Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Lounge

Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 9th February 2011
Reporter's Avatar
Reporter Reporter is offline
Ceriwiser
 
Join Date: May 2010
Posts: 972
Rep Power: 17
Reporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyak
Default Kisah Ibunda Alanda - 10 Tahun Penjara, 10 Milyar Rupiah


Meet my heroes :-)



Jika ditanya apa cita-cita saya, saya hampir selalu menjawab bahwa saya ingin membuat Ibu saya bangga. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding mendengar Ibu menceritakan aktivitas saya kepada orang lain dengan wajah berbinar-binar. Semua mimpi yang saya bangun satu persatu, dan semoga semua bisa saya raih, saya persembahkan untuk beliau. Belakangan ini, kita dibombardir berita buruk yang tidak habis-habisnya, dan hampir semuanya merupakan isu hukum. Saya… tidak henti-hentinya memikirkan Ibu. Terbangun di tengah malam dan menangis, kehilangan semangat untuk melakukan kegiatan rutin (termasuk, surprisingly, makan), ketidakinginan untuk menyimak berita… Entah apa lagi.


Selasa, 25 Januari 2011, periode ujian akhir semester dimulai. Hari itu juga, Ibu harus menghadiri sidang pembacaan tuntutan. Hampir tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Ibu saya, yang sejak bulan September 2005 bekerja di Bank Century. Hanya keluarga dan kerabat dekat kami yang mengetahui bahwa Ibu menjadi tersangka di beberapa kasus yang berhubungan dengan pencairan kredit di Bank Century. Sidang pembacaan tuntutan kemarin merupakan salah satu dari beberapa sidang terakhir di kasus pertamanya.

Sejak Bank Century di-bailout dan diambil alih oleh LPS, kira-kira bulan November 2008 (saya ingat karena baru mendapat pengumuman bahwa terpilih sebagai Global Changemaker dari Indonesia), Ibu sering sekali pulang malam, karena ada terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Saya jarang bertemu beliau. Bahkan ketika saya berulangtahun ke 18, saya tidak bertemu dengan Ibu sama sekali, karena beliau masih harus mengurus pekerjaan di kantor. Itu pertama kalinya saya berulangtahun tanpa Ibu. Seiring dengan diusutnya kasus Century, Ibu harus bolak-balik ke Bareskrim untuk diinterogasi oleh penyidik sebagai saksi untuk kasus-kasus yang melibatkan atasan-atasannya.

Sejak saya kecil, Ibu saya harus bekerja membanting tulang agar kami bisa mendapat hidup yang layak – agar saya mendapat pendidikan yang layak. Ketika saya duduk di SMP, beliau sempat di-PHK karena kantornya ditutup. Kami mengalami kesulitan keuangan pada saat itu, sampai akhirnya saya menerbitkan buku saya agar saya punya “uang saku” sendiri dan tidak merepotkan beliau, maupun Papa. Ibu sempat menjadi broker property, berjualan air mineral galonan, sampai berjualan mukena. Adik pertama saya, Aisya, ketika itu masih kecil. Ibupun mengandung dan melahirkan adik kedua saya, Fara. Akhirnya, ketika buku saya terbit, beliau mendapat pekerjaan di Bank Century. Papa sudah duluan bekerja di sana, tetapi hanya sebagai staf operasional.

Saya lupa kapan… tapi pada suatu hari, saya mendengar status Ibu di Bareskrim berubah menjadi TSK. Tersangka.



Itu merupakan hal yang tidak pernah terlintas di pikiran saya sebelumnya. Tersangka? Dalam kasus apa? Dituduh menyelewengkan uang?

