
12th April 2011
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: Apr 2011
Location: perkebunan cabe
Posts: 410
Rep Power: 0
|
|
Burung Pun Minta Penghijauan
Mengamati burung adalah salah satu langkah sederhana ikut menyelamatkan burung. Keindahan burung akan makin terasa jika mereka tetap berada di habitatnya, bukan di kandang. Sayangnya karena jarak dengan burung tak terlampau dekat, kicaunya tak terdengar.
Quote:
Di Tugu Monas, pengamatan burung dimulai bersama Jakarta Birder. Sejumlah burung sudah terlihat, diantaranya betet, tekukur, dan burung gereja. Menurut Boas Emmanuel dari Jakarta Birder, burung betet bisa diidentifikasi dengan melihat warna bulu dadanya. �Dadanya yang berwarna merah, kepalanya yang berwarna hijau dan kepalanya berwarna abu-abu dan paruhnya berwarna kemerahan.�
Di sini, burung-burung bisa diamati dengan mata telanjang. Pohon-pohon tinggi jadi tempat tinggal yang cocok untuk burung. Komunitas pengamat burung Jakarta Birder mencatat, ada 30-an jenis burung yang bisa ditemui di Tugu Monas. Ini bukan jumlah tetap, tergantung musim migrasi burung dan cuaca.
Untuk mengamati burung, perlu teropong dan kamera supaya bisa melihat lebih jelas. Setiap pengamat mendapatkan buku panduan berisi nama burung berikut bentuk paruh dan warna bulu.
Warna bulu burung bisa digunakan untuk membedakan jenis kelamin, tutur Adi. �Jadi ada dua pola kelamin. Yang satu monomorfisme yaitu jantan dan betina punya pola warna yang sama. Kalau cabai jawa yang kita lihat ini, dia di morfisme, jadi jantan betina punya pola warna yang berbeda. Jantannya kepala merah, badan abu-abu sedangkan betina hanya abu-abu.�
Di depan kandang rusa, ada pohon bonggur dan benalu. Buah dan bunga pohon ini menjadi daya tarik bagi burung.
Petang menjelang, kegiatan ini berakhir. Setelah hampir 2,5 jam melakukan pengamatan burung, hari itu ditemukan 15 jenis burung di lapangan Tugu Monas. �Pengamatan sebelumnya kita temukan 30. Jadi sekarang kita temukan 50 persennya.�
Hari itu kami tak menemukan burung alap-alap yang dicari. Beberapa pekan sebelumnya burung ini bisa ditemui di Taman Monas. Kenapa jumlah burung terus menyusut di ibukota?
|
Quote:
Burung pun butuh RTH
Asosiasi Konservasi Burung Indonesia mencatat, 120an jenis burung di Indonesia kini terdata di badan dunia untuk konservasi alam atau IUCN. 18 spesies itu dalam kondisi kritis, 31 terancam punah dan 73 dikategorikan rentan.
Pembangunan kota yang tidak memperhatikan Ruang Terbuka Hijau, termasuk Jakarta, menjadi salah satu penyebabnya. Padahal tempat ini dibutuhkan burung untuk berkembang biak dan hidup, kata pengamat burung dari LSM Flora Fauna Internasional, Ady Kristanto. �Pembangunan tidak mengindahkan habitat, dalam arti Ruang Terbuka Hijau, populasi akan menurun. Tambah lagi RTH sudah sangat sempit.�
Adi mencontohkan, di daerah Monas misalnya ada tekukur sebanyak 100 individu. Tapi tanpa RTH atau koridor yang mendukung, maka jumlah burung akan tetap, atau mungkin berkurang. Jika di daerah sekitar Monas ikut dihijuakan, maka populasi burung bisa bertambah.
