
— Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak terima kebijakannya disebut akan mematikan 100.000 pekerja budidaya ikan laut. Hal itu diungkapkan Susi saat berdialog dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan beberapa pengusaha di bidang perikanan.
"Saya tidak terima saya dibilang mematikan 100.000 pekerja," ujar Susi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Dia menjelaskan, kebijakan larangan
transhipment yang dikeluarkannya untuk menjaga hasil laut Indonesia agar tidak lari ke negara lain. Pasalnya kata dia,
transhipment di tengah laut sangat berpotensi merugikan negara.
Susi pun membantah bahwa kebijakannya itu tidak pro-pengusaha lokal. Bahkan, kata dia, saat ini pemerintah sudah mempermudah bisnis perikanan dengan menggandeng perbankan untuk memberikan bantuan dana bagi para nelayan.
"Kita
very open untuk bisnis perikanan. Bapak bisa ke OJK, mereka akan mengguyurkan kira-kira hampir Rp 60 triliun alokasi untuk perikanan. Tidak mungkin saya harus membatalkan regulasi yang sudah benar," kata dia.
Sebelumnya, Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) memprotes kebijakan larangan
transhipment yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Bahkan, menurut Abilindo, banyak anggotanya yang terancam gulung tikar karena kebijakan tersebut. (Baca:
"Bu Susi, Kasih Kami Hidup Pelan-Pelan...")
Ketua Abilindo Steven Hadi Tarjanto menjelaskan, rata-rata anggota Abilindo mengekspor hasil tangkapannya ke berbagai negara. Hasil laut tangkapan Abilindo, kata dia, dari ikan kerapu, lobster, ikan merah, dan semua ikan yang bernilai ekspor tinggi. Oleh karena itu,
transhipment dari kapal lokal ke kapal asing di tengah laut masih dibutuhkan oleh pengusaha.
Dia pun meminta Susi untuk memperbolehkan kapal-kapal asing masuk dan melakukan kegiatan
transhipment seperti sebelum adanya kebijakan pelarangan kegiatan tersebut melalui Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (MKP) Nomor 57 Tahun 2014 tentang larangan
transhipment.