Sejak Ibu bekerja di Century, hidup kami tetap biasa-biasa saja. Jabatan Ibu sebagai Kepala Divisi boleh dibilang tinggi, tapi tidak membuat kami bisa hidup dengan berfoya-foya. Orang-orang di kantor Ibu bisa punya mobil mahal, belanja tas bagus, make up mahal… Tidak dengan Ibu. Mobil keluarga kami hanya satu, itupun tidak mewah. Saya sekolah di SMA negeri dan tidak bisa memilih perguruan tinggi swasta untuk meneruskan pendidikan karena biayanya bergantung pada asuransi pendidikan. Ibu tidak membiarkan saya mendaftarkan diri untuk program beasiswa di luar negeri – beliau khawatir tidak bisa menanggung biaya hidup saya di sana. Papa di-PHK segera setelah kasus Century mencuat ke permukaan. Papa tidak bekerja, hanya Ibu yang menjadi “tulang punggung” di keluarga saya. Papa dan saya sifatnya hanya “membantu”.

Saat itu, berat sekali rasanya, Ibu memiliki titel “tersangka” di suatu kasus. Saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya ketika itu. Saya duduk di Kelas 3 SMA tatkala status Ibu berubah. Ibu jatuh sakit karena tertekan. Tepat satu hari sebelum Ujian Akhir Nasional, Ibu harus diopname, dan saya baru tahu pukul 10 malam karena keluarga saya khawatir hal ini akan mengganggu konsentrasi saya dalam menjalani ujian. Saya tidak lagi bisa memfokuskan pikiran saya terhadap UAN SMA. Pikiran saya hanya Ibu, Ibu, dan Ibu.

Sejak itu, hidup kami benar-benar berubah… walau dari luar, Ibu dan Papa berusaha terlihat biasa-biasa saja. Mereka tidak cerita banyak kepada saya. Mobil dijual dan mereka membeli yang jauh lebih murah. Kami jarang pergi jalan-jalan dan saya jarang mendapat uang jajan. Kami lebih jarang menyantap pizza hasil delivery order. Supir diberhentikan, dan hanya punya satu pembantu di rumah. Ibu dipindahkan ke kantor cabang, sementara Papa mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Saya beruntung, mereka berdua tidak pernah menahan saya dari melakukan hal-hal yang saya mau lakukan, terutama aktivitas Global Changemakers dan IYC. Tapi, saya sadar, bahwa hidup kami benar-benar berubah.

I can live with that. I’m willing to work part time, do internships, and work my ass off to publish more and more books if it would help my parents, especially my mother. Although I don’t have my own car and I can’t shop luxurious stuff just like my friends do, I’m happy, and I’m willing to live like that. Saya mau, meski hal tersebut pasti melelahkan. Saya memilih beasiswa dari BINUS International dibanding Universitas Indonesia, salah satunya juga supaya orangtua saya tidak perlu lagi membiayai pendidikan saya. Supaya uang untuk saya bisa digunakan untuk membiayai pendidikan adik-adik saya. Saya ingin mereka bisa les Bahasa Inggris bertahun-tahun seperti saya dulu… siapa tahu mereka bisa memenangkan kompetisi-kompetisi internasional yang bergengsi.

Awalnya pun berat bagi Ibu, tapi lambat laun, Ibu sangat ikhlas. Ibu jarang membagi kesulitannya kepada saya – selalu disimpan sendiri atau dibagi ke Papa. Beliau hanya mengingatkan saya untuk tidak lupa shalat dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai-nilai yang baik agar beasiswa tidak dicabut. Dari apa yang dialami Ibu, saya belajar untuk tidak dengan mudah mempercayai orang lain. Ibu orang baik dan hampir tidak pernah berprasangka buruk. Tapi sepertinya kebaikannya justru dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain.

Ibu dituduh terlibat dalam pencairan beberapa kredit bermasalah, yang disebut sebagai “kredit komando” karena bisa cair tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Beberapa kredit cair tanpa ditandatangani oleh Ibu sebelumnya. Padahal, seharusnya semua kredit baru bisa cair setelah ditandatangani oleh beliau yang menjabat sebagai Kepala Divisi Corporate Legal. Ya, tidak masuk akal.

