|
Go to Page... |
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Mereka tetap memilih cinta merah-putih,tapi harga yg mereka harus bayar sangat mahal.10 tahun telah berlalu,akan kah nasib mereka berubah? ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ....Dalam pesawat, saat meninggalkan Kupang, saya merenung. Bagi saya dan siapa pun yang datang ke kamp pengungsi, situasi di sana bagaikan mimpi buruk yang hanya terasa sesaaat. Ketika kita terjaga, mimpi itu akan hilang. Saya hanya sehari di kamp pengungsi. Hanya sehari merasakan kepedihan. Hanya sehari melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan para pengungsi di sana. Hanya sehari menyaksikan anak-anak berebut permen dan bolpoin dari tangan saya. Hanya sehari melihat anak-anak setengah telanjang. Hanya sehari melihat anak-anak berpakaian kumuh. Hanya sehari melihat jagung atau segenggam beras yang dimasak seadanya. Semuanya hanya mimpi buruk dalam sehari. Sesudah itu, saya akan kembali menjalani kehidupan sehari-hari di Jakarta. Kembali menikmati semua fasilitas kota metropolitan yang serba modern. Kembali melihat orang berlalu lalang di mall-mall dengan dasi dan baju mahal. Melihat tawa riang anak-anak muda di cafe-cafe dengan laptop di depan mereka. Melihat anak-anak kecil dengan nikmat menyantap es krim di restoran mahal. Tapi, bagaimana dengan mereka yang berada di kamp pengungsian? Mimpi buruk itu harus mereka lalui selama puluhan tahun. Sebelum tidur sampai ketika bangun, mereka tetap melihat masa depan yang tak menentu. Melihat anak-anak mereka yang terpaksa tumbuh dan besar dengan kondisi kekurangan gizi. Setiap bangun tidur, mereka sudah dihadapkan pada pertarungan untuk mempertahankan hidup. Sungguh ironis. Bukankah dulu mereka mempertaruhkan nyawa demi Indonesia? Bukankah mereka berada di sana karena membela keyakinan pada merah putih? Adakah kondisi yang mereka terima sekarang ini sebagai imbalan atas keyakinan itu? ..dikutip dari kickandi.com Terkait:
|
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|