Login to Website

Login dengan Facebook

 

Post Reply
Thread Tools
  #1  
Old 20th January 2015
Gusnan's Avatar
Gusnan
Moderator
 
Join Date: Jun 2013
Posts: 27,623
Rep Power: 49
Gusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyakGusnan memiliki kawan yg banyak
Default 'Supernova': Sains, Spiritual, Selingkuh





Jakarta - Kesuksesan 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck' yang diminati banyak penonton hingga menjadikannya salah satu film box-office tahun lalu membawa rumah produksi Soraya Intercine Films kembali untuk mencoba peruntungan yang sama. Kali ini, giliran novel kontemporer karangan Dewi Lestari yang diadaptasi ke layar lebar dengan formula yang lebih kurang serupa; dibuat dengan budget besar, diisi aktor-aktris muda nan rupawan, dan film ini masih dikemas dalam paket yang serba mewah.

Film dibuka dengan narasi perempuan yang kemudian kita ketahui sebagai Diva (Paula Verhoeven), salah seorang tokoh utama kita. Ia memberi semacam pengantar kepada kita, berceloteh soal teori keteraturan dan chaos, tentang bagaimana segala sesuatu di alam semesta saling terhubung, lalu memperingatkan bahwa kisah yang akan kita saksikan ini bakal mengguncang diri kita. Film mana coba yang berani menyatakan diri seperti itu, sungguh sebuah kepercayaan diri tak terperi bukan?

Memang bukan tanpa alasan, pembuat film ini rasanya sadar betul bahwa materi yang mereka punya dan sumber daya yang mereka berikan untuk film ini sedemikian besar hingga cukup untuk memukau kita. Bila bukan untuk ceritanya yang sarat makna, setidak-tidaknya ada banyak rentetan shot mahal di setiap adegan di sepanjang durasi film yang bakal memanjakan mata kita.

Adegan awal yang berlokasi di Amerika tak menjadikan film ini ganjen untuk berlama-lama di sana. Ini bukan sejenis film tamasya yang kini sedang marak digarap oleh sineas kita. Latar Amerika seefektif mungkin digunakan untuk mempertemukan dua tokoh kita, Dimas (Hamish Daud, 'Rectoverso') dan Reuben (Arifin Putra, 'The Raid 2'), pasangan gay yang baru saling kenal lalu tripping bareng di sebuah pesta. Lalu, bukannya teler dan meracau yang bukan-bukan, kedua orang ini malah mengaku sedang bermeditasi. Reuben bahkan merasakan ada badai serotonin yang berkecamuk di kepalanya.

Badai serotonin. Ya, terdengar ilmiah, pilihan kata tak biasa untuk menggambarkan pengalaman euforia, kegembiraan yang teramat luar biasa, ekstasi. Diangkat dari novel yang konon berhasil mempertemukan roman dengan sains, nyatanya kisahnya sendiri lebih terasa sebagai sintesis antara roman dengan mistisisme Timur; sains hanya berakhir pada penggunaan istilah saja, menjadikannya sinonim yang keren untuk kata-kata yang sudah biasa kita dengar sehari-hari.

Kita mungkin terpukau mendengar Reuben mengatakan "badai serotonin", namun sejurus kemudian, Reuben dalam perbincangannya dengan Dimas, menyatakan pula soal dirinya yang terlepas dengan masa lalu, tak menghiraukan segala hal di dunia baik yang telah terjadi maupun yang bakal terjadi. Ia mengatakan, segala hal yang pernah ia lewati sebagai debu yang tak berarti lagi. Ia tak menghiraukan apa-apa kecuali dirinya yang pada saat itu tengah dilanda "badai serotonin". Dalam pemahaman zen apa yang dialami Reuben adalah samadhi, pencerahan kesadaran penuh yang membuatnya melebur total dengan semesta. Zen memahami bahwa "badai serotonin" yang dialami Reuben, pengalaman orgasmik dari seks atau meditasi memiliki daya mencerahkan yang dapat membuat ego kita melebur hingga tak ada lagi "kita" selain keberadaan, harmoni dengan semesta.

Semua itu memang terdengar seperti bualan, a major bullshit, tapi persis seperti apa yang dikatakan Reuben kepada Dimas, bagi mereka yang menganggap tripping sekedar teler, ada kesempatan berharga yang tersia-siakan, kesempatan transendental yang bila dialami serta dipahami dapat mengubah seseorang menjadi diri yang baru, seseorang yang terlahir kembali. Namun, pertanyaannya: apakah wacana tadi jadi sesuatu yang lantas bakal diobrolkan seusai menonton film ini? Rasa-rasanya isu seksualitas antara Reuben dan Dimas yang gay bakal jadi lebih seru untuk dirumpikan oleh sebagian besar penonton. Setidaknya, saat saya menyaksikan film ini seisi bioskop kompak tertawa geli-geli-jijik menyaksikan kedua pria yang dimabuk cinta itu.

Sponsored Links
Space available
Post Reply




Switch to Mobile Mode

no new posts