“Kredit komando” ini terjadi atas perintah dua orang yang mungkin sudah familiar bagi orang-orang yang mengikuti kasus Century melalui berita, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim. Dua orang ini sudah ditahan dan seharusnya, menurut saya, kasusnya sudah selesai. Ibu dulu hanya menjadi saksi dalam kasus mereka berdua, karena kredit-kredit tersebut cair karena perintah mereka, bukan Ibu. Bahkan tandatangan Ibu pun “dilangkahi”. Pertanyaan saya, mengapa Ibu dijadikan tersangka? Nonsens.

Oleh karena itulah, saya optimis. Saya tahu bahwa Ibu tidak bersalah, walaupun saya ‘awam’ dalam dunia hukum perbankan. Saya selalu berkata kepada Ibu bahwa semua akan baik-baik saja, karena itulah yang saya percayai, bahwa negara ini (seharusnya) melindungi mereka yang tidak bersalah, bahwa negara ini adalah negara hukum.

Sampai akhirnya, pada tanggal 25 Januari 2011, sehari sebelum saya ujian Introduction to Financial Accounting, saya harus menerima sesuatu yang, sedikit-banyak, menghancurkan mimpi yang telah saya bangun bertahun-tahun, dalam sekejap.

Hari itu seharusnya menjadi hari yang biasa-biasa saja. Ujian hari itu bisa saya kerjakan dengan baik. Saya pulang cepat dari kampus, tidur siang, bangun dan menonton televisi. Ibu pulang malam. Status BBM salah seorang tante berisi: “Deep sorrow, Arga”. (Nama Ibu adalah Arga Tirta Kirana). Saat itu, untuk sejenak, saya tidak mau tahu apa yang terjadi. Hari itu, Ibu dan Papa pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengar pembacaan tuntutan.

Ibu dituntut kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar 10 milyar Rupiah.

Sesak nafas. Yang terasa cuma airmata yang tidak berhenti.
Mungkin, ini cuma mimpi buruk… Mungkin, ketika terbangun, ternyata kasus ini sudah berakhir, dan saya bisa menjalani hidup yang “biasa” lagi dengan Ibu, Papa, dan dua adik-adik yang masih kecil. Walau hidup kami tidak mewah, tapi bahagia. Tidak harus ada sidang, tidak harus ada penyidikan di Bareskrim, tidak harus ada pulang larut karena harus ke kantor pengacara, tidak harus melewatkan makan malam yang biasanya dinikmati bersama-sama. Saya kangen Ibu masak di rumah: pudding roti, spaghetti, roast chicken, sop buntut, apapun. Saya kangen pergi ke luar kota, walau cuma ke Bogor, bersama keluarga. Hal-hal kecil yang sudah tidak bisa kami nikmati lagi. Kalau ini hanya mimpi buruk, saya mau cepat-cepat bangun.

Mungkin saya tidak sepintar banyak orang di luar sana, terutama para ahli hukum: mulai dari hakim, jaksa, sampai pengacara maupun notaris. Saya tiga kali mencoba untuk diterima di FHUI, dan tiga kali gagal. Tapi, saya bisa menilai bahwa tuntutan yang diajukan itu tidak masuk di akal.

Gayus – kita semua tahu kasusnya, kekayaannya, kontroversinya – divonis 7 tahun penjara dan denda 300 juta. Robert Tantular dituntut hukuman penjara selama 8 tahun dan Hermanus Hasan Muslim dituntut hukuman penjara selama 6 tahun dari PN Jakarta Pusat. Lalu, mengapa Ibu 10 tahun? Setolol dan seaneh apapun saya, saya cukup waras untuk tidak sanggup mengerti konsep tersebut menggunakan nalar dan logika saya. Apakah karena keluarga kami tidak memiliki uang? Ataukah karena Ibu justru terlalu baik?

