
5th April 2011
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: Nov 2010
Location: Hogwarts|PIC#11
Posts: 618
Rep Power: 50
|
|
Menghancurkan ekosistem alami untuk bahan bakar bio memperparah pemanasan global
Quote:
Di dalam publikasi Science yang akan diterbitkan pada akhir bulan ini, memaparkan sebuah penelitian tentang pengubahan ekosistem alami menjadi lahan pertanian untuk kebutuhan bahan bakar bio yang dilakukan oleh University of Minnesota dan Nature Conservancy. Dalam studi tersebut, mengubah ekosistem alami menjadi lahan pertanian untuk kebutuhan bahan bakar bio akan semakin memperparah pemanasan global. Sangat ironis, selama ini bahan bakar bio dianggap sebagai usaha untuk mencegah pemanasan global, sementara usaha untuk memenuhinya semakin memperparah pemanasan global.
Menurut para peneliti, hilangnya karbon akibat mengubah hutan hujan, padang rumput atau eksositem tumbuhan alami jauh melebihi yang bisa dikurangi oleh bahan bakar bio. Mengubah jagung dan tebu menjadi ethanol, atau kelapa sawit dan kedelai menjadi biodiesel, melepas 17 hingga 420 kali lebih banyak karbon daripada menguranginya dengan menggantikan bahan bakar fosil menggunakan bahan bakar bio untuk per tahunnya. Karbon yang tersimpan di dalam tanaman dan tanah, dilepaskan sebagai karbon dioksida. Hilangnya karbon (carbon debt) tersebut harus digantikan sebelum bahan bakar bio mulai bisa mengurangi tingkat emisi gas dan menurunkan efek pemanasan global.
Di Indonesia, pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit memberikan carbon debt yang sangat besar dan membutuhkan waktu 423 tahun untuk menggantikannya. Kasus yang sama buruknya terjadi juga di hutan Amazon, yang menjadi perkebunan kedelai dan memerlukan 319 tahun untuk menggantikannya.
Stephen Polasky, profesor ilmu ekonomi terapan University of Minnesota, menjelaskan,'' Kita tidak mempunyai insentif yang tepat, sementara para pemilik tanah mendapatkan keuntungan dengan memproduksi minyak sawit serta produk lainnya, tetapi tidak mendapatkan keuntungan apapun untuk manajemen karbon. Akibatnya, pembabatan hutan semakin menjadi-jadi dan mengakibatkan peningkatan emisi karbon besar-besaran''.
Sementera itu Joe Fargione, penulis utama sekaligus ilmuwan dari Nature Conservancy, menambahakan,''Studi ini menguji pengubahan ekosistem alami menjadi lahan pertanian bahan bakar bio sekaligus mempertanyakan 'Apakah sebanding dengan hasilnya?'. Dan secara mengejutkan, jawabannya adalah tidak''.
Fargione memulai penelitiannya saat dia menjadi peneliti post doctoral bersama dengan Polasky, profesor David Tilman, serta peneliti universitas Jason Hill dan Peter Hawthorne, dan menyelesaikannya setelah bergabung dengan Nature Conservancy.
''Jika Anda sedang berusaha untuk mencegah pemanasan global, sangat tidak masuk akal jika harus mengubah ekosistem alami menjadi lahan pertanian bahan bakar bio,'' tambahnya.''Semua bahan bakar bio yang kita gunakan sekarang mengakibatkan kerusakan habitat, baik langsung ataupun tidak. Pertanian global saat ini sudah memproduksi makanan bagi 6 milyar orang. Memproduksi bahan bakar bio berbasis bahan pangan, juga akan membutuhkan lebih banyak tanah yang harus diubah menjadi lahan pertanian''.
Hasil studi ini sejalan dengan hasil observasi yang sudah ada bahwa meningkatnya permintaan ethanol dari jagung di Amerika Serikat menjadikan para petani di Amerika yang biasanya secara tradisional selalu merotasikan pola penanaman jagung dengan kedelai, kini mereka menanam jagung sepanjang tahun. Hal itu berpengaruh pada Brazil, para petani menanam lebih banyak kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dunia. Akibatnya hutan Amazon pun dibabat untuk membuka lahan bagi pertanian kedelai.
Para peneliti juga menemukan carbon debt yang sangat signifikan dalam kaitannya dengan pengubahan padan rumput di Amerika Serikat dan hutan tropis di Indonesia.
Tetapi para peneliti juga memberikan catatan bahwa tidak semua bahan bakar bio berkontribusi terhadap pemanasan global. Bahan bakar bio yang menggunakan bahan baku sampah atau limbah hasil pertanian dan sisa-sisa hasil hutan serta biomass lainnya yang tumbuh di daerah terbatas serta tidak sesuai bagi produksi pertanian, tidak termasuk sebagai bahan bakar bio yang memperparah pemanasan global. Para peneliti mendesak agar semua bahan bakar sepenuhya dievaluasi dampak-dampaknya bagi pemanasan global, termasuk dampak akibat pengubahan habitat alami.
''Tanaman untuk bahan bakar bio yang ditanam di lahan atau tanah yang sudah mengalami kerusakan atau tidak bermanfaat bagi tanaman pangan akan lebih membantu dalam mencegah pemanasan global,'' ujar Hill. Sementara itu Polasky menambahkan,''Menciptakan insentif untuk penyerapan karbon atau sangsi bagi emisi karbon dari pemakaian suatu lahan atau habitat adalah sangat penting, jika serius untuk mengatasi masalah pemanasan global ini.''
|
|