
27th March 2011
|
 |
Ceriwis Geek
|
|
Join Date: Nov 2010
Location: PIC#01
Posts: 19,459
Rep Power: 0
|
|
Penolakan atas RUU Intelijen Terus Bergulir
AC Manulang. TEMPO/Imam Sukamto
Quote:
TEMPO Interaktif, Jakarta - Kalangan pegiat hak asasi manusia terus menentang sejumlah usul pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen. Yang paling mereka tolak, antara lain, usul agar lembaga intelijen diberi wewenang menangkap dan menyadap.
Ketua Dewan Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid, misalnya, mengatakan wewenang menangkap oleh lembaga intelijen sangat berbahaya. �Itu akan mengulang praktek di masa Orde Baru,� kata Usman dalam diskusi bertema �Mengkritisi Rancangan Undang-Undang Intelijen� di Cikini, Jakarta.
Pemerintah memasukkan usul kewenangan penangkapan dalam Pasal 15 RUU Intelijen. Tapi, dalam draf undang-undang yang kini dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat itu, wewenang penangkapan disamarkan dengan wewenang melakukan pemeriksaan intensif selama 7 x 24 jam.
Menurut Usman, apa pun istilahnya, pemeriksaan orang selama sepekan tanpa akses ke pengacara dan keluarga merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Adapun Direktur Program Imparsial, Al-Araf, menilai kewenangan menangkap oleh aparat intelijen akan merusak sistem penegakan hukum. "Akan merusak crime justice system." Alasannya, kewenangan menangkap hanya dimiliki aparat penegak hukum, seperti polisi dan jaksa.
Di samping urusan penangkapan, para pegiat hak asasi menentang keras usul agar lembaga intelijen diberi wewenang menyadap. Deputi Senior Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Zainal Abidin, misalnya, mengatakan wewenang menyadap tanpa izin pengadilan rawan melanggar hak privasi yang dilindungi konstitusi. Menurut Elsam, kewenangan menyadap tanpa pembatasan pun bisa diselewengkan untuk memata-matai kalangan pengkritik penguasa.
Karena masih banyaknya hal yang kontroversial, kalangan pegiat HAM pun mengusulkan agar DPR menunda pengesahan RUU Intelijen. "Target bulan Juli sebaiknya diundur," kata Usman.
Adapun politikus di Dewan Perwakilan Rakyat masih berbeda pandangan soal wewenang lembaga intelijen. Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Hayono Isman, misalnya, mengatakan lembaga intelijen harus diberi kewenangan khusus, seperti penangkapan. Alasannya, tugas utama intelijen adalah pencegahan, �Bukan menangani setelah kejadian.� Yang perlu diperjelas, menurut politikus Demokrat ini, adalah sanksi bila aparat intelijen salah menangkap orang.
Namun Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR dari PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin, menolak wewenang penangkapan versi pemerintah. Menurut Tubagus, pemerintah menginginkan intelijen bisa menangkap orang secara tertutup tanpa surat perintah. �Orang dibawa ke suatu tempat rahasia. Itu sama saja dengan penculikan," kata Tubagus saat dihubungi Tempo.
Wewenang penangkapan, menurut Tubagus, harus mengacu pada hukum acara pidana. Selain harus didasari surat perintah, penangkapan mesti disertai bukti awal dugaan pidana dan ada akses terhadap pengacara.
MAHARDIKA SATRIA HADI | AMIRULLAH
|
|