FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Laporan hasil audit investigatif BPK No. 64/LHP/XV/11/2009 telah diserahkan ke DPR pada hari Senin, 23 November 2009
Pada intinya laporan hasil audit investigatif ini menyatakan : - Adanya LC fiktif - Pelanggaran BMPK (batas maksimum pemberian kredit) yang berujung aliran dana nasabah dalam jumlah banyak, dan - Upaya pembenaran melalui kebijakan Sejak siaran langsung TV : penyerahan dan pemaparan laporan hasil audit investigatif Bank Century oleh Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo ke DPR tanggal 23 November 2009 itu, kemudian muncul gerakan pembenaran skandal Century. Sehingga, Pansus Angket DPR, KPK, dan publik juga perlu hati-hati dengan beberapa gerakan pembenaran skandal Century, baik berupa wacana yang dilontarkan para ekonom yang pro pemerintah, maupun berbagai bentuk iklan TV dan radio, serta spanduk-spanduk/poster-poster yang muncul dimana-mana. Segala celah hukum untuk lolos dari jerat UU perbankan dan tindak pidana korupsi agaknya sudah disiapkan. Kita setidaknya bisa membaca tiga poin krusial pembenaran. Pertama, argumentasi hukum tata negara (HTN) bahwa Perppu JPSK masih berlaku karena tidak pernah ditolak secara tegas oleh DPR. Kedua, mengatakan bail out Rp 6,7 triliun bukanlah termasuk keuangan negara karena tidak berasal dari APBN. Dan, ketiga, membangun wacana hukum bahwa �kebijakan tidak bisa dipidana�, khususnya pidana korupsi. Yang paling mudah diklarifikasi adalah dana LPS itu uang Negara atau bukan? Sudah dijawab oleh KPK, dana LPS (dana �bail out�) itu adalah uang Negara, alasannya : 1. Modal awal LPS berasal dari APBN (modal awal yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan sebesar Rp. 4 trilyun) 2. Penggunaan dan permintaan dana tambahan harus sepersetujuan Panitia Anggaran DPR. 3. Uang premi yang disetor ke LPS berasal dari BUMN (Bank Madiri, BNI 46, BRI, BTN dll). Sejak kasus BLBI, ada penyertaan modal (PMS) pemerintah di bank-bank swasta Sumber : website LPS : PENDANAAN LPS : Lembaga Penjamin Simpanan Dengan bekal latar belakang itu, maka kita dapat lebih mudah memahami karut marut skandal Bank Century I. Pernyataan Partai Demokrat : A). Sikap Partai Demokrat untuk skandal Century MENUNGGU HASIL AUDIT DARI BPK � bohong, karena sebenarnya sudah ada hasil audit interim BPK yang telah diserahkan oleh Ketua BPK : Prof. Dr. Anwar Nasution ke Komisi XI DPR tanggal 28 September 2009. Rekomendasi Komisi XI DPR disampaikan ke Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 Jadi Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu memutuskan dua hal penting : 1) Adanya dugaan berbagai macam tindak pidana perbankan yang menyebabkan kolapsnya Bank Century. Kejahatan-kejahatan tersebut, di antaranya pelanggaran posisi devisa neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif. Selain tindak pidana perbankan, terjadi pula penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan penilaian oleh Bank Indonesia selaku pengawas perbankan dan Komite Stabilitas Sistim Keuangan (KSSK) yang memutuskan bail out. 2) Pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistim Keuangan). Dengan demikian, Sidang Paripurna DPR ini merupakan penegasan bahwa DPR tidak menyetujui Perppu No 4/2008 mengenai JPSK sejak tanggal 18 Desember 2008. Dengan pembatalan RUU JPSK ini, maka pengucuran dana talangan (bail out) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dianggap tidak sah. 1. Partai Demokrat baru menyetujui pengajuan Hak Angket DPR setelah Ketua BPK : Dr. Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit investigatif BPK ke DPR pada hari Senin, tanggal 23 November 2009 � hasilnya tentu lebih rinci dari hasil audit interim terdahulu, Yang paling pokok dari hasil audit investigatif itu adalah : 1). KK (Komite Koordinasi) belum pernah dibentuk. Padahal menurut UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS = Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan) pasal 1 ayat 9 : KK yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik 2). Dalam UU LPS ini sama sekali tidak disebut tentang KSSK (Komite Stabilitas Sistim Keuangan) 3). Dalam pasal 21 ayat 3 UU no. 24 tahun 2004 (UU LPS) : LPS menangani bank gagal sistemik setelah KK menyerahkan penanganannya ke LPS 4). Jadi pengucuran dana �bail out� Century baru bisa dilakukan setelah ada pelimpahan dari KK � padahal KK-nya sendiri belum pernah dibentuk (yang ada KSSK yang komposisi anggotanya lain sama sekali dengan KK), lalu kalau LPS terus langsung mengucurkan dana �bail out�, apakah ini bukan pelanggaran pasal 21 ayat 3 UU LPS ? Ini kan pelanggaran hukum ! 5). Menurut hasil penelusuran PPATK, LPS ini baru selesai mengucurkan dana �bail out� Century ini pada bulan Juli 2009 (persis setelah Pilpres 2009) � dasar hukumnya apa ? II. Kontroversi soal Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK (Jaring Pengaman Sistim Keuangan) yang ditanda tangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara No. 149 tahun 2008) A. Penolakan Perppu a). Sesuai dengan UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan � Pasal 25 ayat 1 : Perppu ini harus dimintakan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya . b). Ternyata Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 menolak Perppu no. 4 tahun 2008 ini, maka sesuai dengan pasal 25 ayat 3 UU No. 10 tahun 2004, Perppu tersebut gugur (TIDAK bisa dijadikan landasan hukum) c). Sebagai tindak lanjut Ketua DPR mengirim surat ke presiden SBY. Surat Ketua DPR : Agung Laksono ke Presiden SBY tertanggal 24 Desember 2008 itu meminta Pemerintah mengajukan RUU JPSK selambat-lambatnya tanggal 19 Januari 2009 (sebagai pengganti Perppu no. 4 tahun 2008 tentang JPSK itu) � hal ini sesuai dengan bunyi pasal 25 ayat 4 UU No. 10 tahun 2004 yang berbunyi : Dalam hal Perppu ditolak oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU d). Pemerintahpun mengajukan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR e). Dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR membatalkan pembicaraan tingkat II RUU JPSK ini. Dengan demikian, Sidang paripurna DPR ini merupakan penegasan penolakan DPR pada Perppu No. 4 tahun 2008 sejak tanggal 18 Desember 2008. Kontroversi dimulai dari pernyataan I Wayan Sugiana (anggota Pansus Hak Angket Century dari Partai Demokrat) pada Rapat Pleno Pansus, Senin 14 Desember 2009, yang menyatakan : Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 itu tidak tegas menolak Perppu No. 4 tahun 2008 itu. Saat itu ada empat fraksi menolak, empat fraksi menerima, dan dua fraksi abstain. Kalau benar Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 mengambangkan Perppu itu, maka berarti DPR tidak pernah menyetujui Perppu itu, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Jika Perppu tidak disetujui DPR, maka Perppu itu harus dicabut. Padahal pemerintah BELUM pernah mencabut Perppu No. 4 tahun 2008 ini, sehingga dapat diartikan bahwa pemerintah TELAH melanggar konstitusi (UUD 1945) � konsekuensi hukumnya jelas : Presiden dapat di-impeach karena telah melanggar konstitusi Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu No. 4 tahun 2008, maka konsekuensi hukumnya jelas : (i) Dasar hukum keberadaan (eksistensi) KSSK itu gugur, (ii) Pengucuran dana talangan (bail out) oleh LPS sebesar Rp. 6,7 trilyun itu menjadi tidak sah Jadi Perppu itu ditolak atau diambangkan oleh DPR, konsekuensi hukumnya tetap