FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
|||
|
|||
![]() ![]() Hari-hari belakangan udara Kota Jakarta semakin panas. Panas matahari pun menyengat tidak seperti biasanya. Alhasil, banyak warga ibukota yang jadi gelisah dan mengeluh. "Sekarang panasnya gila-gilaan. Kalau naik mobil ber-AC aja masih terasa hangat," kata Yudha, karyawan yang berkantor di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Awalnya ia menyalahkan AC mobilnya yang tidak beres alias minta diservis. Tapi begitu dicek ke bengkel langganannya ternyata AC mobilnya tidak ada masalah. Ia kemudian bercerita kepada beberapa teman sekantor. Ternyata, teman-temannya juga mengeluhkan hal serupa. Dari obrolan dengan teman-temannya, akhirnya ia tahu kalau memang suhu di Jakarta lebih panas dari biasanya. Bahkan ada salah seorang temannya yang bilang saat ini suhunya bisa mencapai 35 derajat celcius. Lain lagi pengalaman Jimly Asshiddiqie, mantan Hakim Konstitusi. Menurutnya, sudah sepekan belakangan temperatur AC di rumahnya semakin ditingkatkan. Soalnya udara di dalam rumahnya, yang terletak di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, terasa semakin panas. "Memang panasnya lain dari biasanya," jelasnya saat dihubungi detikcom. Meningkatnya suhu udara ternyata bukan hanya terjadi di Jakarta. Sejumlah kota besar, seperti Surabaya, Makassar, Nanggroe Aceh Darussalam, Semarang dan sejumlah wilayah pantai utara pulau Jawa terjadi peningkatan suhu. Bahkan di Surabaya, seperti dinyatakan Badan Metereologi Geofisika (BMG) Maritim Tanjung Perak, Surabaya, suhu tertinggi di Surabaya antara pukul 13.00-14.00 WIB bisa mencapai 40 derajat celcius atau hampir mendekati suhu udara di Mekkah, Arab Saudi, yang pada saat musim panas suhunya berkisar 42-45 derajat celcius. Kepala Seksi Data dan Infomrasi BMG Jawa Timur, Endro Cahyono mengatakan, di Jawa Timur peningkatan suhu udara terjadi di wilayah Jawa Timur bagian timur. Selain itu wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat juga mengalami hal serupa. "Di wilayah yang terletak di lintang 7 derajat sampai 8 derajat lintang selatan mengalami peningkatan suhu," jelas Endro saat dihubungi detikcom. Sebab, lanjut Endro, saat ini matahari sedang berada langsung di atas wilayah yang terletak di lintang 7 derajat sampai 8 derajat lintang selatan. Tak hanya itu, kata Endro, saat ini kebetulan posisi bumi terhadap matahari berada di posisi terdekat. "Bumi mengelilingi matahari bukan secara bulat bundar melainkan secara elips. Sehingga menimbulkan jarak yang tidak sama. Kadang jarak antara bumi dan matahari lebih jauh dan terkadang lebih dekat," urainya. Selain faktor matahari, peningkatan suhu udara yang tidak seperti biasanya itu terjadi akibat angin yang berhembus di wilayah Indonesia masih didominasi angin timur dan tenggara yang berasal dari benua Australia. Angin dari wilayah tersebut dikenal dengan angin kering. Sedangkan angin dari Asia sangat lembab dan mendatangkan hujan. Endro juga menjelaskan, berdasarkan catatan BMG Jawa Timur suhu tertinggi untuk wilayah Jawa Timur dan sekitarnya adalah 37 derajat celcius. Sementara Kepala Sub Bidang Informasi Meteorologi Publik BMG, Kukuh Ribudianto mengatakan, peningkatan suhu sepekan belakangan, selain karena posisi matahari yang saat ini tepat berada di atas pulau Jawa, awan yang menghalangi radiasi matahari juga tidak ada. Sehingga sinar matahari menyinari bumi tanpa pelapis. Adapun faktor lainnya, akibat kondisi tanah yang gersang dan minim tumbuhan sehingga membuat suhu semakin terasa panas. Sedangkan Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad punya pandangan berbeda terkait meningkatnya suhu udara akhir-akhir ini. Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini selain akibat pemanasan global (global warming), juga disebabkan adanya degradasi lingkungan dan berkurangnya ruang hijau di sejumlah tempat. "Suhu udara yang semakin tinggi akibat pembangunan yang dilakukan tidak ramah lingkungan," ujar Chalid saat kepada detikcom. Untuk itu, Chalid berharap, kondisi saat ini harus menjadi pemicu bagi pemerintah untuk mengambil leadership soal pemanasan global di tingkat regional maupun internasional. "Momen ini harus digunakan pemerintah RI untuk mendesak negara-negara maju untuk melakukan penekanan emisi gas buang. Serta mendonasi negara-negara pemilik hutan untuk merestorasi kawasan hutan sebagai penyerap karbon," pungkas Chalid |
![]() |
|
|