Ini negara yang saya dulu percayai, negara yang katanya berlandaskan hukum. Atas nama Indonesia, saya dulu pergi ke forum internasional Global Changemakers. Atas nama Indonesia, saya mengikuti summer course di Montana. Untuk Indonesia, saya memiliki ide dan mengajak teman-teman menyelenggarakan Indonesian Youth Conference 2010. Indonesia yang sama yang membiarkan ketidakadilan menggerogoti penduduknya. Indonesia yang sama yang membiarkan siapapun mengkambinghitamkan orang lain ketika berbuat kesalahan, selama ada uang. Indonesia yang sama yang menghancurkan mimpi-mimpi saya.

“Apa yang Alanda ingin lakukan sepuluh tahun lagi?”

Sebelumnya saya tahu, saya punya begitu banyak mimpi yang ingin dicapai, untuk membuat Ibu bangga, dan – mungkin – untuk Indonesia. Ingin mendirikan sekolah supaya pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, ingin menyelenggarakan IYC terus menerus agar ada banyak agen perubahan di Indonesia, ingin ini dan ingin itu. Keinginan-keinginan itu mati tanpa diminta. Sekarang hanya ingin Ibu bebas dari seluruh kasus tersebut. Sekarang hanya ingin hidup bahagia bersama Ibu, Papa, dan adik-adik – di rumah kami yang tidak besar tapi cukup nyaman; jalan-jalan dengan mobil yang tidak mahal tapi bisa membawa kami pergi ke tempat-tempat menyenangkan.

Saya mau ada Ibu di ulangtahun saya yang keduapuluh, dua minggu lagi. Saya mau ada Ibu di peluncuran buku saya – seperti biasanya. Saya mau ada Ibu waktu nanti saya lulus dan diwisuda. Saya mau ada Ibu ketika saya suatu hari nanti menikah. Saya mau ada Ibu ketika saya hamil dan melahirkan anak-anak saya.

Uang, politik, hukum yang ada di negara ini menghancurkan bayangan saya tentang hal itu. Mungkin selamanya pilar-pilar hukum hanya akan mempermasalahkan kredit-kredit macet, menjebloskan orang-orang ‘kecil’ ke penjara tanpa bukti dan analisa yang komprehensif (maupun putusan yang masuk di akal), bukan 6,7T yang entah ada di mana saat ini. Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat pemuda-pemuda optimis berhenti berkarya untuk Indonesia. Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat individu-individu brilian memilih untuk tinggal dan berkarya bagi negara lain… agar keluarga mereka tetap utuh. Supaya mereka tidak harus menghadapi ketidakadilan yang menjijikan seperti ini.

Saya mau Ibu ada di rumah, Indonesia. Tidak di penjara, tidak di tempat lain, tapi di rumah, bersama saya, Papa, Aisya, dan Fara.

Hari Kamis, Ibu akan membacakan pledooi (pembelaan) di PN Jakarta Pusat. Ibu akan menceritakan seluruh kejadian yang beliau alami dan mengapa seharusnya beliau tidak mengalami tuduhan apalagi tuntutan ini.

Saya mohon doanya buat Ibu, walau mungkin Anda tidak pernah mengenalnya. Ia berjasa besar bagi saya, dan saya yakin, bagi banyak orang di luar sana. Beliau membutuhkan doa, dukungan, dan bantuan dari banyak orang.

Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother… I’m willing to do so.

I just want her to stay with me… instead of behind those scary bars. I just want her to witness everything that I will achieve in the future. I just want her to see my little sisters grow up, beautifully. I just want her to always be there around the dining table, and we’ll have dinner together. I just want her to cook again for the whole family on Sunday mornings. I just want her to let me drive for her when she has to go somewhere. I just want her to listen to my stories about my boyfriend, my friend, campus life, or silly little things. I just want her here… Here.

I love you, Mum. I do… :’(


sumber: http://alandakariza.com/ibu/



Last edited by Amri; 9th February 2011 at 09:36 PM.
Reply With Quote
  #2  
Old 9th February 2011
Reporter's Avatar
Reporter Reporter is offline
Ceriwiser
 
Join Date: May 2010
Posts: 972
Rep Power: 17
Reporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyak
Default

Quote:
Jakarta - Tuntutan 10 tahun dan denda Rp 10 miliar terhadap terdakwa kasus Century, Arga Tirta Kirana, ibunda dari Alanda Kariza dipertanyakan. Timwas Century pun akan mempertanyakan hal ini kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief.