sama, Perppu itu tidak bisa diberlakukan. B. Kenapa ada pihak-pihak yang ngotot menutupi fakta bahwa Perpu ini sebenarnya tidak bisa diberlakukan � jadi selalu mengatakan bahwa Perppu ini masih berlaku ? Karena Perpu no. 4 tahun 2008 ini adalah dasar hukum dari : 1). Keberadaan (eksistensi) KSSK KSSK itu adanya di Pasal 5 Perppu No. 4 tahun 2008 mengenai JPSK Di pasal 5 itu disebut : (a) pembentukan KSSK. (b) Keanggotaan KSSK yang hanya terdiri dari Menkeu selaku Ketua merangkap anggota dan Gubernur Bank Indonesia selaku anggota. Cukup ajaib, Presiden SBY bukan menggunakan UU no. 24 tahun 2004 tentang LPS, yaitu membentuk KK, tapi malahan mengeluarkan Perppu No. 4 tahun 2008 dengan membentuk lembaga lain, yaitu KSSK. Jadi masalahnya : (*) Kenapa Presiden TIDAK membentuk KK yang jelas fungsinya menurut pasal 1 ayat 9 UU LPS itu (KK memutus suatu bank gagal sistemik atau tidak), tapi malahan membentuk lembaga baru (KSSK) melalui Perppu No.4 tahun 2008. (*) Keanggotaan KSSK itu terbatas (hanya Menkeu dan Gubernur BI), tapi kenapa dalam notulen Rapat KSSK (yang diserahkan ke BPK), rapat KSSK selalu saja dihadiri oleh banyak orang, termasuk Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi) (*) KSSK itu harus resmi bubar setelah dasar hukumnya tidak ada, yaitu saat ditolaknya Perppu no. 4 tahun 2008 ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 atau diambangkannya Perppu ini oleh DPR tanggal 18 Desember 2008, sehingga menabrak pasal 22 ayat 3 UUD 1945. Apapun alasan yang diambil (ditolak atau diambangkan oleh DPR), Perppu tetap tidak bisa diberlakukan �malahan menurut ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Presiden bisa di-impeach karena tidak pernah mencabut Perppu itu (*) Lalu kenapa LPS masih mengucurkan dana �bail out� sampai Juli 2009 ? Atas pelimpahan wewenang dari mana dan dasar hukumnya apa? Jadi jelas sekarang, kenapa KK itu penting. Karena menurut ketentuan pasal 21 ayat 3 UU LPS : LPS hanya boleh menangani bank gagal berdampak sistemik setelah ada pelimpahan dari KK (bukan KSSK) 2. Anggapan bahwa pejabat publik tidak bisa dipidana (policy cannot be criminalized) � adanya di pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008 Kekebalan hukum Gubernur BI dan Menkeu dijamin dalam pasal 29 Perppu No. 4 tahun 2008 : Menkeu dan Gubernur BI atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Perppu No 4/2008 TIDAK DAPAT DIHUKUM sebab mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sesuai perppu, MAKA SEBENARNYA SBY TAHU BAHWA UPAYA PENYELAMATAN BANK CENTURY ITU SEJAK AWAL RAWAN GUGATAN HUKUM. Makanya dipagari dengan pasal 29 Perppu no. 4 tahun 2008 itu Perppu ini menabrak UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001). DENGAN DITOLAKNYA PERPPU INI OLEH DPR PADA TANGGAL 18 DESEMBER 2008 (yang ditegaskan lagi oleh pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK pada Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 yang merupakan penegasan penolakan Perppu No. 4 tahun 2008 oleh DPR pada tanggal 18 Desember 2008), MAKA YANG BERLAKU ADALAH UU TIPIKOR Atau kalau menggunakan logika bahwa Perppu No. 4 tahun 2008 ini tidak pernah ditolak oleh DPR (yang berarti diambangkan atau tidak pernah disetujui oleh DPR), maka sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : pemerintah harus mencabut Perppu itu � kalau Presiden tidak pernah mencabutnya, Presiden melanggar konstitusi (dapat di-impeach). Kalau pengajuan RUU JPSK pada tanggal 14 Januari 2009 ke DPR itu dapat dipandang sebagai upaya pencabutan Perppu, konsekuensi hukumnya jelas : Perppu tetap tidak bisa diberlakukan, RUU JPSK itu baru rancangan, belum menjadi UU, maka yang berlaku adalah UU Tipikor (UU No. 20 tahun 