FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Zen Muttaqin Sudah tidak ada lagi jalan untuk ketemu, persis apa yang juga dialami oleh Partai Golkar, yang kebetulan memang memiliki kedekatan dengan PSSI, PSSI benar benar dalam keadaan beku tak lagi bisa berkutik, harus konsisten ada di posisi yang tak bisa berubah. Tanggal 29 Mei 2015, adalah ultimatum yang diberikan oleh FIFA agar PSSI segera menyelesaikan masalah pembekuan yang dilakukan oleh Pemerintah cq Menpora., apabila tenggat waktu tak mampu menyelesaikannya, maka PSSI menerima sanksi yang akan segera dijatuhkan oleh FIFA. Namun seperti halnya Partai Golkar, yang dengan percaya diri seolah masih seperti yang dulu, menguasai dunia perpolitikan nasional, sehingga masih terus mendudukkan diri pada posisi penguasa dan pemegang kekuasaan. mengingat pada pengalaman 2 tahun yang lalu, ketika berkuasa saat Pemerintah SBY masa lalu, KPSI dengan sangat mudah mengambil alih PSSI, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Maklum saat itu memang Partai Golkar berkuasa, dimana ARB yang menjadikan PSSI saat itu, benar benar menguasai politik nasional, yang digunakan sebagai topangan terkuat dalam koalisi gabungan. Dengan membawa Partai Golkar, ARB menjadi ketua koalisi gabungan, dan benar 2 memiliki kekuatan besar menekan pemerintah SBY waktu itu. Sementara PSSI adalah akar yang dimiliki ARB, dalam konstelasi politik nasional terutama didalam internal Golkar. Dengan kekuatan PSSI mampu menjaring pengikut yang sangat besar, sebagai lumbung suara pada pemilu baik legislatif maupun Presiden. Itulah kenapa ARB sangat konsen untuk menumpahkan kekuasaannya dalam mengamankan sepak terjang PSSI waktu itu. Namun kini zaman telah berubah, seperti halnya dalam politik, terjadi perubahan sangat besar dan bahkan bisa berbalik keadaan. Yang berkuasa termarginalkan, justru yang tadinya marginal terdorong ke mainstream kekuasaan. Kemenangan Jokowi sekaligus menggusur kekuatan lama, yang diwakili oleh gabungan partai partai berkuasa ditambah Gerindra, otomatis terjadi polarisasi kekuasaan yang tidak bisa dibendung, dan semua itu akan berjalan sesuai dengan kerangka berfikir dan pola yang dimiliki oleh penguasa baru. Golkar sebagai motor terbesar dalam koalisi dipimpin oleh ARB, yang dengan sangat tragis tergusur oleh kekuatan baru dan kerangka berfikir baru, dengan segera terjadi evaluasi besar besaran terhadap seluruh slagorde kekuasaan lama, begitu juga didalam internal Partai Golkar. Yang segera merembet ke akar2nya. Tergusurnya ARB dari tampuk kekuasaan, dan bahkan kedudukan didalam internal Golkarpun juga mengalami degradasi ekstrim, sedemikian sehingga terjadi perpecahan didalam internal Partai Golkar. otomatis tangan tangan kekuasaan yang dulu mampu menjangkau keseluruh aspek kegiatan pemerintahan dan kekuasaan terputus dan teramputasi, termasuk jangkauannya kepada akar utamanya sepakbola . Pengurus2 PSSI yang dikuasai oleh kekuasaan ARB jelas mengalami pemudaran secara cepat, namun personalnya sudah terlalu dimanjakan oleh keadaan masa lalu ketika memiliki kekuatan dan kekuasaan politik, sehingga tidak merasa bahwa Dengan perkembangan politik sekarang inilah, kekuatan itu pudar dan musnah dengan cepat, sehingga mereka masih terpaku pada posisi politik seolah masih berkuasa. Langkah langkah Pengurus PSSI yang terlihat terlihat aneh dan lucu, bergerak seolah berkuasa namun sejatinya semua orang sudah tahu, bahwa mereka tidak memiliki kekuasaan. malah beranggapan seolah FIFA lah kekuatan kekuasaan yang mereka miliki. Padahal kejadian masa lalu ketika tampilnya LNM masuk kedalam jajaran Pengurus serta kembalinya ISL serta PT LI bukan kerja FIFA atau kekuatan FIFA, namun sejatinya adalah kekuatan pemerintah cq Menpora roy suryo waktu itu, bukan Presiden namun ARB dengan kekuasaan yang dimilikinya sebagai ketua Koalisi Gabungan . Kesadaran diri sebagai makhluk full power namun sejatinya hanyalah makhluk lemah yang powerless, jadi kelihatan lucu serta menggemaskan. Itulah yang menyebabkan banyaknya keanehan dan kelucuan yang terjadi. Pemerintah cq Menpora sekarang ini justru sudah benar dalam menggunakan kekuasaannya dalam mengatur dan membina sepakbola di Indonesia sebagai asset bangsa yang harus memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara serta kepada kehidupan yang mensejahterakan. Dari keinginan untuk membangun sepakbola yang bermartabat sesuai dengan tujuan FIFA, sepakbola menjadi ajang pengembangan manusia disleuruh dunia, sebagai alat komunikasi antar bangsa menghindarkan potensi pertikaian dan peperangan antar bangsa. Adalah tujuan utama Pemerintah cq Menpora untuk dilakukannya evaluasai dan penyusunan kembali PSSI. Apabila Pemerintah mengedepankan perbaikan sepakbola Indonesia, dengan semangat mengembalikan sepakbola seperti yang diinginkan oleh Negara, sekaligus synergy denganFIFA, maka tidak perlu merasa berseberangan dengan FIFA, justru pembiaran keadaanlah, yang akan semakin menjauhkan kita dari masyarakat sepakbola dunia. Sanksi bukanlah hal yang utama, sanksi hanyalah upaya FIFA mengembalikan organisasinya ada di jalur yang benar sesuai Statuta yang ada. Pemerintah cq Menpora tidak ada dibawah subordinat FIFA, namun Negara tetap meiliki kewajiban dan hak untuk menjalankan kedaulatannya serta memperoleh manfaat yang sebesar besarnya bagi bangsanya, dan hal itu harus juga diakomodasi oleh Statuta PSSI dimasa datang, sekaligus menjalankannya dengan konsekwen. FIFA justru sangat mengharapkan keikut sertaan Pemerintah dalam hal melindungi dan mengamankan seluruh kegiatan sepakbola, memberikan kepastian hukum dan keamanan setiap kegiatan sepakbola di Indonesia. Harapan masih ada dan masih ada jalan kedepan walau jauh namun sudah benar arah dan tujuannya kelak. Merdeka ! Merdeka ! Merdeka ! Jakarta, 24 Mei 2015 |
![]() |
|
|