Konyolnya Studi Banding DPR
Pendidikan Tinggi Tetap Bikin Fustasi
Quote:
Jakarta - Tak lama lagi istilah studi banding akan berubah makna. Dari sebuah konsep belajar di lokasi dan lingkungan berbeda, menjadi jalan-jalan ke lokasi atau lingkungan lain.
Perubahan makna ini sebagai konsekuensi atas terus berlangsungya kegiatan studi banding yang dilakukan DPR.
Sudah jelas, tidak ada yang dipelajari dari kegiatan tersebut. Tetapi mereka selalu ngotot, bahwa mereka belajar banyak. Namun ketika ditanya apa yang mereka pelajari, mereka tidak bisa menunjukkan. Yang terlihat adalah aktivitas jalan-jalan dan belanja-belanja.
Apa boleh buat, daripada terus beradu argumen dan beradu bukti dengan anggota DPR, lebih baik yang waras mengalah. Studi banding berubah arti saja menjadi jalan-jalan, atau dimaknai secara khusus kegiatan jalan-jalan pejabat ke luar negeri atau ke luar daerah.
Mengapa pejabat? Mengapa bukan anggota DPR saja? Ya, kenyataannya kalau ditelisik lebih lanjut para pejabat eksekutif juga suka melakukan kegiatan jalan-jalan ke luar negeri dengan dalih studi banding. Tidak percaya? Lacak saja laporan keuangan departemen atau instansi pemerintah ke BPK.
Apakah pejabat daerah, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah, juga melakukan? Sama saja, dan mungkin lebih parah. Hanya karena lepas dari kontrol masyarakat dan media saja, kegiatan jalan-jalan mereka tidak ketahuan. Jika di DPR setiap RUU harus distudibandingkan, demikian juga dengan setiap Raperda.
Tentu saja, DPRD studi bandingnya tidak ke luar negeri, melainkan ke daerah lain. Dalam hal ini daerah di sekitar Jakarta, Yogyakarta dan Bali, jadi sasaran daerah di Luar Jawa. Sedang daerah di sekitar Batam, Palembang, dan Manado, jadi sasaran DPRD Jawa.
Oleh karena itu, rasanya �tidak adil� bila para aktivis LSM, akademisi dan media hanya menyorot habis kegiatan studi banding DPR. Mestinya mereka juga memantau kegiatan serupa dari pejabat eksekutif, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah. Dengan demikian perubahan makna studi banding menjadi sekadar jalan-jalan itu bisa langsung diterima di seluruh penjuruh tanah air.
Pertanyaan, �apa manfaat studi banding?�, tidak relevan lagi jika dikaitkan dengan posisi dan fungsi pejabat publik. Studi banding adalah jalan-jalan yang membikin pelakunya senang. Paling-paling manfaatnya: segar kembali saat menjalani tugas.
Pertanyaannya mungkin harus ditarik lebih ke belakang: mengapa DPR/DPRD diisi oleh orang-orang yang sampai tega hati mengubah makna studi banding menjadi jalan-jalan? Mengapa anggota DPR/DPRD yang diharapkan dapat mengontrol pejabat eksekutif, justru ikut-ikutan melakukan kegiatan yang mestinya mereka cegah?
Studi banding sebetulnya sudah lama dipraktekkan oleh DPR. Abaikan DPR hasil pemilu-pemilu Orde Baru, perhatikan DPR hasil tiga kali pemilu terakhir. DPR hasil Pemilu 1999 tercatat melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri, lalu jumlahnya meningkat pada DPR hasil Pemilu 2004, dan semakin lebih banyak pada hasil Pemilu 2009.
Pada DPR hasil Pemilu 2004, masyarakat berhasil menunjukkan kejanggalan-kejanggalan kegiatan perjalanan ke luar negeri. Keluhan dari staf Kedutaan Besar RI di berbagai negara yang dikunjungi para anggota DPR juga mulai keluar. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah mereka untuk mengulangi perjalanan ke luar negeri. Hanya beberapa anggota dewan saja yang menolak ikut karena merasa tidak ada manfaatnya.