2001) UU Tipikor mengatur penyalah-gunaan wewenang pejabat. Apakah SBY tidak tahu adanya UU Tipikor ini atau sengaja melanggarnya dengan mengeluarkan pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2009 ini (kekebalan hukum pejabat (policy cannot be criminalized). Pasal 3 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI � Pasal 3 itu berbunyi : �Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar� Jadi cukup mengherankan kalau Christianto Wibisana masih ngotot bahwa pejabat tak bisa dipidanakan (policy cannot be criminalized). Dasarnya apa? 1. Perkembangan terbaru 1. Anehnya Presiden SBY mengirim surat ke DPR tentang pengajuan Rancangan Undang-Undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan tertanggal 11 Desember 2009 RUU Pencabutan Perppu JPSK ini terdiri atas tiga pasal. Materi yang paling krusial terletak di Pasal 2, Ayat (2). Pasal itu menegaskan, kebijakan yang telah ditetapkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tentang penanganan krisis berdasarkan Perppu JPSK tetap sah dan mengikat. Kemudian, pada bagian penjelasan ditegaskan, yang dimaksud dengan kebijakan KSSK itu adalah tentang penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Pada bagian penjelasan umum juga ada kalimat yang menegaskan, DPR tidak menyetujui Perppu Nomor 4 tentang JPSK dalam Sidang Paripurna 30 September 2009.(padahal Perpu ini telah ditolak DPR tanggal 18 Desember 2008 dan tanggal 30 September 2009 itu adalah pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (penegasan penolakan DPR tanggal 18 Desember 2008). Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 itu sama sekali tidak membicarakan Perppu No. 4 tahun 2008 Ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK yang menyatakan bahwa kebijakan yang telah ditetapkan KSSK tentang penanganan krisis tetap sah dan mengikat itu nampaknya ditujukan untuk melegalkan proses �bail out� Century SURAT PRESIDEN SBY TERTANGGAL 11 DESEMBER 2009 ini MENABRAK UUD 1945 Pasal 22 ayat 3 juncto UU No. 10 tahun 2004 Pasal 25 ayat 1 dan ayat 3 Penjelasannnya : a). Keberadaan (eksistensi) KSSK itu adanya di Perppu No. 4 tahun 2008 b). Perppu No. 4 tahun 2008 ini ditolak oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 25 ayat 3 UU No.10 tahun 2004 : Perpu tidak berlaku lagi), atau diambangkan oleh DPR tanggal 18 Desember 2008 (sehingga sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 UUD 1945 : Perppu harus dicabut) c). Kalau diartikan bahwa pengajuan RUU JPSK ke DPR tanggal 14 Januari 2009 itu adalah bentuk pencabutan Perppu (sebab kalau Perppu itu tidak pernah dicabut : Presiden dapat di-impeach karena melanggar konstitusi), maka keberadaan KSSK dan keputusan KSSK itu menjadi kehilangan pijakan hukumnya (karena RUU itu bukan UU) Dengan demikian, ketentuan pasal 2 ayat 2 RUU JPSK dan Penjelasannya itu menjadi gugur sejak saat pengajuan RUU JPSK ke DPR pada tanggal 14 Januari 2009 � proses �bail out� Century itu tidak sah. Kenapa ? Karena selama proses pembahasan RUU JPSK sejak diajukan ke DPR tanggal 14 Januari 2009 sampai ditolaknya RUU ini pada tanggal 30 September 2009 � menunjukkan bahwa RUU ini sama sekali BELUM menjadi UU, sehingga RUU JPSK ini, termasuk ketentuan pasal 2 ayat 2 berikut penjelasannya itu, TIDAK BISA dijadikan dasar hukum 2. Lalu Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa �bail out� Bank Century itu berdasarkan Pasal 39 dan Pasal 41-42 UU No. 24 tahun 2004 tentang LPS. Pemerintah tidak menggunakan Perppu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK yang dipermasalahkan DPR itu. Masalahnya kalau menggunakan UU No. 24 tahun 2004 (UU LPS) : - Pasal 1 ayat 9 : Hanya KK yg berhak memutuskan apakah suatu bank gagal