FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Jakarta - Praktek hukuman mati bagi pelaku kejahatan dihampir semua negara sudah banyak yang ditinggalkan. Hanya tinggal beberapa saja yang masih memberlakukan hukuman mati untuk kasus-kasus kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran berat.
Cina misalnya masih memberlakukan hukuman mati dengan menembak para koruptor. Karena koruptor dianggap kejahatan berat yang telah merugikan negara dan rakyat. Di Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama untuk kejahatan yang tak diampuni, walau dengan cara suntik mati, tidak lagi dengan listrik. Praktek hukum mati di Indonesia sendiri belum ditinggalkan sepenuhnya. Misalnya hukuman mati dengan cara ditembak seperti yang dialami tiga serangkai teroris, Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudera. Tibo pelaku kerusuhan di Palu dan Sumiarti, pelaku pembunuhan keluarga anggota TNI AL di Surabaya. Dan, dalam beberapa persidangan dalam kasus tertentu, jaksa masih kerap memberlakukan tuntutan maksimal sampai hukuman mati. Mungkin Kerajaan Arab Saudi yang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara memengal atau memancung kepala. Inilah dirasakan kurang 'manusiawi' dengan cara hukuman mati dengan cara ditembak, distrum listrik atau disuntik. Apalagi kebanyakan yang dihukum mati bukan warga Arab Saudi, tapi lebih banyak para imigran atau tenaga kerja asing, seperti dari Indonesia seperti yang dialami TKW asal Bekasi, Jawa Barat, Ruyati (54) yang dihukum pancung, Sabtu (18/6/2011) waktu Arab Saudi. Hukum mati di Arab Saudi diberlakukan dengan dalih menjalankan syriat Islam. Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh pula atau Qisas. "Makanya di sini hukum pancung lebih dikenal dengan hukum qisas," kata Muhamad Tio, warga negara Indonesia yang tinggal di Makkah al Mukaramah kepada detikcom, Minggu (19/6/2011). Pasca pemancungan terhadap Ruyati sendiri menurut Tio, menjadi perbincangan dari mulut ke mulut di antara sesama TKI. "Di sini takut membicarakannya, karena takut fitnah juga, karena di sini sangat serius juga bagi pelaku fitnah," jelas Tio yang sudah 10 tahun tinggal dan bekerja di kota Makkah ini. Tio sendiri mengaku selama di tinggal di Arab Saudi sudah menyaksikan langsung proses hukuman pancung. "Saya pernah lihat orang dipancung dua kali dengan mata kepala sendiri. Saat itu di Jeddah, saat ada tiga orang yang dipancung," ucapnya sambil mengatakan bahwa orang yang kurang kuat melihatnya bisa langsung pingsan, menjerit histeris sampai muntah-muntah. Biasanya qisas sendiri dilaksanakan setiap hari Jum'at, khususnya sesuai sholat Jum'at. Setiap pelaksanaan dilakukan dengan begitu ketat penjagaan ratusan tentara dan polisi. "Orang yang akan dihukum diberdirikan di atas panggung yang dibuat setinggi setengah meter. Sebelum dipancung akan dibacakan dakwaan, asal kota dan negaranya. Setelah itu dibacakan do'a dan dipenggal dengan pedang khusus yang sangat tajam agar cepat prosesnya," ungkap Tio. Usai pelaksanaan di tempat itu juga disiapkan mobil pemadam kebakaran. "Ya itu untuk menyemprotkan air agar ceceran darah cepat bersih dan memang seperti tidak ada apa-apa, kayak tidak ada hukuman qisas," terangnya. Tio juga menjelasan hampir di semua kota besar di Arab Saudi memberlakukan hukum qisas untuk kasus pembunuhan dan bandar narkoba. "Kalau pemakai narkoba tidak di qisas, kecuali pengedarnya saja. Ini diberlakukan di kota Makkah, Madinah, Jeddah, Damam, Thaif dan kota lainnya," ujarnya. Di Jeddah sendiri biasa disiapkan tempat qisas di sebuah lapangan di sekitar daerah Al Balad. Di Al Balad sendiri merupakan kawasan komersial dan perdagangan yang tak jauh dari pantai. "Kalau dulu di Makkah, Qishos akan dilaksanakn tak jauh dari Masjidil Haram, sekarang tidak tahu lagi. Kalau kata orang di wilayah Tan'im. Saya dengar ibu Ruyati juga dihukum di Makkah, tapi saya nggak tahu di