DPR hasil Pemilu 2009 menghadirkan harapan baru. Profil mereka masih muda dari sisi usia, semangat kerja mereka akan tinggi karena 70% adalah orang-orang baru. Sebagian besar mereka adalah lulusan S-2 dan S-3, sehingga akan lebih pandai dalam menghadapi masalah-masalah sosial politik yang kompleks.
Lebih dari itu semua, mereka dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.Dengan demikian, mereka pasti akan memperhatikan suara rakyat. Karena selama ini banyak pemantau dan pengamat yakin, sistem suara terbanyak akan meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap rakyatnya. Apalagi mereka pasti takut tidak terpilih kembali pada pemilu mendatang, jika berperilaku buruk dan kinerjanya rendah.
Akan tetapi, harapan tidak kunjung datang, asumsi tidak kunjung terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya. Hanya dalam jangka satu tahun, masyarakat sudah dibikin frustasi oleh anggota DPR: berlaku konyol dan memalukan, bersikap angkuh dan tak peduli, berpikir picik tak malu hati. Inilah hasil pemilu berdasarkan suara terbanyak
sumber
|
Dari Striptis Hingga Dimaki Profesor Perancis
Quote:
Jakarta - Studi banding anggota DPR ke luar negeri terus menuai protes. Kunjungan itu bak liburan masa reses yang menghabiskan uang rakyat, sementara hasilnya tidak jelas.
Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata, misalnya kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.
Lalu studi banding Komisi VIII ke Australia. Mereka hendak melakukan studi banding ke parlemen Australia, padahal parlemen di Negeri Kanguru itu sedang reses. Konyolnya lagi anggota DPR sempat membohongi mahasiswa Indonesia di sana soal email resmi Komisi VIII beralamat di [email protected].
"Itu semakin memperjelas studi banding itu tidak ada gunanya. Itu hanya modus untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku," ujar Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang.
Banyak cerita minor tentang kelakuan wakil rakyat saat berkunjung ke luar ngeri. Pada 28 Juli 2005, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda memergoki anggota DPR dari Badan Legislatif jalan- jalan dan belanja barang mewah. Wakil rakyat pun terpotret sedang menenteng barang belanjaan merek Bally atau Gucci.
"Mereka tidak ada agenda di Belanda dan saat itu kami memang ingin menemui mereka untuk audiensi. Mereka 2 malam di Amsterdam," ujar mantan Ketua PPI Amsterdam 2004- 2005 Berly Martawardaya kepada detikcom.
Anggota DPR tidak mempunyai agenda resmi ke Amsterdam karena pada saat itu Parlemen Belanda yang berkedudukan di Den Haag juga sedang masa reses.
Hal senada juga dibeberkan mantan Ketua PPI Perancis Mahmud Syaltout. Sebelum mendatangi Amsterdam, anggota DPR itu sebenarnya hendak studi banding ke Perancis. Tidak jelas dalam urusan apa kunjungan itu. Namun, kedatangan anggota DPR itu telah jauh-jauh hari ditolak oleh PPI Perancis.
Ketua PPI saat itu (alm) Rudianto Ekawan, memerintahkan semua mahasiswa untuk datang ke KBRI Perancis dan melakukan aksi walk out serta membacakan surat protes atas kedatangan anggota DPR. Aksi ini diharapkan menjadi tamparan keras bagi wakil rakyat yang datang tanpa persiapan ke Perancis.
Anggota DPR tidak bisa memberikan penjelasan logis soal kedatangan mereka. Salah seorang juru bicara DPR menyatakan tujuan mereka untuk bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang pintar. Mereka juga memuji mahasiswa di luar negeri sebagai pemimpin bangsa dan juga merupakan konstituen mereka.
"Sebelum pidato selesai, teman saya, Rudianto AB interupsi dan membacakan surat protes dari PPI Prancis. Kemudian kita walk out. KBRI pun geger dan semua marah sama kita," cerita Mahmud.
Gara-gara kejadian itu semua jadwal kunjungan DPR di Belanda dan Belgia ikut dibatalkan. Akhirnya PPI Belanda memergoki para wakil rakyat itu asyik berbelanja.
Mahmud kembali menjadi guide untuk anggota DPR yang melakukan studi banding mengenai masalah anggaran ke Perancis pada 2006. Sebenarnya, kedatangan anggota DPR bukan ke Perancis, tetapi hendak menonton pertandingan final Piala Dunia di Jerman antara Italia melawan Perancis. Karena datang lebih awal, mereka menyempatkan diri melancong ke negeri mode tersebut.