berdampak sistemik (BUKAN KSSK) � Pemerintah BELUM PERNAH membentuk KK - Pasal 21 ayat 3 : Hanya dengan pelimpahan dari KK, maka LPS baru boleh mengucurkan dana �bail out� (BUKAN PELIMPAHAN dari KSSK) � jadi penanganan Bank Century oleh LPS itu dasar hukumnya apa, kalau KK tidak ada (belum pernah dibentuk)? III. Kontroversi kehadiran Marsillam dalam rapat KSSK Kehadiran Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R � Unit Kerja Presiden untuk Program Pengelolaan Reformasi) menunjukkan keterlibatan SBY. Hal ini terungkap dari Konperensi pers Sri Mulyani, Minggu tanggal 13 Desember 2009 di Gedung Djuanda Depkeu. (Sri Mulyani Putar Video Rekaman Rapat KSSK - KOMPAS.com) Dari notulen rapat KSSK, Marsillam memang tidak hanya sekali hadir, tetapi banyak hadir dalam rapat-rapat soal Bank Century, seperti rapat tanggal 13, 15, 19, 20, 24 November 2008, juga Februari 2009. Kehadiran Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK itu dalam kapasitas sebagai apa? Marsillam itu ahli hukum, bukan ekonom. Soal menjadi melebar � keterlibatan Presiden dalam Century makin jelas Ini link-nya :VIVANEWS - BISNIS - Ini Cuplikan Transkrip Rapat KSSK Pernyataan Julian Aldrin Pasha (Jubir Presiden) yang menyatakan bahwa Presiden tidak pernah menugaskan Marsillam untuk menghadiri rapat KSSK, tapi hadir sebagai penasehat Menkeu, menambah kontroversi seputar kasus pemberian dana talangan Bank Century. Ini link-nya : KOMPAS cetak - Presiden Mengaku Tak Tugaskan Marsillam Sebelumnya, Panitia Khusus Angket Bank Century DPR mengungkapkan adanya notulensi sejumlah rapat KSSK yang dihadiri Marsillam sebagai Ketua UKP3R. Pada transkrip rapat konsultasi KSSK itu antara lain tertulis bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Marsillam diminta Presiden untuk bekerja dengan KSSK (Kompas, 24/12). bersambung.... |
#2
|
||||
|
||||
![]()
Perihal perintah Presiden atas kehadiran Marsillam Simanjuntak dalam rapat KSSK tanggal 21 November 2008 tersebut juga dikemukakan mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede dalam jumpa pers Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 13 Desember lalu.
”Keberadaan Pak Marsillam adalah karena diminta Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) untuk bekerja sama dengan KSSK. Beliau juga berada di dalam rapat itu karena pengetahuannya dalam masalah hukum,” ujar Pardede (Kompas, 14/12) Kalau Marsillam hadir sebagai penasehat Menkeu, untuk apa? Apa betul, Menkeu perlu nasehat hukum dari Marsillam ? Bukankah Depkeu dan BI sudah mempunyai jajaran staf Biro Hukum yang kuat ? Menanggapi perkembangan kasus Bank Century, Koordinator Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro berharap Presiden bisa tampil secara jujur dan tidak lagi membangun alibi baru. ”Modus untuk menghindar dari masalah Bank Century hanya akan memperburuk kondisi pasar,” ujarnya Ini link-nya : KOMPAS cetak - Dokumen Indikasikan SBY Tahu Apa implikasi hukum pernyataan SBY ini ? Kesalahan dalam “bail out” bank Century sepenuhnya mau ditimpakan pada KSSK (Ketua Sri Mulyani, Anggota : Boediono dan Sekretaris : Raden Pardede) Dan ternyata Sri Mulyani melawan. Sri Mulyani TIDAK mau dikorbankan. Dalam pernyataannya di Metro TV : Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia menganut sistim presidensiil dimana para menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden, maka segala keputusan menteri selalu dikonsultasikan dengan Presiden – jadi SBY berbohong kalau mengatakan tidak tahu menahu soal “bail out” Bank Century Ini link-nya: Sri Mulyani Bicara IV. APAKAH BENAR ADA DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL PADA BULAN NOVEMBER TAHUN 2008 Dampak krisis ekonomi global yang terasa