VIVAnews - Harga minyak pada Oktober yang rata-rata menembus US$82,26 per barel belum membuat pemerintah panik. Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, harga minyak masih di bawah asumsi dan tidak harus membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru.
Hatta menjelaskan, pemerintah juga tidak berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), karena rata-rata harga minyak Januari-Oktober belum menembus US$80 per barel.
"Jadi, harga minyak sekarang belum memberikan dampak signifikan ke APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Hatta di kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Senin 8 November 2010.
Hatta menyatakan kenaikan harga minyak akhir-akhir ini hanya tren sementara. Selain itu, harga minyak patokan Indonesia juga tidak terlalu tinggi seperti harga minyak dunia yang sangat fluktuatif.
"Tidak ada dampak karena ICP (harga minyak Indonesia) sampai bulan lalu masih di kisaran US$78-79 per barel," kata dia.
Menurut Hatta, pemerintah saat ini tengah memikirkan bagaimana target
lifting minyak bisa dipenuhi sesuai target APBN. Kebocoran pipa gas Transportasi Gas Indonesia (TGI) selama dua pekan lebih menyebabkan target
lifting harus berkurang hingga sekitar 160 ribu barel.
"Ini yang menjadi perhatian kami. Karena meleset 10 ribu per barel sama dengan Rp1 triliun," kata Hatta.
Sementara itu, dengan potensi kehilangan lifting 160 ribu barel selama dua pekan diperkirakan target lifting tidak akan terpenuhi sekitar 5.000 barel untuk rata-rata sampai satu tahun. Jumlah itu ekuivalen atau setara Rp500 miliar.
sumber: vivanews