuk rasa terluka parah sehingga mengalami pendarahan hebat. Namun, rumah sakit tidak memilik stok darah yang mencukupi.
Para pengunjuk rasa tersebut merupakan korban tembakan aparat keamanan Bahrain yang menembakinya secara brutal ketika mereka sedang melakukan pawai menuju Pearl Square, Al Manamah ibu kota Bahrain.
Aparat memberondong mereka dengan tembakan, belum diketahui apakah aparat menggunakan peluru karet atau peluru tajam. Namun, saksi mata mengatakan aparat menggunakan senjata otomatis.
Ribuan pengunjuk rasa itu sedang mengikuti arak-arakan prosesi pemakaman tiga orang korban tewas dalam demonstrasi kemarin yang diselenggarakan di dekat Pearl Roundabout.
Mereka meneriakkan slogan-slogan anti keluarga Al Khalifa yang sedang berkuasa di negeri itu. Mereka marah dan berduka atas tindakan polisi yang menyerang pendemo hingga tewas. Mereka ingin dunia internasional melihat bagaimana aparat berlaku brutal.
Khalid Al Khalifa, Menteri Luar Negeri Bahrain mengatakan penyerbuan aparat keamanan tersebut dapat dibenarkan karena pendemo mempolarisasi negara dan mendorong ke ujung sektarian. "Kekerasan itu dapat dimaafkan," katanya dalam pernyataan yang disiarkan televisi nasional setempat kemarin, sesaat setelah penyerangan, Kamis (17/2).
Al Jazeera | NY Times | Aqida Swamurti
|