FAQ |
Calendar |
![]() |
|
News Semua berita yg terjadi di dunia internasional ataupun lokal diupdate disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Jakarta - Suara Herlina Sunarti nyaris tanpa harapan. Dia hanya bisa tertawa hambar menceritakan kopernya yang hilang dua tahun lalu saat ikut penerbangan Lion Air, yang diperjuangkannya hingga Mahkamah Agung (MA). "Mendapat surat MA yang memenangkan saya, benar-benar suprise. Sebab kasus saya sudah lama sekali," kata Herlina. Herlina masih teringat kejadian 4 Agustus 2011 silam. Saat itu dia baru saja pulang pesiar dari Malaysia dan Singapura bersama teman-temannya. Umumnya orang usai melancong, koper dipenuhi dengan berbagai oleh-oleh buat kerabat dan teman. "Teman-teman saya banyak yang nitip baju dan kosmetik, ada juga sepatu bermerek. Semua saya masukkan ke koper," beber karyawan swasta itu. Sesampainya di Jakarta, Herlina dan teman-temannya pindah penerbangan ke Semarang menggunakan Lion Air. Nahas, sesampainya di Bandara Ahmad Yani, koper Polo miliknya yang berisi oleh-oleh senilai Rp 50 juta hilang. Adapun koper teman-temannya masih ada. "Saya pikir kan cuma baju, kosmetik dan sepatu, ya wajar ditaruh di bagasi. Masak sih barang seperti itu hilang," tutur perempuan yang tinggal di Puri Anjasmoro Semarang ini. Mendapati bagasinya hilang, Herlina pun mengajukan gugatan lewat Badan Perlindungan Konsumen (BPSK) Semarang. Tanpa pengacara, Herlina hanya belajar otodidak lewat internet. "Masak cuma kehilangan koper pakai pengacara. Ya sudah, saya yang awam hukum belajar di internet bagaimana cara membuat gugatan," ujar Herlina. Gayung bersambut. BPSK Kota Semarang pada 3 Oktober 2011 menghukum Lion Air mengganti rugi kehilangan koper Herlina sebesar Rp 25 juta atau setengah dari nilai barang yang ada di koper. BPSK menilai kehilangan itu bukan hal yang dikehendaki sehingga harus ditanggung bersama. "Bagi orang lain, mungkin uangnya tidak seberapa, tapi bagi saya ya sangat besar," cerita Herlina. Mengantongi putusan BPSK, harapan Herlina supaya kasus cepat selesai ternyata tak kunjung terwujud. Sebab Lion Air mengajukan banding hingga kasasi ke MA. "Saya bikin kontra memori banding dan kasasi sendiri, belajar dari buku, tanya sana-sini," kata Herlina. Pada 17 November 2011 majelis kasasi yang terdiri dari Prof Dr Valerine J Kriekhoff, Prof Dr Takdir Rahmadi dan Dr Nurul Elmiyah bergeming. Lion Air tetapi dihukum membayar Rp 25 juta. "Saya sudah merasa benar-benar stres karena saking lamanya," pungkasnya. |
![]() |
|
|