Padahal burung adalah indikator keberhasilan penghijauan. Evi Fadliah dari International Animal Rescue menjelaskan,�Ketika lingkungan itu rusak, otomatis burung akan pergi. Karena burung yang paling cepat rasakan kualitas lingkungan, apakah di sini pakannya sudah semakin berkurang gitu. Pakan sendiri dihasilkan oleh pohon, dimana kalau pohon kaya taman ini aja misalnya, kalau pohon di sini sedikit, otomatis kualitas lingkungan di situ sudah menurun.�
Pemerintah Jakarta berjanji akan meningkatkan RTH hingga 14 persen, sekitar 42 kali luas Taman Monas. Tapi sampai saat ini baru 9 persen RTH yang tercapai. Kepala Dinas Pertamanan Jakarta Catherina Suryowati mengaku sudah berupaya maksimal mengawasi pembangunan. �Lihat saja peruntukkannya disitu. Kalau bukan untuk dibangun, pasti tidak diijinkan.� Catherine juga meminta bantuan masyarakat untuk sama-sama mengawasi peruntukan RTRW, alias Rencana Tata Ruang Wilayah, di Jakarta.

Burung tak perlu dikandangkan, cukup diamati di alam bebas, dan dikenang lewat foto
Catherina mencontohkan pembangunan jalan layang non-tol yang tengah dikerjakan di Jakarta. Ada 800-an pohon yang bakal terpangkas. Dinas Pertamanan sudah meminta Dinas Pekerjaan Umum sebagai pembangun jalan untuk mengganti pohon-pohon tersebut. �Satu ganti sepuluh, mereka harus ganti. Jangan sampai merugikan masyarakat, jangan sampai merugikan Pemda.�
Evi Fadliah dari International Animal Rescue mengingatkan, pohon baru juga tak boleh sembarangan. Jika ingin melestarikan burung, maka perlu diperhatikan pakan apa yang dihasilkan pohon itu.
|
Quote:
Koridor burung
Cara lain melestarikan burung di kota besar adalah dengan membangun koridor burung. Jalur ini menjadi titik pemberhentian sementara burung yang berpindah dari satu tempat lain. Adi Kristanto dari Flora dan Fauna Internasional menyayangkan, pemerintah daerah belum ada yang memperhatikan soal ini. �Bagusnya di daerah bantaran sungai atau kereta bisa jadi koridor ke daerah lain. Karena daerah itu kan sangat luas dan panjang. Kayak rel kereta kan panjang. Kalau di sepanjang rel itu ditanam pohon kan lumayan itu buat koridor.�
Tentu burung-burung ini tak bisa menunggu pemerintah. Masyarakat juga bisa menciptakan lagi tempat hidup burung dengan menanam pohon. Ketua Dewan Perhimpunan Burung Indonesia Ani Mardiastuti. �Apa yang diinginkan burung, pohon yang buahnya kecil-kecil, bisa berbuah setiap saat, misalnya cerson ya, beringin gitu, atau jenis-jenis yang bunganya ada terus. Seperti dadap merah. Jadi kebanyakan burung-burung ini adalah pemakan buah, pemakan serangga dan pemakan nektar. Jadi boni juga bagus, salam juga.�
Sayangnya, sampai sekarang masih ada saja orang yang memelihara burung dalam kandang. Supriyanto, pedagang burung di Pasar Pramuka Jakarta Timur mengaku sekitar 15an ekor terjual dalam sebulan.
Padahal, keindahan kicau burung akan makin terasa jika burung dibiarkan hidup di alam terbuka. Bukan di kandang, kata Adi dan Mela. Adi mengambil contoh penelitian yang dilakukan seorang peneliti Belanda. �Dia membandingkan suara buruang di alam di sangkar beda. Dari sonograf, burung yang di dalam sangkar seperti berteriak, tapi yang di alam bagaikan bernyayi. Jadi segi ketenangannya pun beda. Segi psikologis itu dapat menenangkan hati. Contoh, kita ruwet dengan kehidupan di kota, macet dan lainnya, kita jalan di taman kota, menurut saya sangat bagus. Itu bisa menenangkan hati.�
Sementara Mela membandingkan burung dengan dirinya sendiri. �Kita aja gak suka dikurung. Bagaimana dengan mereka? Kalau mereka bisa bicara pasti mereka akan berteriaklepaskan kami. Kenapa tidak dibebaskan saja?�
|
sumber
|