
5th April 2011
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: Nov 2010
Location: Hogwarts|PIC#11
Posts: 618
Rep Power: 50
|
|
Energi terbarukan lebih merusak lingkungan dibandingkan energi nuklir
Quote:
Terbarukan tidak berarti selalu hijau. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Jesse Ausubel di Rockefeller University - New York.
Dalam tulisannya di Inderscience's International Journal of Nuclear Governance, Economy and Ecology, dia menjelaskan bahwa dengan membangun pembangkit listrik tenaga angin, membendung sungai, dan menanam pepohonan untuk biomass, semuanya dalam kapasitas dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi secara global, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Ausubel juga menganalisa bahwa banyaknya energi yang bersumber dari energi terbarukan untuk menghasilkan beberapa watt daya listrik, akan menggunakan lahan per 1 meter persegi. Dia juga membandingkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh energi terbarukan dengan kebutuhan lahan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. 'Energi nuklir adalah ramah lingkungan. Pertimbangkan dengan daya listrik yang dihasilkan dari lahan seluas 1 meter persegi, nuklir mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki energi terbarukan', ujarnya.
Menurutnya, energi terbarukan tidak mempunyai keuntungan dari skala ekonomis. Semakin besar daya listrik yang dihasilkan, maka semakin luas pula lahan yang dibutuhkan.
Dia juga mencontohkan secara hipotesis, menggenangi seluruh propinsi Ontario di Kanada, yang kurang lebih seluas 900.000 km persegi, dengan 680.000 milyar liter air hujan, dan kemudian menyimpannya dalam bendungan setinggi 60 meter, hanya akan menghasilkan 80% dari total daya listrik yang dihasilkan oleh 25 pembangkit listrik di Kanada.
Energi biomassa juga sangat tidak efisien dan bersifat merusak lingkungan. Untuk menghasilkan listrik sebesar yang dihasilkan oleh sebuah PLTN, akan membutuhkan lahan seluas 2500 km persegi. 'Peningkatan pemakaian bahan bakar biomassa dalam segala bentuk adalah perbuatan kriminal',ungkapnya.'Manusia seharusnya menyisakan lahan untuk kepentingan alam. Setiap mobil akan membutuhkan kurang lebih 1-2 hektar'.
Berpindah topik ke masalah energi angin, Ausubel menyatakan meskipun lahan yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik tenaga angin 3-10 kali lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang dibutuhkan untuk biomassa, tetapi dibutuhkan kurang lebih 770 km persegi untuk menghasilkan energi setara dengan PLTN berkapasitas 1000 Megawatt electric (MWe) dengan catatan kecepatan angin dan arah angin tetap.
100 meter persegi daerah yang berangin, seperti apartemen di Manhattan, hanya cukup untuk melistriki satu atau dua lampu, tetapi tidak cukup untuk menyalakan komputer, mesin cuci, oven microwave dan TV plasma.
Energi surya juga tidak luput dari kritikannya. PLTS akan menutupi lahan seluas lebih dari 150 km persegi untuk menyimpan dan menghasilkan listrik setara dengan PLTN berkapasitas 1000 MWe.
Menurutnya, setiap bentuk energi terbarukan membutuhkan infrastruktur dan material 10 kali bahkan lebih per kilowatt, seperti beton, baja, dan jalan akses jika dibandingkan dengan gas alam atau nuklir.
Meskipun penambangan uranium membutuhkan beberapa ratus kilometer persegi dan ada pertimbangan untuk tempat penyimpanan limbah, keamanan dan keselamatan, tetapi PLTN meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang jauh lebih kecil.
Dari skala ekonomi, PLTN bisa digandakan keluarannya ataupun dikecilkan dari sistem, sama seperti halnya komputer yang berkemampuan besar dengan ukuran yang semakin kecil.
'Energi terbarukan tetap terbarukan, tetapi tidaklah ramah lingkungan', imbuhnya, 'Jika kita ingin mengurangi bangunan-bangunan baru dan pemerkosaan terhadap alam, nuklir energi adalah pilihan yang terbaik'.
|
|