FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Travel, Wisata, Liburan Suka jalan-jalan dan traveling ke berbagai mancanegara? yuk sharing dan berbagi tips disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Para penumpang merupakan konsumen bagi industri penerbangan komersial. Konsumen adalah raja, begitulah paham yang berkembang dimasyarakat kita. Paham ini pulalah yang sering digunakan sebagai pembenaran atas pelanggaran aturan oleh sejumlah penumpang �nakal�. Padahal aturan-aturan tersebut dibuat dengan alasan keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang itu sendiri. Kita sering menuding penyebab sebuah kecelakaan pesawat adalah pemerintah yang tidak tegas atau operator / perusahaan penerbangan yang bermain curang. Dalam beberapa kasus hal ini benar, namun sering kita lupakan andil kita sebagai penumpang dalam �menyumbangkan� penyebab kecelakaan. Mungkin tidak disadari pelanggaran - pelanggaran kecil yang sering dilakukan penumpang yang selama ini dianggap lumrah juga dapat mengancam keselamatan penerbangan. Barang bawaan besar bukan dibawa ke kabin� Sering dijumpai penumpang yang membawa barang dalam ukuran cukup besar ke dalam kabin pesawat, padahal sudah disediakan ruang khusus bagasi pada pesawat. Tidak mau repot dalam pengambilan bagasi menjadi alasan klise. Atau ada juga yang beralasan agar bisa cepat meninggalkan bandara sesampainya di tujuan. Namun mereka lupa akan bahaya yang bisa ditimbulkan dari tindakan mereka. Pada kabin pesawat memang tersedia tempat penyimpanan di atas tempat duduk (overhead), namun tempat penyimpanan itu tidak dirancang untuk menyimpan barang dalam ukuran besar dan cukup berat. Selama penerbangan pesawat akan mengalami guncangan. Guncangan-guncangan ini dapat membuat tempat penyimpanan �terbuka� dan barang yang disimpan di tempat penyimpanan itu bisa jatuh. Bayangkan apa yang terjadi bila barang yang �cukup� berat itu menimpa kepala penumpang. Kita sering berfikir, itukan terjadi bukan pada diri saya, bagaimana jika terjadi pada diri kita ? Matikan ponsel sebelum masuk pesawat� Ponsel bekerja dengan cara memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetik. Begitu juga dengan sistem komunikasi dan navigasi pada pesawat juga menggunakan gelombang elektromagnetik. Mulai dari komunikasi antara pilot dan ATC (Air Traffic Controller) hingga peralatan navigasi seperti VOR dan GPS juga menggunakan gelombang elektromagnetik. Sebagaimana kita ketahui, dua atau lebih gelombang elektromagnetik bisa saling mempengaruhi. Suatu kejadian beberapa waktu lalu yang penulis alami, saat itu sedang dalam proses boarding (naik ke pesawat) pada suatu penerbangan. Penulis duduk di kursi 1A, dan disebelah penulis duduk penumpang lain yang asyik �bermain� dengan ponsel-nya. Saat itu seorang pramugari lewat didekatnya dan meminta agar ponselnya dimatikan. Pada saat itu iya mematikan ponselnya. Namun tak lama berselang setelah pramugari pergi menjauh, ia kembali menghidupkan ponselnya dengan sebelumnya memastikan tidak ada pramugari lain di dekatnya. Seolah-olah pramugarilah yang terganggu karena ia menghidupkan ponselnya di pesawat. Dia tidak menyadari bahaya akibat perbuatannya, walaupun pada saat itu pintu pesawat belum ditutup. Kita sering beranggapan aturan mematikan ponsel itu berlaku saat kita sudah di dalam pesawat dan pintu pesawat telah ditutup. Suatu anggapan yang keliru. Secara teknis, pilot sudah mulai berkomunikasi dengan ATC sejak masih di parking area atau sebelum mesin dihidupkan atau dalam posisi idle. Pilot berkomunikasi dengan ATC mulai dari membicarakan rencana penerbangan, informasi cuaca sepanjang rute penerbangan, izin menghidupkan mesin, izin untuk memulai taxi, izin untuk memasuki runway, izin melakukan take off, panduan selama terbang, izin untuk mendarat hingga izin untuk parkir lagi di bandara tujuan. Dan selama itu pula komunikasi menjadi hal penting dalam penerbangan. Ada satu kebiasaan dalam masyarakat kita, belum percaya jika belum ada bukti. Suatu kebiasaan untuk hal tertentu bisa dikatakan baik. Sejumlah kejadian telah menjadi bukti gangguan komunikasi yang ditimbulkan oleh ponsel, baik hanya gangguan kecil maupun yang berakibat fatal. Rekaman blackbox dari pesawat Boeing 737-200 milik Lion Air dengan kode registrasi (tail number) PK-LID dan nomor penerbangan (flight number) JT-386 menunjukkan gangguan komunikasi akibat interferensi elektromagnetik dari ponsel (Laporan investigasi kecelakaan PK-LID, hal:11-13). Pada saat captain pilot / pilot in command (PIC) sedang berkomunikasi dengan ATC, first officer PK-LID berbicara dengan salah seorang kru Mandala yang juga sedang berada di dalam pesawat tak jauh dari tempat pesawat Lion Air parkir. Akibat dari interferensi tersebut, komunikasi antara PK-LID dengan ATC terganggu. Lalu, seberbahaya apakah akibat terganggunya / tidak bainya komunikasi