Rombongan ternyata tidak hanya terdiri dari anggota DPR, tapi juga banyak terdapat anggota DPRD dari DKI Jakarta. Selama berada di Perancis, para wakil rakyat itu menghamburkan uang dengan berbelanja merek mahal semisal Louis Vitton, Pierre Cardin, dan membeli jam tangan mahal yang harganya dapat membiayai uang kuliah seorang mahasiswa selama setahun.
KBRI Perancis yang dipimpin oleh (alm) Arizal Effendi juga menolak memfasilitasi anggota DPR. Para anggota dewan dianggap sebagai rombongan liar.
Saat itu, salah seorang anggota DPR sempat meminta untuk dicarikan gadis panggilan di Perancis. Mahmud menjelaskan, di Perancis tidak ada pusat lokalisasi seperti Red Light di Belanda.Si anggota DPR kemudian meminta ditunjukkan pusat tarian striptis di Perancis. Mahmud pun menyarankan agar mereka pergi sendiri ke Moulin Rouge.
Saat akan kembali ke Jerman, ketua rombongan DPR itu nyeletuk ada yang kurang saat di Perancis. "Apa yang kurang, belum beli Hermes ya atau barang apalagi yang tidak ada?" kata salah seorang anggota rombongan menanggapi celetukan ketuanya. "Bukan, kita belum sempat foto-foto di Menara Eiffel," jawab si ketua santai.
Pada 2007, anggota DPR mendapat makian Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Sorbon Perancis Prof Edmond Jouve. Saat itu, beberapa anggota DPR ke Perancis untuk melakukan studi banding tentang Kementerian Negara dan Dewan Penasihat.
Mahmud yang mahasiswa Ilmu Tata Negara pun meminta Jouve untuk menjelaskan sistem tata negara di Perancis dan Indonesia. Dalam pertemuan di KBRI Perancis itu, Jouve menjelaskan sistem tata negara Perancis dan Indonesia sangat berbeda.
Mendengar paparan itu, seorang anggota dewan nyeletuk mereka salah mendatangi Perancis untuk studi banding. Anggota dewan lainnya pun terbahak-bahak mendengar celetukan itu.
Melihat hadirin tertawa, Jouve bertanya. Penerjemah menjelaskan celetukan sang anggota dewan. Mendapat penjelasan itu Jouve marah. "Kalian semua goblok," maki Jouve dalam bahasa Perancis.
Sang profesor lantas mengingatkan Indonesia bukanlah negara kaya dan masih berada di dalam kategori negara berkembang, kenapa malah menghamburkan uang jika tidak ada hasilnya.
sumber
|
Puluhan Miliar Keluar, Hasilnya Tak Bisa Diharapkan
Quote:
Jakarta - Studi banding anggota DPR ke luar negeri menghabiskan dana puluhan miliar. Sementara hasilnya tidak bisa diharapkan. Tidak heran bila 78 persen masyarakat menolak studi banding DPR.
Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), sampai November 2010, dana kunjungan kerja anggota DPR yang tergabung dalam alat kelengkapan atau komisi senilai Rp 30,91 miliar. Dana ini belum termasuk dana kunjungan kerja anggota DPR untuk delegasi beberapa pertemuan parlemen dunia yang jumlahnya Rp 8,1 miliyar.
Sementara biayai kunjungan kerja DPR untuk tahun 2011 ini saja, yang belum sampai pertengahan tahun, sudah menghabiskan sekitar lebih dari Rp 12,7 miliar. Rinciannya, dana untuk 5 pelesiran 11 anggota Komisi I selama tujuh hari seperti ke AS, Turki,Rusia, Perancis dan Spanyol memakan biaya lebih dari Rp 5,7 miliar.
Kunjungan kerja 13 anggota komisi selama satu pekan ke China dan Spanyol senilai Rp 2 miliar. Kunjungan 13 anggota Komisi VIII ke Cina dan Australia senilai Rp 1,5 miliar dan kunjungan 13 anggota BURT DPR ke Inggris dan AS senilai Rp 3,6 miliar.
