FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
|||
|
|||
![]()
SUMBER
JAKARTA, KOMPAS.com � Masa jabatan Kepala Polri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tinggal hitungan bulan. Bursa nama-nama calon kapolri pun menghangat. Beberapa perwira tinggi bintang tiga, seperti Komjen Pol Nanan Soekarna, Komjen Pol Yusuf Manggabarani, serta perwira bintang dua, seperti Irjen Pol Oegroseno dan Irjen Pol Timur Pradopo, santer disebut-sebut sebagai pengganti Bambang. Nama Komjen (Pol) Susno Duadji tak masuk hitungan karena ia sedang dikurung oleh institusinya sendiri. Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, yang juga dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK, berpendapat, sistem pemilihan pucuk pimpinan korps Bhayangkara masih menggunakan cara-cara militer. "Sistem pemilihan masih ditentukan oleh dewan kebijakan yang diisi oleh Kepala Polri, Kabag Intel, dan Irwasum. Intinya, memilih calon kapolri masih ditentukan dari personal, bukan track record-nya," ujar Bambang dalam keterangan pers di LSM Imparsial, Jakarta, Jumat (18/6/2010). Alumni Akademi Kepolisian angkatan 1971 itu mengatakan, catatan jejak rekam calon kapolri tidak menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, Polri tidak memiliki catatan jejak rekam yang kuat dan sistematis terhadap calon-calon tersebut. Bahkan, praktik di lapangan menunjukkan, catatan jejak rekam tersebut memiliki celah untuk diubah dengan tidak sebagaimana mestinya. "Ada yang memiliki catatan pelangaran pidana, membunuh orang, tapi file and record-nya hilang dan tetap bisa menjadi jenderal," katanya. Tidak heran, faktor yang menentukan keterpilihan seseorang menurutnya masih didasarkan like and dislike, kawan satu angkatan, atau adanya sponsor yang mendukung promosi tersebut. "Dengan kurangnya data dan rekam jejak, secara rasional, sulit menentukan apakah calon ini baik atau tidak," ujarnya. Pada era reformasi, sudah seharusnya calon pucuk pimpinan didasarkan atas pertimbangan obyektif. Terlebih, posisi kepolisian, yang menjadi pintu gerbang pertama bagi masyarakat yang hendak mencari keadilan, semakin strategis dalam pelaksanaan agenda reformasi. |
#2
|
|||
|
|||
![]()
SUMBER
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, yang juga dosen Penguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), mengatakan, keterlibatan DPR dalam menyeleksi Kepala Polri perlu ditinjau ulang. "Organisasi Kepolisian pada dasarnya sebagai lembaga penegak hukum. Jadi seharusnya dijauhkan dari pengaruh politik praktis. Pemilihan Kapolri yang dilakukan lewat DPR bisa menjadi ajang intervensi politik terhadap Polri. Atau Polri sendiri malah ikut-ikutan bermain politik praktis. Sedangkan, posisinya di lingkungan pemerintah sendiri, hal itu masih sulit terelakkan," ujar Bambang pada jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (18/6/2010). Berdasarkan rancangan peraturan presiden tentang tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang disusun pihak Polri, termaktub klausul yang memberikan kewenangan kepada Kapolri yang sedang menjabat untuk menetapkan nama-nama calon Kapolri. Nama-nama tersebut kemudian diajukan kepada Presiden. Kemudian, Presiden akan memilih nama-nama tersebut dengan meminta pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional. Selanjutnya, calon tersebut akan diajukan ke DPR untuk disetujui. |
#3
|
||||
|
||||
![]()
Mantau aj dulu ndaan.
|
#4
|
||||
|
||||
![]()
Dengan keadaan sekarang yg anggota DPR/MPR sangat cari perhatian pasti deh urusan penggantian ini sangat dicampuri oleh mereka, yg cocok ama mereka itu yg mereka pilih ..
Mudah-mudahan siapapun penggantinya bener-bener bisa menjadikan POLRI sebagaimana mestinya .. |
![]() |
Thread Tools | |
|
|