"Perlu dicatat, saya akan mempertanyakan hal ini pada Jaksa Agung dan Kapolri. Bagaimana bisa dituntut 10 tahun kalau Robert Tantular saja hanya 4 tahun. Sekali lagi kita mempertanyakan dasar hukum kasus ini," kata anggota tim pengawas Century, Akbar Faizal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (9/2/2011).

Akbar mengatakan, memang pihaknya pada saat di pansus dahulu tidak mengidentifikasi sampai ke Arga. Hal ini karena sudah masuk ke tataran teknisnya. Untuk urusan teknis, langsung diserahkan ke kepolisian.

"Karena itu level teknis, jadi kita bisa tanyakan ke kepolisian. Tapi saya tersentuh membaca ini (blog Alanda). Inilah wajah hukum kita," ujarnya.

Akbar mengaku akan mengundang Kapolri dan Jaksa Agung untuk membahas mengenai tuntutan Arga yang jauh lebih tinggi daripada Robert Tantular. "Kita ada rapat timwas Century. Kalau hari ini rapat internal. Tapi nanti pada saatnya akan mengundang mereka," jelasnya.

Senada dengan Akbar, anggota timwas Century lainnya, Bambang Soesatyo juga mempertanyakan dasar penuntutan terhadap Arga. Bambang menduga Arga hanya dijadikan kambing hitam karena tidak bisa memberikan upeti.

"Saya menduga dia hanya dijadikan kambing hitam. Inilah biasanya orang kecil itu selalu dijadikan tumbal. Apa karena Ibu itu tidak bisa memberikan upeti. Apa karena Ibu itu miskin, maka hukumannya jadi besar," ujar Bambang.

Menurut Bambang, tuntutan terhadap Arga tidak logis. Karena Ibu Alanda berada di tataran pelaksana. "Karena itu kita minta penjelasan terhadap Kapolri terutama direktorat reskrim kenapa Ibu itu bisa dinyatakan tersangka dengan bobot kesalahan yang luar biasa," ungkapnya.
sumber: detik

Quote:
VIVAnews - Kejaksaan Agung belum mau berkomentar terkait tuntutan jaksa terhadap Arga Tirta Kirana, ibunda Alanda Kariza, yang lebih berat dibandingkan vonis Robert Tantular dalam kasus Century. Robert, pemilik yang terbukti menggangsir banknya sendiri, Bank Century, dituntut delapan tahun penjara, sementara Arga yang merupakan Kepala Divisi Corporate Legal, malah 10 tahun penjara.
Menurut Kejaksaan Agung, tuntutan lebih berat itu bisa saja terjadi.

"Saya akan cek terlebih dahulu surat tuntutan itu ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, saya lihat dulu pertimbangannya apa," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan, Nur Rochmad, saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu, 9 Februari 2011.

Menurut Nur Rochmad, tuntutan bagi terdakwa dalam perkara yang sama bisa saja lebih tinggi dibanding terdakwa lainnya. "Semuanya tergantung fakta yang terungkap dalam persidangan. Kalau terdakwa itu perannya lebih berat dan pertanggungjawabannya lebih tinggi, itu bisa saja terjadi," dia berdalih.

Blog Alanda Kariza, putri sulung Arga Tirta Kirana, mengundang perhatian publik. Dia menggugat tuntutan jaksa terhadap ibunya itu--jaksa menuntut 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar--yang dirasakannya sangat tidak adil. Ditulis Alanda di blognya, kredit yang dipersoalkan jaksa dikucurkan berdasarkan 'jalur komando' dari Robert Tantular cs.

Oleh jaksa, Robert cuma dituntut delapan tahun penjara plus denda Rp50 miliar subsider lima bulan kurungan.

