CERMIN: Kaum Muda dan Kerukunan Beragama

vals^VIP · 03:43 PM

CERMIN: Kaum Muda dan Kerukunan Beragama

bercermin: melihat diri sendiri

Kalau kita mau jujur pada sejarah, kehadiran agama-agama besar di Indonesia demikian erat kaitannya dengan keberadaan budaya-budaya lokal yang tumbuh subur di negeri Indonesia. Melalui budayalah agama-agama itu berkembang. Budaya menjadi pintu masuk sehingga mereka mampu diterima oleh masyarakat. Pada sisi lain, budaya sekaligus menjadi daya rekat dan pemersatu bagi masyakarat. Keberadaan budaya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bersama. Karena daya pemersatu inilah, orang merasa sebagai satu bagian.

Kedua sisi budaya inilah yang menjadi kerangka dasar bagi Orang Muda Katolik [OMK] Kulonprogo dalam kegiatan tahunan bertajuk Festival Kesenian Tradisional. Dalam festival yang ketiga ini, tema yang hendak diusung adalah �Saiyeg Saeka Kapti Memetri Rukuning Sesami�. Sebuah tema yang sarat dengan makna. �Kami tak punya apa-apa selain membangun persaudaraan melalui seni dan budaya tradisional,� kata Yohanes Advent Tody, Koordinator Panitia.

Sudah sejak awal dirintisnya Festival Kesenian Tradional, tema kerukunan beragama memang mendapat prioritas utama. Keprihatinan akan semakin berkurangnya kerukunan agama mendasari OMK Kulonprogo untuk berbuat sesuatu meski kecil dan sederhana. Hasilnya? Dengan semangat dan jiwa mudanya, mereka mencoba menampilkan kesenian tradisional dengan bingkai jiwa kaum muda. Cerita-cerita tradisi dan bentuk-bentuk kesenian lain dijelajahi, diberi makna, dan ditampilkan secara baru.

Inilah yang terjadi Minggu, 24 Juli 2011 di di Lapangan Sepace, Banjarharjo, Kalibawang, Kulon Progo. Melalui pagelaran kesenian tradisional OMK Kulonprogo ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa kerukunan beragama adalah hal yang tidak bisa ditawar. Tidak mengherankan jika masyakarakat tumpah ruah untuk menyaksikan pagelaran budaya yang dipentaskan di lapangan terbuka. Cuaca panas tidak menyurutkan masyarakat untuk menikmati dan menyaksikan berbagai pertunjukan yang ditampilkan. Tua, muda, dan anak-anak larut dalam setiap pertunjukan yang ditampilkan.

asyik menonton

Cita-cita meraih kerukunan beragama itu tak bisa dilakukan sendiri. Perlu usaha bersama-sama dari segenap lapisan masyarakat. �Saiyeg saeko kapti� menjadi slogan yang sekaligus menjadi ajakan bersama-sama untuk mengupayakan cita-cita yang hendak dituju yaitu �memetri rukuning sesami�. Meraih kerukunan beragama memang tidak mudah. Tetapi dengan usaha bersama dan terus menerus, usaha dan cita-cita itu akan terlaksana.

Setidaknya, proses mencapai kerukunan bersama itu telah dimulai dari segenap panitia dan para pemain yang terlibat dalam pagelaran Festival Kesenian Tradisional itu. Salah satu contoh dari proses itu adalah tampilan Bima Suci dari OMK Brosot. Bima Suci adalah salah cerita pewayangan yang menggambarkan perjuangan Raden Bratasena untuk mendapatkan �ngelmu sejati� yaitu sangkan paraning dumadi. Yang menarik dari proses itu adalah keterlibatan masyarakat sekaligus rasa handarbeninya. Sang pemeran utama sendiri bukan siapa-siapa. Pedagang mie godhog yang biasa dipanggil mas Gendut itu seorang Muslim. Tapi panggilan untuk ikut serta mewartakan kerukunan beragama telah menariknya untuk terlibat dalam pementasan itu.

mas gendut, sang aktor utama

�Seni itu melampaui agama,� demikian ungkap mas Gendut. Dalam dunia seni, orang tampil sebagai manusia sejati yang tidak dibatasi oleh sekat sapa sira sapa ingsun. Pemahaman inilah yang mendasari mas Gendut untuk merelakan tidak berjualan mengingat proses latihan yang selalu diadakan pada malam hari. Rasa tanggung jawab sebagai bagian masyarakat dikedepankan, meskipun harus mengurbankan diri sendiri.

Darah seni yang telah mengalir dalam diri Mas Gendut, yang telah berumur 40 tahun, membawanya pada keyakinan bahwa seni dan budaya akan mampu meretas berbagai konflik agama yang sering melanda negeri ini. Tak mengherankan jika mas Gendut sendiri yang melamar untuk terlibat dalam pementasan lakon Bima Suci. Tak ada yang memaksa. Meski kegiatan ini diadakan komunitas katolik, tapi ia punya keyakinan bahwa seni tak mengenal sekat agama. Mas Gendut ingin berbagi melalui hal konkret. Perbedaan bukan untuk bermusuhan, tapi perbedaan dapat dipersatukan melalui seni.

saiyeg saeko kapti

Dalam pagelaran ini, ada banyak mas Gendut yang terlibat dengan sepenuh hati. Berbagai pelaku seni yang terdiri dari berbagai latar belakang agama berkumpul menjadi satu dengan daya rekat budaya. Melalui seni dan budaya, tidak ada lagi saya agamanya apa dan kamu agamanya apa. Masing-masing tampil sebagai seorang manusia yang sama derajad dan martabatnya. Ada sebuah keyakinan. Ketika nilai budaya dipelajari, diperdalam, dan direnungkan akan muncul kesadaran-kesadaran untuk kembali menata peri kehidupan. Mentalitas manusia akan semakin terasah. Harmoni kehidupan akan tercipta. Budaya memang cerminan sebuah bangsa. Kebudayaan bukan hanya soal tampilan atau pentas, melainkan apa yang terlihat dalam perilaku kehidupan manusia.

memetri rukuning sesami

Inilah pesan moral yang hendak disampaikan oleh OMK Kulonprogo dalam Festival Kesenian Tradisional 2011. Sebuah langkah kecil sudah dimulai. Langkah kecil itu tinggal dilanjutkan dan diteruskan supaya semakin banyak orang yang terlibat untuk mengupayakan kerukunan beragama. Bukan hanya mereka, saya dan Anda pun diajak untuk bersama-sama terlibat.

kolaborasi tua-muda

dimulai dari hidup sehari

dalam pergulatan hidup

menatap ke depan

menciptakan kebersamaan dalam harmoni kehidupan

Terkait:

Menu