di Indonesia pada bulan November 2008 berupa naiknya kurs, turunnya IHSG dan terkurasnya cadangan devisa untuk menjaga volatilitas rupiah itu sebenarnya dipicu oleh : 1. Kebijakan Gubernur BI : Boediono yang justru menaikkan suku bunga di bulan Oktober 2008, pada saat negara lain justru menurunkan suku bunganya 2. Boediono masih tetap menggunakan sistim penjaminan LPS, pada saat negara lain justru menerapkan blanket guarantee (penjaminan penuh) Dari Notulen rapat KSSK pada tanggal 13 November 2008, menunjukkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menginformasikan masalah perlunya blanket guarantee ini kepada Presiden. Namun, karena pada hari itu, Presiden akan melaksanakan tugas kenegaraan ke San Francisco, Amerika Serikat, Presiden RI tidak bisa mengambil keputusan tentang kemungkinan penerapan blanket guarantee (penjaminan 100 persen nasabah) Dalam notulen tersebut juga disebutkan, berdasarkan informasi Ketua UKP3R Marsillam Simanjuntak, keputusan blanket guarantee tidak dapat dilakukan atas persetujuan Wakil Presiden 3. Padahal Jusuf Kalla saat itu menjabat sebagai Presiden ad interim (bukan sekedar Wapres), harusnya keputusan untuk menerapkan blanket guarantee ini dapat dimintakan persetujuannya ke Presiden ad interim saat itu (Jusuf Kalla). Dari sini nampak jelas bahwa JK dari awal tidak dilibatkan sama sekali dalam penanganan “apa yang disebut krisis pada November 2008” itu, atau memang tidak ada krisis, sehingga tidak perlu dan tidak ada urgensinya berkonsultasi dengan Presiden ad interim saat itu? 4. Jadi keputusan untuk (a) menaikkan suku bunga, (b) tidak segera menerapkan blanket guarantee, telah menyebabkan capital flight yang cukup besar yang terlihat di sistim komputer Danareksa pada bulan November 2008 : sebagai lonjakan kurs, turunnya IHSG, terkurasnya cadangan devisa dan gejolak fiskal dan moneter lainnya 5. Jadi kondisi fiskal dan moneter kita yang melemah pada bulan November 2008, bukan disebabkan oleh dampak krisis global (yang dipicu oleh bangkrutnya Lehman Brothers di AS), tapi sepenuhnya akibat kesalahan antisipasi dari otoritas fiskal dan moneter dalam negeri sendiri. Ini yang ditutup-tutupi. 6. Apa buktinya ? Saat ini BI juga menyerap likuiditas asing melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI). ”Ini riskan karena bisa menyebabkan instabilitas nilai tukar jika hot money (uang panas) tersebut ditarik kembali” Dana asing pada SBI mencapai sekitar Rp 47 triliun dari total SBI sekitar Rp 270 triliun (hampir 20 % dari total SBI). Padahal, transaksi valuta asing di Indonesia amat tipis, hanya Rp 6 triliun-Rp 9 triliun per hari. Adapun cadangan devisa BI sebesar 65,84 miliar dollar AS. Kalau 20 % dana asing itu ditarik (capital flight), dapat dimengerti kalau pusat data komputer di Danareksa membaca lonjakan kurs, turunnya IHSG dan berkurangnya cadangan devisa untuk mengatasi volatilitas rupiah. 7. Jadi pernyataan Boediono bahwa bank sekecil apapun pada saat krisis dapat menimbulkan dampak sistemik, harus dikaji dengan perhitungan econometrico yang cermat. Sayangnya ahli econometrico di Indonesia sangat sedikit dan Boediono sendiri bukan ahli econometrico. V. DAMPAK SISTEMIK Mengingat ahli econometrico di Indonesia, sangat sedikit, maka cukup aneh bila Sri Mulyani justru meminta pendapat Marsillam Simanjuntak (Ketua UKP3R – ahli hukum) dan bukannya lari ke gurunya : Prof. Dr. JB Sumarlin (mantan Menkeu dan Ketua BPK – ahli econometrico terkemuka di tanah air) Pada giliran pemanggilan mantan Deputi Senior Gubernur BI : Prof. Dr. Miranda Gultom (oleh Pansus pada hari Senin tanggal 21 Desember 2009 dan disiarkan langsung oleh TV), Ibu Miranda menyatakan : “BI saat itu hanya memutuskan