Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Religion > Buddha

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Buddha Buddha is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,075
Rep Power: 16
Buddha mempunyai hidup yang Normal
Default Makna Pindapata

Makna Pindapata



Ayudo balado dhiro, va??ado pa�ibha?ado sukhassa data medhavi, sukha? so adhigacchati. Ayu? datva bala? va??a?, sukha�ca pa?ibha?ado dighayu yasava hoti, yattha yatthupapajjati�ti.

Ia yang bijaksana, pemberi usia, pemberi kekuatan, pemberi keelokan, pemberi kecerdasan dan pemberi kebahagiaan, akan memperoleh kebahagiaan pula. Setelah memberi umur panjang, kekuatan, keelokan, kebahagiaan dan kecerdasan, dimanapun ia terlahir, akan berusia panjang dan berkedudukan tinggi.
(Bhojananumodana Gatha)



Pi??apata berasal dari dua suku kata, yaitu: Pi??a dan Pata. Pi??a berarti gumpalan/bongkahan (makanan) dan Pata berarti yang dijatuhkan. Jadi dapat diartikan pi??apata adalah bongkahan makanan yang dijatuhkan ke dalam mangkuk (patta) para bhikkhu.

Bagi bhikkhu yang menjalankan praktik keras (dhutha?ga) harus melakukan pi??apata sebagai salah satu peraturan praktiknya. Ada lima peraturan tentang makanan bagi bhikkhu yang menjalani praktik dhutha?ga ini yaitu: tekad hanya makan dari hasil pi??apata (pi??apatika?ga), menerima dana dari rumah ke rumah tanpa kecuali (sapadanacarika?ga), makan tanpa selingan (ekasanika?ga), memakan hanya makanan yang ada dalam mangkuk (pattapi??ika?ga), dan tidak makan lagi setelah selesai makan (khalupacchabhattika?ga).

Pada jaman dahulu, para petapa umumnya menerima dana makanan dari rumah-rumah penduduk untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Begitu pula dengan Sang Buddha, setiap pagi Sang Buddha dan rombongan para bhikkhu pergi meninggalkan vihara, memasuki desa atau kota untuk ber-pi??apata, pi??apata ini merupakan suatu cara pendekatan masyarakat secara agama Buddha. Tak jarang ketika Sang Buddha dan para bhikkhu ber-pi??apata, masyarakat tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Sang Buddha atau para bhikkhu, seperti Upatissa yang begitu terkesan melihat Bhikkhu Assaji yang sedang ber-pi??apata atau Bahiya yang berpakaian kulit kayu (Bahiyadaruciriya) berjumpa Sang Buddha saat Beliau ber-pi??apata dan memohon Sang Buddha untuk memberikan uraian Dhamma. Mereka berdua pada akhirnya tertarik untuk menjalani kehidupan kebhikkhuan, Upatissa kelak dikenal dengan nama Sariputta, namun kondisi karma buruk Bahiya berbuah, beliau meninggal diseruduk sapi (jelmaan Asura) ketika mencari perlengkapan kebhikkhuannya, tetapi Bahiya telah mencapai tingkat kesucian Arahat setelah mendengar beberapa kalimat Dhamma dari Sang Buddha.

Pada tahun ketiga, Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu atas undangan Raja Suddhodana. Beliau beserta rombongan bhikkhu berangkat dari Rajagaha ke Kapilavatthu.

Sang Buddha beserta rombongan tiba di Kapilavatthu dan berdiam di Nigrodarama. Raja Suddhodana dan penduduk berduyun-duyun menemui Sang Buddha. Karena mengetahui bahwa para orang tua suku Sakya memiliki watak yang sombong, Sang Buddha menunjukkan keajaiban ganda (yamakapa?ihariya) kepada mereka. Api menyala di bagian atas tubuh Beliau dan air memancar dari tubuh bagian bawah dan sebaliknya. Setelah orang-orang suku Sakya dapat diyakinkan bahwa Sang Buddha telah mencapai ke-Buddha-an, kemudian Beliau duduk dengan tenang di tempat yang telah disediakan.

Raja Suddhodana menanyakan kabar Sang Buddha dan mengajukan beberapa pertanyaan lainnya kepada Beliau. Di akhir tanya jawab, Raja Suddhodana berhasil memperoleh mata Dhamma dan menjadi Sotapanna. Berhubung tidak mendapat undangan makan di istana, maka keesokan harinya Sang Buddha beserta rombongan memasuki kota Kapilavatthu untuk berpi??apata. Penduduk kota menjadi gempar. Memang mereka sering melihat seorang petapa atau brahmana ber-pi??apata, tetapi baru sekarang mereka menyaksikan seorang berkasta Khattiya, putra dari seorang raja, berpi??apata. Berita ini sampai ke telinga Raja Suddhodana, dan raja segera menemui Sang Buddha dan menegur Beliau.

