Razia Tak Mempan Bikin Jera para PSK ABG
Jakarta - Dina masih berada di loteng saat Mami Ronggeng memanggilnya malam itu. Dengan muka masam, penghuni lokalisasi Rawa Malang, Jakarta Utara itu menarik kursi lalu duduk, membuka 2 botol bir dan menuangkannya ke gelas berisi es batu.
"Sebel saya mas, masak baru sebulan di sini sudah mau kena razia. Ya saya kan takut, udah ngumpet aja di atas," kata perempuan berusia 20 tahun asal Subang tersebut, mengawali ceritanya tentang insiden yang baru saja terjadi di tempat itu.
Dina mengisahkan, seorang pelanggan di wisma sebelah baru saja bikin ulah kurang dari 30 menit sebelumnya. Ia tak mau membayar pekerja seks yang baru saja ditidurinya, lalu berkomplot dengan temannya untuk menghembuskan isu ada razia. Sontak para pekerja seks yang masih muda ketakutan, dan pada saat itulah si pelanggan nakal berusaha untuk kabur.
Beruntung tidak semua percaya dengan isu razia. Pekerja seks yang sudah senior tahu betul, lokalisasi Rawa Malang hampir tidak pernah dirazia karena memang tempatnya jauh dari pemukiman. Begitu pun para hansip yang segera tanggap mengamankan pelanggan kurang ajar tersebut.
"Gimana nggak takut, soalnya kemarin di Kojem juga baru ada razia. Mbak-mbaknya ada 18 diangkut katanya," kata Dina. Kojem adalah singkatan dari Kolong Jembatan, sebuah pusat hiburan malam di Kampung Baru, Cilincing, yang banyak mempekerjakan anak di bawah umur, dan lokasinya tak jauh dari Rawa Malang.
Ajang Pemerasan
Razia tempat hiburan kerap dilakukan di bulan puasa seperti saat ini. Pekerja seks seperti Dina maupun perempuan-perempuan lain di Kojem menjadi sasaran untuk dibina, dimasukkan panti sosial atu dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing.
Seorang mantan pekerja seks yang kini menjadi pendamping anak-anak korban trafficking, Nur Azizah mengaku tidak keberatan dengan adanya razia semacam itu selama memang ada hasilnya. Artinya tidak asal digaruk, tetapi benar-benar dibina sehingga bisa mandiri tanpa harus kembali ke dunia prostitusi.
Namun menurut Azizah yang merupakan Ketua Yayasan Anak dan Perempuan, yang sering terjadi adalah razia dijadikan kesempatan untuk memeras para pekerja seks. Pernah suatu ketika, 25 anak dampingannya dirazia namun tak berapa lama mami alias mucikarinya menebus dengan sejumlah uang.
"Kan saya geregetan. Sebenarnya bagi saya nggak masalah asal anak-anak ini disekolahkan. Tapi besoknya saya ketemu lagi, anaknya sudah mangkal lagi. Saya tanya kenapa ada di sini, katanya sudah ditebus mami Rp 25 juta," sesal Azizah geregetan.
Pengamatan detikcom di minggu pertama bulan Ramadan tahun ini, razia dan penertiban terhadap para pekerja seks lebih terkesan seperti basa basi. Di satu sisi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI, Kukuh Hadi Santoso mengatakan sering melakukan razia di sekitar Jatinegara. Di sisi lain mobil patroli milik oknum polisi mengelilingi kawasan tersebut hampir 30 menit sekali. Di setiap kios tempat para pekerja seks mangkal, kaca mobil tersebut dibuka untuk mendapat recehan Rp 10.000. Hemmm!