Jumlah Orang Miskin di Asia Menurun
Jumlah orang yang hidup di bawah US$2/hari bisa turun 24 juta jiwa, kata Bank Dunia

Pengemis di Ibukota Jakarta
Ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik masih dipandang kuat, namun pertumbuhannya mulai melambat jika dibandingkan dengan periode puncak pasca-resesi. Menurut laporan terbaru Bank Dunia yang dirilis hari ini, perlambatan itu sebagian besar disebabkan lemahnya pertumbuhan ekspor manufaktur serta bencana alam di Asia Pasifik.
Laporan Bank Dunia, yang berjudul "
Capturing New Sources of Growth," mengungkapkan pada 2011 pertumbuhan ekonomi Asia Timur mencapai 8.2 persen atau merosot dari tahun 2010 yang mencapai 10 persen. Hal ini sebagain besar diakibatkan dan bencana alam seperti tsunami Jepang sertabanjir di Thailand, Laos, dan Kamboja.
Meski demikian, dengan angka kemiskinan yang semakin berkurang, kinerja kawasan ini pada skala global masih tergolong kuat dengan pertumbuhan berkisar 2 persen lebih tinggi dari negara berkembang di kawasan lain.
"Jumlah orang yang hidup di bawah US$2 per hari diperkirakan akan turun sebanyak 24 juta jiwa pada tahun 2012. Secara keseluruhan, jumlah orang miskin di Asia Timur dan Pasifik telah berkurang separuh dalam satu dekade terakhir," kata Pamela Cox, Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Untuk tahun 2012, pertumbuhan diproyeksikan akan melemah sampai 7,6 persen, dan melambatnya ekspansi di China diperkirakan akan berpengaruh besar. Jika perlambatan perekonomian China lebih cepat dari perkiraan, harga komoditas akan jatuh sehingga mengancam para eksportir.
Oleh karenanya, Asia Timur dan Pasifik harus memaksimalkan potensi lokal yang ada sehingga mengurangi kebergantungan pada ekspor. Krisis ekonomi yang menghantam Eropa juga disebut berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik, mengingat 40 persen ekspor Asia Pasifik ditujukan ke Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
"Beberapa negara masih perlu menstimulasi konsumsi rumah tangga. Sementara di negara-negara lain, investasi infrastruktur yang lebih besar bisa mempertahankan laju pertumbuhan selama hal ini tidak memperburuk tekanan permintaan domestik," kata ekonom Bank Dunia, Bryce Quillin.