mana persisnya," katanya. Tio dan sejumlah mukimin lainnya menyatakan, justru dengan hukum qisas yang diberlakukan di Arab Saudi membuat rasa aman penduduknya, termasuk para pendatang. Karena hampir sebagian besar aman dari pelaku kejahatan, walau tidak dipungkiri masih ada kasus kriminal kecil lainnya. "Ya dalam beberapa hal kita sepakat qisas ini untuk membuat efek jera yang efektif. Saya setuju hukuman mati seperti di Cina yang diberlakukan terhadap koruptor. Kalo di Indonesia membunuh itu seperti membunuh ayam. Hampir tiap hari ada pembunuhan tapi pelakunya tidak jera, karena hukum kurang tegas. Apalagi kasus korupsi," terangnya Tio mengajak semua orang, khususnya di Indonesia untuk memperhatikan kembali soal pengiriman TKW ke Arab, apalagi soal ajaran yang menyebutkan larangan perempuan berpergian jauh dari rumah. "Tentunya ini bukan persoalan larangan perempuan bekerja atau pesoalan gender. Tapi alangkah baiknya ini diperhatikan lagi, kalau tidak mau menimbulkan musibah yang lebih besar. Karena resiko wanita lebih besar. Lah TKI yang laki-laki saja berbahaya, bahkan ada yang disandera kaya di Somalia. Tapi setidaknya itu resiko seorang lelaki, seorang kepala rumah tangga yang kewajibannya mencari nafkah," pungkasnya. (zal/her) |
#2
|
||||
|
||||
![]()
saya pernah baca di sebuah artikel, hukuman mati dengan di pancung hanya butuh 1-2 detik untuk mati, bandingkan dengan hukuman mati dengan di tembak butuh 10-30 detik untuk mati........ jadi bagi si terhukum rasa sakit akibat di pancung lebih sedikit dibanding rasa sakit akibat di tembak........ jadi pada kalo di tinjau dari si terhukum pancung lebih baik di banding di tembak, karena sakitnya lebih sebentar (kalo udah mati kan ga sakit lagi). Memang kelihatan di pancung lebih kejam, tapi sebenarnya lebih sedikit menyiksa si terhukum
__________________
![]() |
#3
|
||||
|
||||
![]()
yah seperti master hukum berkata,,
merengut kebebasan seseorang lebih menyiksa daripada merengut nyawa seseorang.. ternyata oh ternyata.. teknik merengut nyawa juga berpengaruh, hukuman pancung biadab tapi tetep tidak menyiksa.. jadi hukum itu dipergunakan untuk menyiksa atau membuat efek jera? tanya kenapa.. lagi keluar jenius anne ni ndann ![]() ![]() ![]() |
#4
|
||||
|
||||
![]() Quote:
lebih kejam kesakitan nya . sama aja kaya jatoh dari lantai 3 ke dasar suara nya Dbruukk !!!! aaawww !!! mati (hukum tembak) dari lantai 15 waa !!! Braaakkk!!!! Mati (hukum pancung) ![]() |
#5
|
||||
|
||||
![]() Quote:
di tembak si terhukum masih mendengar suara letusan senapan...... itu serem loh, apalagi tau tuh peluru ke arah jantung kita (kalo tembakan langsung tepat sih, cuma algojo hukum tembak biasanya tepat), begitu peluru kena jantung sakitnya kerasa sampe ke otak kan syarafnya masih nyambung ke otak...... di pancung si terhukum ga denger apa2, tau2 kepala udah lepas, dan karena udah lepas tentu sakit juga ga sampai ke otak...... wong tulang belakang di putus tuh..... jadi secara medis rasa sakit ga sampai ke otak, dan begitu sampai si terhukum udah KO (kalo udah mati kan ga bakalan sakit, yang terasa itu sakit kalo lagi setengah mati, alias sekarat) cuma kita2 yang ngeliat lebih serem kalo hukum pancung, jadi efek jera pada yang ngeliat lebih besar pada hukum pancung di banding hukum tembak...... efek jera itu perlu buat yang lain kan??? bukan buat terhukum mati.... toh dia udah di hukum mati, jera juga percuma
__________________
![]() Last edited by me_R; 20th June 2011 at 08:25 AM. |
#6
|
||||
|
||||
![]() Quote:
![]() ya pokok nya intinya gitu. sadis sih hukum pacung kalo masalah sakit yah hukum tembak. tapi ane gak mau berakhir gara" 2 hukuman tsb. ![]() |
#7
|
||||
|
||||
![]()
karena itu lebih baik jangan berbuat salah......
__________________
![]() |
#8
|
||||
|
||||
![]() |
#9
|
||||
|
||||
![]()
kasus terbaru tki yg dihukum pancung ndan,bener2 biadab ndan menurut ane
![]() |
![]() |
|
|