Kandang sapi Hj Arminah amat sangat jauh mentereng di banding gedung bertingkat di sekelilingnya di Mega Kuningan, Jaksel. Tapi siapa sangka, tanah seluas 150 meter itu pernah ditawar miliaran rupiah. Arminah menolaknya.
"Pernah ditawar beberapa kali, cuma mintanya kecil, 15-20 juta rupiah permeter," terang Arminah dengan logat betawi kental di kandang sapi miliknya, Selasa (2/7/2013).
Kandang sapi miliknya itu sudah berdiri sejak 1950-an, warisan turun temurun keluarganya. Dahulu, sebelum tetangganya menjual tanah di kawasan itu, di Mega Kuningan banyak terdapat kandang sapi.
"Yang susah ini bikin sertifikat tanah, kita orang kecil nggak tembus-tembus. Mendingan nanti kalau ada yang mau beli, harganya cocok ya kita kasih. Makanya orang betawi asli di sini udah mulai abis kegusur," keluh Arminah.
Dia tak tahu mengapa amat susah baginya membuat sertifikat tanah. Jadi, dia hanya memegang girik saja untuk tanah itu.
"Yang nawar tanah itu mereka sih bilangnya mau bikin penghijauan sama sarana pendidikan. Cuma ya kita nggak 100 persen percaya. Tapi ya mau gimana lagi," ujarnya.
Arminah bertutur, dia dan seorang karyawannya mengurus 15 sapi perah yang seekornya menghasilkan 15 liter susu sehari. Harga perliter susu Rp 9-10 ribu.
Lewat usaha sapi perah ini, dia dan suaminya sukses mengantarkan 2 anaknya lulus kuliah dan seorang lagi masih bersekolah di SMA.
Arminah sudah berpikir untuk pindah dari kawasan itu. Tempat yang dia incar di kawasan Pondok Rangon karena di sana banyak juga bekas tetangganya di Mega Kuningan.
"Pengennya di sana ternak sapi juga," ucapnya.