FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Foto: dok.detikFinance Jakarta - Menghadapi pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN-China lewat AC-FTA (ASEAN-China Free Trade Agreement), industri baja dalam negeri belum sanggup menyaingi baja dari China. Pasalnya industri baja di China sudah memiliki kapasitas produksi yang tinggi dibandingkan industri baja dalam negeri. "Industri ini juga membutuhkan dana investasi yang besar untuk peningkatan kapasitas, efisiensi, proses, dan kualitas produk. Selain itu, ada keterbatasan infrastruktur untuk mendukung bisnis ini," jelas Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Fazwar Bujang dalam acara diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (3/2/2010). Menurut Fazwar, terdapat kekuatan dan kelemahan dalam kondisi baja saat ini. Kekuatannya yaitu dengan adanya pemulihan atas krisis ekonomi global, kondisi sosial ekonomi yang relatif stabil, meningkatnya pelaksanaan good corporate government, reformasi peraturan dan perundang-undangan yang berpihak pada dunia bisnis, new investment law, undang-undang minerba, dan penerapan SNI. Namun, masih banyak kelemahan yang melebihi kekuatannya. Seperti, ketergantungan terhadap impor bahan baku utama, keterbatasan pasokan listrik dan natural gas,tingginya illegal impor produk baja. Fazwar menyatakan adanya AC-FTA sebagai tantangan dalam bisnis ini apalagi China memiliki kapasitas produksi yang tinggi terhadap baja. Namun, dirinya tetap melihat terdapat peluang dalam bisnis ini terutama dengan adanya Undang-Undang mengenai Kawasan Ekonomi Khusus. Dijelaskan Direktur Utama Krakatau Steel ini, konsumsi baja nasional pada tahun 2020 mencapai 21 juta ton dengan tingkat pertumbuhan rata 8% per tahun sehingga konsumsi per kapita menjadi 80 kg perkapita. Sedangkan, kebutuhan baja tahun 2015 diproyeksikan mencapai 14 juta ton. Berdasarkan data tersebut, proyeksi ini juga dengan mempertimbangkan pendapatan perkapita penduduk Indonesia akan naik secara cukup signifikan menjadi US$ 1.050 per kapita pada tahun 2020 dari US$ 650 per kapita pada tahun 2009. "Industri baja nasional harus berkembang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan baja di masa datang. Jika industri baja nasional tidak berkembang maka Indonesia akan semakin tergantung pada impor baja yang pada gilirannya akan mengakibatkan struktur industri nasional secara keseluruhan akan lemah," ujar Fazwar. sumber: detik Finance : Industri Baja RI Belum Sanggup Hadapi China |
#2
|
|||
|
|||
![]()
Emang agak sulit sepertinya kalo menandingi China, tapi kita gak boleh nyerah gn, smua pasti bs klo brusaha....
|
#3
|
|||
|
|||
![]()
saya yakin indonesia akan maju dan jauh lebih baik dr yang sekarang
|
#4
|
|||
|
|||
![]()
200 juta emang kalah sm 1 milyar ya...
![]() -posting ke-4 ane- |
#5
|
||||
|
||||
![]()
waaah cina gila industrinya
|
![]() |
|
|