Pencemaran nama baik harusnya dihukum perdata, bukan pidana.
Lembaga pejuang HAM dunia, Amnesty International meminta Indonesia untuk menghentikan penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk menegakkan hukum. Menurut mereka, kebanyakan, UU tersebut disalahgunakan untuk mengkriminalisasi kebebasan berekspresi.
Pernyataan ini dilontarkan Amnesty International setelah mereka mendapati kenyataan ada dua perempuan Indonesia yang dihukum hanya karena mengutarakan pendapatnya. Pertama adalah Wisni Yetty dan Florence Sihombing.
Wisni dihukum lima bulan penjara dan denda Rp100 juta hanya karena menuduh mantan suaminya melakukan tindak kekerasan. Tuduhan ini dilayangkan Wisni dalam percakapan
online pribadi dengan temannya di Facebook. Sedangkan Florence dihukum dua bulan penjara dan denda Rp10 juta karena mem-
posting hinaan terhadap Yogya di Path.
"Vonis dan penghukuman terhadap kedua perempuan di atas bertentangan dengan kewajiban Indonesia di bawah Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights, ICCPR), khususnya Pasal 19, dan juga Pasal Article 28E(2) dari Konstitusi Indonesia, yang menjamin hak atas kebebasan beropini dan berekspresi," ujar Josef Roy Benedict dari Amnesty International, dalam keterangan resminya, Selasa, 7 April 2015.
Menurut Josef, pemidanaan terkait pencemaran nama baik dan fitnah harus ditangani oleh pihak berwenang di bawah hukum perdata, bukan di bawah hukum pidana, dan harus ada penghukuman non-pemenjaraan bagi tuduhan kejahatan ini.
Pada Juli 2013, Komite HAM PBB, yang dibentuk berdasarkan ICCPR, dalam Pengamatan Akhirnya (Concluding Observations) terhadap Indonesia, menunjukan keprihatinannya atas penerapan ketentuan-ketentuan pencemaran nama baik di dalam UU ITE dan KUHP, dan meminta Indonesia untuk merevisi UU tersebut untuk memastikan bahwa revisinya sesuai dengan Pasal 19 dari ICCPR.
Amnesty International menyambut baik laporan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat RI telah menjadwalkan revisi UU ITE di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 dan mendesak mereka untuk memastikan bahwa UU ini direvisi sesuai dengan kewajiban HAM internasional Indonesia. Ketentuan-ketentuan yang mengkriminalisasi pencemaran nama baik di dalam KUHP juga harus dicabut.
Menurut kelompok masyarakat sipil yang bekerja di isu kebebasan berekspresi di internet, paling tidak ada 85 orang yang telah didakwa di bawah UU ITE sejak 2011, sebagian besar diancam lewat Pasal 27 dari UU ini.