
17th May 2011
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: May 2010
Posts: 972
Rep Power: 17
|
|
Strategi Soft Power RI Jembatani Islam-Barat
Quote:
Berlin - Dengan strategi soft power dan modalitas yang dimiliki seperti Islam moderat dan demokrasi, RI mampu menjembatani berbagai pertentangan Islam-Barat.
Demikian Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman Dr. Eddy Pratomo dalam International Symposium on Cultural Diplomacy 2011 di Berlin, seperti disampaikan Sekretaris III Purno Widodo kepada detikcom, Selasa (17/5/2011).
"Karakter budaya Indonesia yang terbentuk dari bermacam-macam unsur merupakan komponen penting dalam strategi soft power tersebut," ujar Dubes.
Menyampaikan pidato kunci berjudul The Role of Soft Power and Its Significance in the Realm of Internal and External Policies of Indonesia (13/5/2011), Dubes menjelaskan bagaimana multikulturalisme telah tumbuh di Indonesia bahkan jauh sebelum entitas negara Republik Indonesia terbentuk, yaitu sejak Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
"Saat itu soft power telah dijadikan kekuatan yang mampu meredam berbagai ketegangan atas realitas multibudaya dari tiga agama yang berkembang saat itu yaitu Budha, Hindu dan Islam," terang Dubes.
Selalu mengedepankan soft power, lanjut Dubes, juga menjadi politik luar negeri Indonesia saat ini dengan berbagai modalitas yang dimiliki seperti Islam moderat dan demokrasi.
Menurut Dubes, hal itu didukung dengan berbagai norma dan nilai-nilai yang berkembang seperti penegakan hukum dan HAM, sistem pemerintahan yang baik, kebebasan media serta desentralisasi.
Dengan berbagai modalitas tersebut politik luar negeri Indonesia semakin menunjukkan perannya, terbukti dengan berbagai penyelenggaraan Inter-faith dan Inter-Cultural Dialogue serta Bali Democracy Forum.
"Hal itu membuat Indonesia semakin yakin mampu menjembatani berbagai pertentangan antara Islam dan Barat, yang akhir-akhir ini menjadi masalah di dunia internasional," pungkas Dubes.
Simposium yang digelar oleh Institute for Cultural Diplomacy (ICD) itu dihadiri para profesional muda, akademisi, perwakilan politik dan diplomatik termasuk mantan Presiden Rumania Emil Constantinescu, kalangan media, pengusaha dan berbagai pemangku kepentingan dalam bidang hubungan internasional.
|
sumber
|