�Mengapa anakku melakukan perbuatan yang sangat memalukan ini? Mengapa anakku tidak datang saja ke istana untuk mengambil makanan? Apakah pantas seorang putra raja meminta-minta makanan di kota, tempat ia dulu sering berjalan-jalan dengan kereta emas? Mengapa anakku membuat malu ayahnya seperti ini?�

�Aku tidak membuat ayah malu, Oh Baginda. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan kita,� jawab Sang Buddha dengan tenang. �Apa kebiasaan kita? Bagaimana mungkin! Tidak pernah seorang anggota keluarga kita minta-minta makanan seperti ini. Dan anakku mengatakan bahwa ini sudah menjadi kebiasaan kita?�

�Oh, Baginda, ini memang bukan merupakan kebiasaan seorang anggota keluarga kerajaan, tetapi ini adalah kebiasaan para Buddha. Semua Buddha di jaman dahulu hidup dengan jalan mengumpulkan dana makanan dari para penduduk.�

Setelah Raja Suddhodana mendesak agar Sang Buddha beserta rombongan mengambil makanan di istana, maka berangkatlah Sang Buddha beserta rombongan ke sana.

Ada enam kewajiban yang harus dilakukan (kiccavatta) oleh bhikkhu atau sama?era yang berpi??apata. Enam kewajiban itu adalah:

1. Ia harus mengenakan jubahnya dengan rapi.

2. Ia harus meletakkan mangkuknya di bawah jubah (mangkuk terlindungi oleh jubah).

3. Sebelum meninggalkan vihara, ia harus menyiapkan tempat duduknya, air minum, air pencuci tangan, pencuci kaki, pencuci mangkuk, dan perlengkapan kebhikkhuan lainnya.

4. Ia melaksanakan pi??apata sesuai dengan tata tertib �Sekhiyadhamma�.

5. Ia hendaknya penuh perhatian pada waktu berada di tempat penduduk.

6. Ketika berpi??apata, seorang pi??apatacarika tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), maka setelah ia kembali ke vihara dan sebelum memakan dana makanan hasil pi??apatanya, ia harus mencuci kakinya terlebih dahulu.

Peraturan Pacittiya menjelaskan jika ada umat yang mengundang bhikkhu untuk menerima dana makanan, maka bhikkhu itu dapat menerima tiga mangkuk penuh apabila ia mau. Apabila ia menerima lebih dari tiga mangkuk, maka ia melanggar peraturan Pacittiya. Makanan yang ia terima itu harus pula dibagi kepada bhikkhu lain. Seorang bhikkhu juga dilarang untuk makan di luar waktu yang telah ditentukan (lewat dari tengah hari). Jika melakukan hal ini, maka ia melanggar Pacittiya.

Dalam Pi??apataparisuddhi Sutta, Majjhima Nikaya, Sang Buddha memberikan nasehat kepada para bhikkhu agar selalu menjaga diri sehingga pikiran mereka tetap murni ketika sedang ber-pi??apata atau sedang makan yaitu dengan cara membuang nafsu keinginan, menghapus penghalang, serta mengembangkan pengetahuan tentang Tujuh Faktor Penerangan Sempurna lewat perjuangan yang terus-menerus. Bagi seorang bhikkhu, ada perenungan yang harus dilakukannya ketika ia menggunakan empat kebutuhan pokok, yaitu perenungan sebelum penggunaan (Ta?kha?ikapaccavekkha?a) dan perenungan setelah penggunaan (Atitapaccavekkha?a). Ia harus merenungkan tujuan sebenarnya dari penggunaan kebutuhan itu, yaitu untuk mengurangi keserakahan yang muncul dari kebodohan dan kebencian, agar menimbulkan pengertian yang benar dari penggunaan empat kebutuhan pokok itu tanpa keserakahan, kebencian, dan kebodohan.

Dalam A?guttara Nikaya IV.57, Sang Buddha memberikan khotbah singkat kepada seorang wanita dari suku Koliya, Suppavasa. Ia adalah ibu dari Bhikkhu Sivali, Arahat yang paling beruntung. Khotbah ini disampaikan setelah Beliau menerima dana makanan darinya. �Dengan memberikan makanan, seorang siswa yang luhur memberikan empat hal kepada penerimanya. Apakah yang empat itu? Dia memberikan usia panjang (ayu), keelokan (va??o), kebahagiaan (sukha), dan kekuatan (bala). Dengan memberikan usia panjang, dia sendiri akan memiliki usia panjang. Dengan memberikan keelokan, dia sendiri akan memiliki keelokan. Dengan memberikan kebahagiaan, dia sendiri akan memiliki kebahagiaan. Dengan memberikan kekuatan, dia sendiri akan memiliki kekuatan. Keempat pahala ini akan diperolehnya secara manusiawi (duniawi) dan surgawi. Dengan memberikan makanan, seorang siswa yang luhur memberikan empat hal ini kepada penerimanya.�

Merupakan kewajiban bhikkhu (vatta), setelah menerima dana makanan membacakan Anumodana Gatha atau khotbah Dhamma singkat kepada umat yang berdana. Kalimat yang diucapkan biasanya berbunyi, �Ayu, Va??o, Sukha?, Bala?� artinya semoga anda panjang umur, cantik/tampan (elok), bahagia, dan kuat.



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 11:15 PM.


no new posts