antara pilot dan ATC ? Kecelakaan di Tenerife antara pesawat Boeing 747 milik KLM yang bertabrakan dengan boeing 747 milik Pan Am yang menelan ratusan korban terjadi karena komunikasi yang tak baik antara pilot dan ATC. Kejadian serupa juga pernah (hampir) terjadi di Indonesia antara Batavia Air dengan Adam Air. Pesawat Batavia yang sedang dalam posisi ground run di runway untuk melakukan take off dikejutkan dengan masuknya pesawat Adam Air ke Runway secara tiba-tiba. Untunglah pilot Batavia masih sempat melakukan pengereman, jika tidak, lain cerita yang penulis sampaikan di sini. Setelah di investigasi, ternyata ATC meminta pesawat Adam Air untuk masuk ke paralel taxiway, entah bagaimana caranya pilot Adam Air malah mengarahkan pesawatnya ke runway. Bagaimana dengan kasus nyasarnya pesawat Adam Air ? Bisa jadi karena peralatan navigasi yang rusak, bisa juga karena interferensi elektromagnetik dari ponsel. Namun sayang, sebelum sempat diinvestigasi pesawat sudah keburu kabur menghilangkan barang bukti. Penulis berharap bukti ini sudah cukup untuk membuat kita mengerti. Tidak perlulah kita buktikan sendiri, karena pasti rasanya tidak enak. Idealnya ponsel telah dimatikan sejak kita berada di ruang tunggu, mengingat posisi ruang tunggu yang dekat dengan posisi parkir pesawat, dan baru dihidupkan setelah meninggalkan bandara. Ini semua untuk kenyamanan kita bersama. Sabuk pengaman bukan untuk gaya� Tidak nyaman, ribet dan berbagai alasan lainnya sering dilontarkan penumpang ketika menolak memakai sabuk pengaman. Pada dasarnya sabuk pengaman dibuat untuk membuat tubuh para penumpang tetap di tempat duduk selama penerbangan. Selama penerbangannya, pesawat akan mengalami guncangan akibat turbulance. Guncangan ini bervariasi mulai dari kecil hingga besar yang dapat melontarkan tubuh penumpang dari kursinya. Penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman bisa terpental dan bisa mengalami cedera akibat benturan dengan dinding atau bagian lain di kabin. Untuk menghindari kemungkinan cedera itulah penumpang diminta menggunakan sabuk pengaman. Pilih mana, cedera atau sedikit �ribet� dengan memakai sabuk pengaman ? Pramugari jangan dicuekin donk� Berdasarkan aturan keselamatan penerbangan sipil, awak kabin diharuskan menjelaskan aturan - aturan dan prosedur keselamatan selama penerbangan sebelum pesawat lepas landas (take off). Tujuannya agar para penumpang tau mengenai aturan selama penerbangan dan selalu siap dalam kondisi darurat. Pengertian kata siap di sini yaitu tau apa yang harus dilakukan pada saat darurat. Namun, bagi beberapa penumpang yang sudah sering bepergian dengan pesawat terbang, peragaan yang dilakukan para awak kabin sering kali dianggap sebagai sesuatu yang membosankan sehingga mereka sering tidak memperhatikannya. Sudah mengerti, sudah tahu, sudah sering lihat, menjadi alasan mereka untuk tidak memperhatikan peragaan yang dilakukan awak kabin. Padahal menurut suatu studi, hal yang mereka pikir mengerti, pada kenyataannya hanyalah quasi (seolah - olah) mengerti. Hal inilah yang akan membedakan antara penumpang yang memperhatikan dan yang tidak memperhatikan peragaan yang dilakukan awak kabin. Bukankah dimasyarakat kita berkembang istilah lancar kaji karena diulang, hal ini juga berlaku untuk kasus penerbangan sipil. jadi, tak ada ruginya Anda memperhatikan peragaan yang dilakukan awak kabin, bahkan ini akan berguna pada kondisi darurat. Ingatan Anda yang masih segar, baik karena baru memperhatikan maupun karena baru saja di refresh dengan memperhatikan lagi, akan membuat Anda tenang karena tau tindakan apa yang harus dilakukan pada kondisi darurat. Pola pikir masyarakat� Selain 4 hal di atas, pola pikir yang berkembang dimasyarakat juga memperngaruhi tingkat keselamatan penerbangan nasional. Saat ini yang berkembang di masyarakat adalah kecenderungan calon penumpang mencari tiket termurah tanpa memperhatikan aspek keselamtan. Para penumpang ini baru enggan menggunakan suatu layanan murah saat sudah ada pesawat milik maskapai tersebut mengalami kecelakaan, selama itu belum terjadi para calon penumpang ini akan selalu menggunakan layanan murah. Pola pikir seperti inilah pada dasarnya menciptakan suasana bisnis yang memaksa para pengusaha penerbangan sipil untuk memberikan tiket murah. Jika tidak bisa lebih murah dari maskapai lain, maka akan terancam kehilangan penumpang. Sebuah suasana yang bagi segelintir calon penumpang sangat menguntungkan, karena bisa mendapatkan tiket murah. Sebuah suasana yang sebenarnya menyimpan �bom waktu� yang membahayakan penerbangan nasional. Pola pikir inilah yang memunculkan perusahaan penerbangan dengan konsep LCA (low cost airline) /. LCC (low cost carrier), bahkan perusahaan yang pada awalnya adalah airline dengan layanan penuh (full service) terpaksa mengikuti tren agar tak kehilangan penumpang. Terkait:
|
![]() |
|
|