Pada 8 Agustus 2009, jaksa penuntut umum Damly Rowelcis Purba mengatakan Robert secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan. Dia terbukti melakukan tindak pidana dalam tiga dakwaan jaksa, yakni menyuruh memindahbukukan deposito valuta asing milik pengusaha Boedi Sampoerna senilai US$18 juta. Ia juga menyuruh mencairkan deposito tersebut tanpa seizin pemiliknya.

Selain itu, Robert dianggap terbukti memenuhi dakwaan kedua yakni menyuruh pegawai bank mengucurkan kredit ke PT Wibowo Wadah Rejeki sebesar Rp121,3 miliar dan ke PT Accent Investment Indonesia senilai Rp60 miliar tanpa prosedur yang benar.

Robert juga dinilai terbukti mengingkari letter of commitment yang ia teken pada 15 Oktober 2008 dan 16 November 2008. Surat itu menyatakan kesanggupan Robert bersama dua pemegang saham Century lainnya, Ravat Ali Rizvi dan Hesham Al-Warraq, membayar surat berharga yang hampir jatuh tempo sebesar US$188,4 juta. Surat itu menyatakan mereka sanggup mengembalikan surat berharga Century yang dikuasai First Gulf Asia Holding Limited sebesar US$15,8 juta.

Belakangan, majelis hakim malah hanya memvonis Robert empat tahun penjara dan denda Rp50 miliar subsider 5 bulan kurungan.

Arga Tirta Kirana terseret kasus L/C bermasalah Bank Century senilai US$22,5 juta yang melibatkan politisi PKS, Misbakhun. Bersama-sama Robert Tantular, Direktur Bank Century Hermanus Hasan Muslim, dan Kepala Cabang Bank Century Senayan Linda Wangsadinata, Arga dituding melakukan tindak pidana perbankan yang menyebabkan adanya pencatatan dokumen, laporan, dan pembukuan palsu di bank terkait pengajuan L/C tersebut.

Misbakhun sendiri, yang dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp10 miliar, akhirnya divonis satu tahun penjara saja.
sumber: VIVAnews
Reply With Quote
  #3  
Old 9th February 2011
Reporter's Avatar
Reporter Reporter is offline
Ceriwiser
 
Join Date: May 2010
Posts: 972
Rep Power: 17
Reporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyakReporter memiliki kawan yg banyak
Default

Quote:
Pagi ini nama Alanda Kariza menjadi trending topic di twitter. Cewek 19 tahun yang masih kuliah di Binus ini mendapat simpati publik berkat tulisan di blog pribadinya. Siapa sebenarnya Alanda? Sebenarnya saya tak terlalu mengenal cewek ini. Sekali-kalinya dulu pernah lihat di Kick Andy, dia jadi tamu sebagai pemrakarsa Indonesian Youth Conference.
Quote:
Dalam blognya, Alanda menceritakan kisah ibunya yang tengah mencari keadilan dalam kasus Bank Century.

Mungkin publik tak pernah tahu kasus ini jika Alanda tak membukanya sendiri melalui tulisan di blognya. Karena ibu Alanda bukanlah seorang Robert Tantular, sang pemilik Century yang sudah divonis 8 tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat. Ibu Alanda hanyalah seorang kepala divisi di Bank Century, yang menurut Alanda kewenangannya terbatas. Bahkan dalam kasus Bank Century, kewenangan sang ibu disalahgunakan oleh ‘atasannya’.

Yang membuat Alanda heran adalah tuntutan hukuman bagi sang ibu yang mencapai 10 tahun penjara dan denda 10 Milyar rupiah. Sebuah tuntutan yang aneh, karena lebih besar dari pelaku-pelaku utama skandal Century seperti Robert Tantular atau Hermanus Hasan Muslim yang divonis 6 tahun penjara.

Curhat Alanda ini setidaknya membuka mata publik, ada kasus lain seputar Century di tengah politisasi hukum kasus ini yang belum kunjung usai. Saya tak tahu apakah dengan curhatnya Alanda dan simpati dari publik dunia maya, ibu Alanda akan beroleh keadilan. Namun jika ada ketidakadilan, setidaknya ini menunjukkan betapa ruwetnya hukum di negeri ini.

