Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Religion > Islam

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Ulama Ulama is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,239
Rep Power: 16
Ulama mempunyai hidup yang Normal
Default Siapakah emaknya ?

Kisah ini didapat dari pengalaman sejati teman saya dan mengirimnya lewat sebuah milis
Semoga bermanfaat....

================== ========

Siapakah emaknya...

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali kekota. Mengingat
jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya
singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang
anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.


"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera
menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak Dik,
Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Lebih kurang 20 menit
kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang
suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika
menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai
disitu dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia
tanya, "Tak mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak atau Ibu." Molek budi
bahasanya.

Pemilik restoran itupun tak melarang dia keluar masuk restorannya
menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di
hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau
tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya
enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil.
Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka
pintu,membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya menghidupkan
mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman.
Saya turunkan kaca jendela. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlukan kue saya untuk adik-
adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum.
Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang
penutupnya.

Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan
dihati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp
20.000,- padanya. "Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli
kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak.
Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus
berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah
terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian saya itu kepada
seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut, saya
hentikan mobil, memanggil anak itu. "Kenapa Bang, mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang
berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.

Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan
masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak
berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus
kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya
berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.

Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja Bang...." Selepas dia
memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp
25.000,-.
Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia
hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terpikir untuk bertanya statusnya. Anak
yatim
kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya?
Terus terang saya katakan, saya beli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan,
tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu
penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu. Dia
menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 10:39 AM.


no new posts