for
temple grandin:
Uploaded with
ImageShack.us
Uploaded with
ImageShack.us
Grandin terdaftar dalam daftar di tahun 2010 100 Time dari 100 orang paling berpengaruh di dunia dalam kategori "Heroes".
Grandin lahir di Boston, Massachusetts,dari pasangan Richard Grandin dan Eustacia Cutler. Dia didiagnosis dengan autisme pada tahun 1950. Setelah diberi label dan didiagnosis dengan kerusakan otak pada usia dua tahun, ia ditempatkan di sebuah taman kanak-kanak terstruktur. Ibu Grandin berbicara kepada seorang dokter yang menyarankan terapi wicara, dan dia menyewa seorang pengasuh yang menghabiskan berjam-jam bermain game turn-based dengan Grandin dan adiknya.
Pada usia empat tahum, Grandin mulai berbicara, dan membuat kemajuan. Dia menganggap dirinya beruntung telah memiliki mentor mendukung dari sekolah dasar dan seterusnya. Namun, Grandin telah mengatakan bahwa sekolah menengah dan tinggi adalah bagian terburuk dalam hidupnya. Dia adalah "anak kutu buku" yang semua orang akan menggodanya. Pada suatu hari, sementara ia berjalan menyusuri jalan, orang akan mengejek dengan mengatakan "tape recorder," karena dia akan mengulangi apa yang ia bicarakan lagi dan lagi. Grandin menyatakan bahwa, "Saya bisa tertawa tentang hal itu sekarang, tapi saat itu saya benar-benar terluka."
Tidak bisa berbicara sangat membuat saya frustasi. Jika seseorang dewasa berbicara langsung kepada saya, saya dapat memahami apa yang mereka katakan, tetapi saya tidak bisa mengeluarkan kata-kata yang ingin saya ucapkan. Jika saya berada dalam situasi dengan tingkat stress yang sedikit, terkadang kata-kata tersebut akhirnya bisa keluar. Terapis wicara saya tahu bagaimana cara masuk kedalam dunia saya. Ia akan memegang dagu saya dan membuat saya menatap matanya dan kemudian berkata �bola.� Pada usia tiga tahun, saya bisa mengucapkan kata �bola� dan �bo�a� dengan tingkat stress tinggi. Jika si terapis terlalu memaksa, saya akan mengamuk (tantrum), dan jika ia tidak mencoba masuk jauh kedalam diri saya, maka tidak akan ada perkembangan berarti yang bisa dicapai saat itu. Ibu dan guru saya bertanya-tanya kenapa saya berteriak. Berteriak adalah satu-satunya cara agar saya bisa berkomunikasi. Terkadang saya berpikir pada diri saya sendiri jika saya akan berteriak sekarang karena saya ingin memberitahu semua orang bahwa saya ingin melakukan sesuatu, cerita Grandin.
Pada usia empat tahun, Grandin mulai bisa berbicara dan mulai memperlihatkan perkembangan. Grandin merasa beruntung karena saat itu ia mendapat banyak dukungan dari para pengajar di sekolahnya dulu. Namun, ia menyebutkan bahwa masa-masa sekolah dasar dan menengah merupakan masa terburuk dalam hidupnya.
Ia merupakan �anak aneh� yang menjadi bahan ejekan dan lelucon anak-anak lainnya. Ketika ia berjalan-jalan, orang-orang di jalanan akan mengejeknya �tape recorder� karena ia selalu melakukan hal yang sama berulang-ulang. Grandin berkata, � Sekarang ini saya dapat tertawa saat mengenangnya, tapi dahulu rasanya sangat menyedihkan.� Untuk membantu perkembangan kondisinya, Grandin mengkonsumsi obat anti depresi secara teratur dan menggunakan �squeeze-box� (mesin peluk) yang diciptakannya pada usia 18 tahun sebagai bentuk terapi personal. Beberapa tahun kemudian, kondisinya itu dapat dikenali dan pada usia dewasa ia di diagnosa menyandang sindrom Asperger, yang merupakan sejenis dengan spektrum autis.
Setelah menyelesaikan sekolahnya di Hampshire Country School di Rindge, New Hampshire, pada tahun 1960-an, Grandin pun melanjutkan belajar ke universitas. Dia berhasil meraih gelar sarjana jurusan psikologi dari Franklin Pierce College pada tahun 1970, gelar master jurusan pengetahuan binatang dari Arizona State University pada tahun 1975, dan gelar doktor atau PhD jurusan pengetahuan binatang dari University of Illinois di Urbana Champaign pada tahun 1989. Bagi seorang penyandang autis, prestasinya itu tentulah sangat luar biasa.
Berdasarkan pengalamannya sebagai penyandang autis, Grandin memebantu memberikan konsultasi dalam mengenali gejala autis sejak dini. Ia juga memberikan konsultasi kepada para guru sehingga dapat memberikan penanganan langsung kepada anak autis dengan cara yang lebih tepat. Grandin dianggap sebagai pemimpin filosofis bagi gerakan kesejahteraan binatang dan konsultasi autis.
Kedua gerakan tersebut pada umumnya berhubungan dangan karya-karya tulisnya yang bertemakan kesejahteraan binatang, neurologi, dan filosofi. Pada tahun 2004, ia meraih penghargaan �proggy� untuk kategori �Visionary� dari People for the Ethical Treatment of Animals. Karya-karya tulisnya mengenai autisme yang ditulisnya dari sudut pandang penyandang autis, sangat membantu para ahli dan dunia kedokteran dalam membantu penanganan autis. Karya-karyanya antara lain, �Journal of Autism and Developmental Disorders� dan �Emergence: Labelled Autistic.�
Prestasi yang diraih Dr. Temple Grandin tersebut tentulah membuka harapan dan menjadi pencerahan bagi para penyandang autis dan gangguan perkembangan lainnya di seluruh dunia. Semoga di Indonesia pun akan muncul tokoh autis dan anak berkebutuhan khusus lainnya yang bisa membantu penanganan autis dan gangguan perkembangan lainnya di Indonesia.