Akankah seorang ibu Alanda, yang notabene hanyalah ‘orang kecil’ di Century bakal dikorbankan untuk ‘menutupi’ aib orang penting lainnya ? Hanya hakim dengan palunya nanti yang akan bicara. Rencananya kamis esok sidang kasus yang melibatkan ibu Alanda akan digelar di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan pledoi dari ibu Alanda.

Semangat terus Alanda, Tuhan tidak akan diam. Semoga keadilanlah yang menang.
sumber: kompasiana

Quote:
Metrotvnews.com, Jakarta: Kejaksaan Agung menanggapi keluhan atau curahan hati Alanda Kariza, anak terdakwa kasus pencucian uang Bank Century, Arga Tirta Kirana. Oleh jaksa penuntut umum, Kirana dituntut jaksa hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Tuntutan ini jauh lebih besar ketimbang tuntutan kepada pemilik Bank Century, Robert Tantular.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Nur Rochmat mengatakan, pihaknya akan terlebih dahulu melihat fakta-fakta pada persidangan tersebut. Pasalnya, semua hasil tuntutan yang diberikan tim jaksa penuntut umum pasti sudah dipertimbangkan matang-matang.

"Tentu setiap tuntutan yang diberikan oleh jaksa pasti memiliki dasar pertimbangan. Saya akan cek dulu dengan pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Itu merupakan kewenangan jaksa yang menuntut," ujar Nur Rochmat, saat ditemui wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (9/2).

Apakah tuntutan terhadap Kirana tersebut Adil, sementara Robert Tantular hanya dituntut delapan tahun penjara dan divonis empat tahun penjara? Nur menjawab hal tersebut sesuai dengan prosedur sistem hukum. "Tuntutan itu tidak sembarang, semua didasarkan pada keterangan saksi, barang bukti, terdakwa, dan fakta yang ada di persidangan," tegasnya.

"Juga tentu kiranya semua ini sudah dipertimbangkan. Detail pastinya saya belum lihat, saya akan cek dulu. Namun, pada prinsipnya adalah merujuk pada fakta persidangan dan bukti-bukti dari persidangan," kata Nur.

Alanda Kariza adalah seorang remaja 19 tahun yang kini kehilangan belaian sayang ibunya. Sang Ibu, Arga Tirta Kirana, adalah Kepala Divisi Corporate Legal Bank Century. Kini, Kirana menghadapi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar. Melalui microblogging, Alanda menuliskan kepedihan isi hati atas nasib yang dialami ibu dan keluarganya. Ia menilai, hukum di negeri ini tidak adil.
sumber: MetroTV

Quote:
JAKARTA - Tulisan Alanda Kariza di blog pribadinya mengenai nasib ibundanya menuai simpati dari salah seorang inisiator Hak Angket Bank Century, Akbar Faizal.

Politisi Partai Hanura tersebut mengutarakan keinginannya untuk bertemu langsung dengan putri Arga Tirta Kirana, terdakwa kasus Bank Century tersebut. “Kalau bisa saya mau ketemu anak itu,” ungkapnya kepada okezone di Jakarta, Rabu (9/2/2011).

Secara pribadi Akbar menyatakan turut prihatin atas nasib ibunda Alanda. Dia pun berjanji akan mempelajari kasus hukum yang menjerat mantan Kepala Divisi Corporate Legal Bank Century di Senayan itu.

Arga sendiri telah dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 25 Januari 2011 lalu.

Tuntutan ini jauh lebih berat ketimbang tuntutan terhadap pemilik Bank Century, Robert Tantular, dan Hasan Muslim.

“Saat kasus Bank Century mencuat kami tidak menyentuh ke masalah Arga Tirta Kirana karena itu sifatnya sudah teknis. Kami lebih banyak melihatnya pada penyelewengan kewenangan,” ungkapnya.

