FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Di millennium baru ini, diplomasi tetap menjadi salah satu tool yang penting dalam hubungan internasional. Diplomasi kini sudah bukan menjadi arena yang eksklusif lagi bagi suatu negara dikarenakan mulai banyaknya entitas bukan negara yang terlibat dalam perundingan internasional khususnya di bidang lingkungan hidup. Dari Stockholm 1972 ke Johanesburg 2002, atau dari Conference of the Parties (COP) satu ke COP yang lainnya hingga berbagai pertemuan-pertemuan lainnya, telah menghasilkan ribuan dokumen penting yang merupakan hasil nyata dari kegiatan diplomasi lingkungan. Dengan demikian banyaknya kesepakatan global mengenai lingkungan hidup, merupakan salah satu indikator bahwa diplomasi lingkungan akan memainkan peran penting di masa mendatang. Kebutuhan diplomat yang mampu menangani persoalan lingkungan hidup dalam arena hubungan internasional, nampaknya sudah merupakan hal yang mutlak harus dipersiapkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal . Di negara-negara maju, pendidikan para diplomat sudah mengarah pada hal-hal yang spesifik. Bahkan tidak hanya diberikan untuk diplomat saja, akan tetapi juga para non diplomat yang berkeinginan terlibat dalam berbagai perundingan internasional.
Pengalaman Amerika Serikat, melalui Duta Besarnya Richard E Benedick, telah memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya pengetahuan lingkungan khususnya pendidikan lingkungan para diplomat atau perlunya diplomat yang memahami seluk beluk diplomasi lingkungan. Dari pengalaman ini di Amerika Serikat, beberapa perguruan tinggi telah menyediakan mata kuliah bahkan jurusan khusus mengenai diplomasi lingkungan atau paling tidak pernah membuka beberapa kali untuk studi di bidang diplomasi lingkungan. Demikian juga dengan pelatihan singkat (short course) telah berkembang di berbagai universitas. Hal ini juga diikuti oleh universitas di Negara-negara Uni Eropa dan Negara maju lainnya seperti Jepang. Sementara itu di negara-negara berkembang, diplomasi lingkungan belum menjadi perhatian yangserius. Diplomat-diplomat yang terlibat dalam negosiasi lingkungan masih harus belajar sendiri. Sumberdaya manusia yang menangani diplomasi lingkungan sangat terbatas. Akibatnya hampir setiap negosiasi internasional di bidang lingkungan hidup beberapa negara berkembang tidak mampu mempertahankan posisinya atau hanya menjadi pengikut negara-negara maju tertentu. Kesepakatan-kesepakatan yang merugikan negara-negara berkembang, tidak mampu dideteksi atau diantisipasi sejak awal melalui para diplomatnya yang terbatas pengetahuan lingkungan hidupnya. Sementara itu para diplomat maupun non diplomat dari negara-negara maju sering lebih mampu mengendalikan situasi bahkan menjadi penentu dalam berbagai kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan yang tentu saja menguntungkan negaranya. Atau paling tidak walaupun ditentang banyak negara, namun para diplomatnya tetap mampu mempertahankan posisinya yang menguntungkan. Pengalaman, seringnya praktek serta ketrampilan belumlah cukup jika tidak diimbangi dengan pengetahuan dan pendidikan lingkungan yang memadai. Tanpa pengetahuan dan pendidikan lingkungan, kadang-kadang seorang diplomat hanya dapat meraba atau menduga suatu pembahasan yang menyangkut persoalan lingkungan hidup. Bahkan dalam perdebatan, kadang-kadang menjadi debat kusir yang tidak dimengerti oleh pihak lain. Padahal persoalan lingkungan hidup sedemikan luas mulai dari isu global, regional dan nasional hingga lokal. Atau dari topik perubahan iklim, penggurunan, ozon hingga perdagangan satwa langka. Bahkan topik-topik yang lebih spesifik dari pencemaran udara, mekanisme penurunan emisi seperti clean development mechanisme hingga penentuan batas emisi yang diperbolehkan. Bahkan diplomasi lingkungan (environmental diplomacy) kini telah berkembang jauh lebih spesifik dengan munculnya istilah lain seperti diplomasi ozon (ozone diplomacy). Hal ini kemungkinan juga akan memunculkan berbagai istilah baru dari diplomasi lingkungan terutama berkaitan dengan perundingan-perundingan internasional lainnya seperti biodiversity diplomacy, climate change diplomacy, hazardous waste diplomacy, environmental marine diplomacy, dll. Jika seorang diplomat atau non diplomat baik para negosiator, pelobi, atau pihak berkepentingan lainnya tidak memahami esensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi, akan sulit mencapai keberhasilan dalam proses perundingan. Bahkan kadang-kadang perundingan di bidang lingkungan hidup akan semakin kompleks dan melebar tanpa bisa dikendalikan. Bagi Indonesia yang pernah beberapa kali menjadi tuan rumah event internasional di bidang lingkungan hidup seperti PrepCom maupun COP ataupun pertemuan teknis lainnya, sebenarnya sudah waktunya mengembangkan pendidikan diplomasi lingkungan bagi semua kalangan. Diplomasi lingkungan melalui pendidikan sangat perlu baik bagi para diplomat maupun non diplomat. Selain bagi para diplomat yang jelas sangat mutlak diperlukan, juga bagi para non diplomat yang akan menambah pengetahuan serta kapasitasnya jika suatu ketika terlibat dalam suatu perundingan internasional di bidang lingkungan hidup. Para non diplomat seperti pengusaha/industriawan, akademisi, politisi, kalangan NGO/LSM, wartawan, pekerja/buruh, masyarakat adat hingga selebritis serta profesi lainnya akan sangat membutuhkan pendidikan diplomasi lingkungan sebagai kesiapan jika akan terlibat dalam suatu perundingan internasional di bidang lingkungan hidup atau pembangunan berkelanjutan. Bagi yang ingin memahami dan mempelajari serta mendalami diplomasi lingkungan perlu mengetahui beberapa topik yang dapat secara praktis dijadikan bahan pelajaran dasar seperti :
Jika hal ini dilakukan maka keberhasilan Indonesia di kemudian hari di bidang diplomasi lingkungan ataupun diplomasi yang terkait dengan lingkungan hidup diharapkan akan mencapai sukses yang lebih dari sebelumnya. Penting diingat bahwa kegiatan diplomasi lingkungan nampaknya tidak akan berakhir sepanjang planet bumi masih menjadi tumpuan umat manusia. (Bahan sebagian diambil dari Buku Diplomasi Lingkungan : Teori dan Fakta oleh Andreas Pramudianto, Penerbit UI Press, Jakarta 2008) *Penulis adalah Peneliti Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Program PascaSarjana Universitas Indonesia (PPSML PPs-UI). sumber: http://www.biruvoice.com/berita/opin...ingkungan.html
__________________
Semoga Ceriwis Makin Rame Ya
![]() |
![]() |
|
|