Masyarakat sudah seringkali mengkritik studi banding DPR tersebut. Namun DPR tidak peduli dan tetap melenggang pergi ke luar negeri. Data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menyebutkan setidaknya ada 7 kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri pada kurun waktu tahun sidang 2009-2010, yang sering diprotes.
Di antaranya yakni kunjungan kerja Panitia Kerja RUU Kesejahteraan Sosial Komisi VIII ke China, Panitia Khusus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ke Perancis dan Australia, kunjungan kerja Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) ke Maroko, Jerman dan Perancis.
Lalu kunjungan kerja Pansus RUU Protokol ke Perancis, kunjungan kerja Komisi V dalam rangka pembahasan RUU Perumahan dan Pemukiman ke Austria, kunjungan Panja RUU Cagar Budaya Komisi X ke Turki dan Belanda, serta kunjungan Panja RUU Grasi Komisi III ke Belanda dan Selandia Baru. Sementara untuk masa sidang tahun 2010-2011 ini baru tercatat ada 16 kunjungan kerja yang dilakukan DPR ke luar negeri.
Dari 16 rencana kunjungan ini yang terlaksana 13 kunjungan, seperti kunjungan Panja RUU Holtikultura Komisi IV, Panja RUU Kepramukaan Komisi X, Panja RUU Keimigrasian Komisi III, Panja RUU Mata Uang Komisi XI, Komisi VIII, Badan Legislasi, Badan Kehormatan, Komisi V, Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan Komisi XI, Komisi VI, Panja RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar Komisi IV dan Panja RUU Informasi. Kunjungan-kunjungan itu sendiri dilakukan ke negara seperti Korea Selatan, Jepang, Selandia Baru, Belanda, Perancis, Swiss, Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Filipina, Yunani, Italia, Rusia, Jerman, Hongaria, Hongkong, Turki da Brazil. Belum lagi 8 kali kunjungan alat kelengkapan pada tahun sidang 2009-2011 ke sejumlah negara.
Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2011 ini juga menunjukkan masyarakat sudah muak dengan studi banding DPR yang tidak ada gunanya. Hasil survei LSI menyatakan sebanyak 78 persen masyarakat tidak setuju studi banding DPR ke sejumlah negara.
"78 persen masyarakat menolak studi banding dengan alasan meningkatkan kinerja, karena selama ini studi banding yang dilakukan oleh anggota DPR lebih tampak di mata publik sebagai kedok untuk menutupi nafsu pelesiran, ketimbang retorika meningkatkan kinerja," kata peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi kepada detikcom.
Penelitian ini menguatkan hasil survei pada tahun 2009 silam. Pada awal bulan September 2009, tidak lama setelah anggota DPR periode 2009-2014 dilantik, LSI melakukan survei tentang Evaluasi Publik terhadap Kinerja DPR.
Saat itu respondennya 1.220 orang di 33 Provinsi se-Indonesia. Responden sempat ditanya soal setuju atau tidaknya masyarakat terhadap kunjungan kerja ke luar negeri yang biasa dilakukan anggota DPR selama ini. Hasilnya 61,3 persen tidak setuju studi banding.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga mengutarakan hal serupa. "Itu semakin memperjelas bahwa studi banding tidak ada gunanya. Itu hanya modus DPR saja untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku," kata Koordinator Formappi, Sebastian Salang.
Menurut Sebastian, studi banding DPR sejak awal perencanaan telah memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk berfoya-foya. Misalnya ketika anggaran dibahas, mereka menetapkan platform alat-alat kelengkapan negara, misalnya jalan-jalan ke luar negeri dua sampai tiga kali untuk sekian negara.
Memang hasil studinya sangat jauh dari yang diharapkan. "Tidak ada hasil studi dan Undang-Undang yang berkualitas yang dihasilkan dari kunjungan kerja tersebut," jelasnya.
Meski survei telah membuktikan masyarakat menolak studi banding, anggota DPR tetap beranggapan masyarakat sebenarnya hanya mengevaluasi studi banding agar efektif.
"Kalau kita melihat, masyarakat itu tidak melarang, tapi menekankan pada efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik,"kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan.
sumber
|
Last edited by Amri; 10th May 2011 at 08:12 PM.
|