Dia berharap agar Alanda suatu saat bisa mengikuti jalannya rapat dengar pendapat antara Tim Pengawas kasus Bank Century dengan aparat penegak hukum. “Lebih bagus lagi kalau anak itu mau duduk juga di balkon saat RDP Timwas Century. Agar dia melihat betapa ada kejanggalan besar dalam perkara ini,” tandasnya.
sumber: okezone

Last edited by Reporter; 9th February 2011 at 09:31 PM.
Reply With Quote
  #4  
Old 9th February 2011
sucholic's Avatar
sucholic sucholic is offline
Member Aktif
 
Join Date: Dec 2010
Location: Ready BaLon
Posts: 257
Rep Power: 15
sucholic sebentar lagi akan terkenalsucholic sebentar lagi akan terkenalsucholic sebentar lagi akan terkenal
Default

Ini udah ane baca di BBM ndan
Nice share ndan hehe
Reply With Quote
  #5  
Old 9th February 2011
crazycat's Avatar
crazycat crazycat is offline
Ceriwiser
 
Join Date: Jan 2011
Location: Earth
Posts: 521
Rep Power: 16
crazycat memiliki reputasi yang sangat baikcrazycat memiliki reputasi yang sangat baikcrazycat memiliki reputasi yang sangat baikcrazycat memiliki reputasi yang sangat baikcrazycat memiliki reputasi yang sangat baik
Default

wwaaaoooo kereennn jg..!!
Reply With Quote
  #6  
Old 10th February 2011
stupid's Avatar
stupid stupid is offline
Senior Ceriwiser
 
Join Date: Jun 2010
Location: ██
Posts: 7,919
Rep Power: 245
stupid has disabled reputation
Default

awalnya agak bingung mo kasi komen....

coba persingkat deh komen tiap tiap pointnya..

1. untuk besaran tuntutan yang lebih berat tuntutan dibanding RT, ane setuju kalo kurang adil, walaupun masih berupa tuntutan jaksa belum berupa putusan pengadilan. tapi buat ane yang awam aneh aja masa dituntut lebih berat...

2. Alasan Alanda ibunya tidak pantas mendapat hukuman karena beberapa credit cair tanpa tandatangan ibunya menurut ane agak aneh jg...kalo memang bisa dibuktikan tanpa sepengetahuan masa iya bisa berubah statusnya menjadi tersangka?

3. Dari artikel diatas justru pengacaranya mengatakan
Quote:
"Dan dia (Arga) di bawah perintah dari direksi. Ketentuan hukumnya, kalau bawahan dalam keadaan terpaksa, dia tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar Humphrey.
ane kurang paham hukum perbankan sperti apa, apa memang spt yang dikatakan pengacara kondisi terpaksa bisa bebas dari tuntutan hukum?
dan kondisi terpaksa seperti apa? termasuk terpaksa kalo tidak menurut akan diberhentikan ?

4. IMHO: untuk point ke 3...mustinya tetap ada hukuman yang berlaku, tentunya hukum yang adil.

kesimpulannya ..ais komen aja pake kesimpulan
untuk besarnya tuntutan ane setuju kalo kurang memenuhi rasa keadilan...
tapi untuk harapan alanda agar ibunya bebas dari segala tuntutan ...ane rasa kurang pas jg...
biarlah proses peradilan berjalan...nantinya toh kalo memang benar "tanpa tanda tangan /persetujuan ibunya" bakal bebas dari tuntutan.
berbeda kalo memang terbukti ternyata ikut "berperan" dalam pencairan kredit..walaupun alibi yang diutarakan pengacaranya "dalam keadaan terpaksa" ane rasa pantas mendapat hukuman.
Reply With Quote
  #7  
Old 10th February 2011
kibitzer's Avatar
kibitzer kibitzer is offline
Ceriwiser
 
Join Date: Jul 2010
Location: palembang
Posts: 338
Rep Power: 16
kibitzer sebentar lagi akan terkenalkibitzer sebentar lagi akan terkenal
Default

nice info ndann
Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 04:03 AM.


no new posts