Bahwa pola hidup yang sehat menjadi salah satu cara membentengi diri dari serangan penyakit, tentu sudah menjadi pengetahuan umum. Kendati demikian kesibukan sehari-hari kerap menjadi alas an yang malah mengurungkan niat menjaga kesehatan.
Pola makan yang tidak mempertimbangkan kandungan gizi, kurang berolahraga dan mengorbankan waktu istirahat untuk menyelesaikan tugas menjadi hal yang justru mengundang datangnya penyakit. Belum lagi tekanan pekerjaan yang dapat memicu stres serta kualitas udara yang buruk sehingga memicu gangguan tubuh seperti asma.
Riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan pada tahun 2007, memaparkan data bahwa prevalensi nasional untuk asma adalah 4 persen, berdasarkan diagnosa dari para professional dan gejala penyakit tersebut. Data tersebut juga memaparkan bahwa terdapat sembilan provinsi yang memiliki prevalensi asma di atas prevalensi nasional. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Papua Barat.
Aspek lingkungan menjadi salah satu factor kunci yang mendukung kesehatan, dalam hal ini yang menyangkut telinga, hidung dan tenggorokan (THT). Dapat dibayangkan, betapa besar resiko yang bakal ditanggung jika kondisi lingkungan kotor dan paparan polusi demikian besar. Belum lagi mempertimbangkan pemanasan global yang kini bukan lagi sekedar wacana.
Pemanasan global yang merupakan akibat dari terperangkapnya panas matahari di dalam atmosfir bumi bukan hanya meningkatkan suhu dipermukaan bumi tapi secara tidak langsung berpengaruh pada hal lain. Perubahan suhu juga tentu akan menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga manusia rawan terjangkit penyakit. Dengan niat dan upaya serta dukungan masyarakat & perangkat yang tepat, maka hidup yang sehat bukan hanya menjadi harapan, tapi menjadi sebuah kenyataan. (sumber: Kompas, 18 Maret 2010)