kebijakan Bank Century sebagai bank gagal, sedangkan soal sistemik HANYA membuat prakiraan” (PRO KONTRA SOAL SISTEMIK, Kompas, Selasa tanggal 22 Desember 2009, halaman 1 - alinea 18) Maka, temuan BPK itu benar bahwa penentuan dampak sistemik tidak dilakukan secara terukur. Bahwa Boediono menyatakan : dampak sistemik itu dihitung menurut metode Uni Eropa (padahal kondisi perbankan, pasar modal dan keuangan di Uni Eropa dan Indonesia sangat berbeda parameternya), maka kewajiban Pansus untuk membuka perhitungannya, memverifikasinya, mengevaluasi dan mengkonfirmasikannya ke ahli econometrico Rupanya, kebijakan dibuat dulu, baru alasannya kemudian dicari-cari Simak ini : Analis keuangan dan perbankan, Yanuar Rizky, mengatakan, indikasi kuat adanya korupsi itu adalah revisi fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) oleh BI yang didesain untuk memberi kucuran dana kepada Bank Century setelah bank ini kalah kliring pada 13 November 2008 sebesar Rp 654 miliar. Namun, laporan BPK menemukan fakta bahwa sehari sejak terima dana FPJP, pihak pemilik Century justru melakukan pengambilan dana. Seharusnya jika kebijakan pemberian dana FPJP tepat sasaran, tak akan ada gagal kliring lagi. Namun, faktanya terjadi lagi gagal kliring sehingga dibawa ke KSSK dengan angka sama, Rp 654 miliar. ”Jika dari awal kebijakan tepat sasaran, apa perlu bail out? Jadi jelas ada kesalahan kebijakan di sini,” kata Yanuar Ini link-nya : KOMPAS cetak - KPK Jangan Ragu Bertindak Apalagi, ternyata Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan dan LKBB : Ibu Dra.Hj.Siti Chalimah Fadjriah, MM bahkan sempat menandatangani surat likuidasi Bank Century Ini link-nya : Persoalkan Bank Century Fakta Kesalahan Sistemik BI dalam Penanganan Kasus Bank Century Ini link-nya : Fakta Kesalahan Sistemik BI dalam Penanganan Kasus Bank Century Nusantaraku VI. REAKSI ATAS PENOLAKAN SBY UNTUK MENONAKTIFKAN BOEDIONO-SRI MULYANI MPR pernah menetapkan Tap MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dengan tujuan antara lain untuk menegakkan etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan Tap MPR No VIII/MPR/2001 tentang Arah dan Rekomendasi Pemberantasan KKN. Tap MPR No VI/MPR/2001 mengatur, pejabat publik yang terlibat kasus hukum, membuat kebijakan yang meresahkan atau mendapat sorotan publik, harus mau mengundurkan diri (dan dapat dimundurkan) tanpa harus dibuktikan lebih dulu di pengadilan. Tap MPR No VIII/MPR/2001 menegaskan, pejabat yang terlibat kasus hukum dapat dibebaskan dari jabatannya meski belum diputus pengadilan. Ini memang terkait fatsun politik dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya formalitas kepastian hukum Tap MPR ini status hukumnya tetap berlaku berdasarkan Tap MPR No. I /MPR/2003 Dalam Tap MPR itu disebutkan bahwa terdapat sejumlah kriteria pejabat untuk mundur, antara lain jika secara moral, kebijakannya telah bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Sehingga sesuai dengan ketentuan Tap MPR No VI/MPR/2001 dan Tap MPR No. VIII/MPR/2001, pejabat publik yang mendapat sorotan negatif oleh publik, maka pejabat itu seharusnya mundur. Berbagai kalangan meminta jaminan atas tidak adanya intervensi kekuasaan selama kedua pejabat itu dimintai keterangannya oleh Panitia Khusus Hak Angket Bank Century DPR. Permintaan jaminan tidak adanya intervensi kekuasaan dalam proses penyelidikan Pansus Hak Angket Bank Century itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin seusai bersilaturahim memperingati Tahun Baru 1 Muharam 1431 Hijriah di Kantor PBNU, Jakarta, Sabtu (19/12). ”Presiden perlu memberikan jaminan tidak adanya intervensi atas kedudukan yang disandang mereka berdua (Boediono dan Sri Mulyani) selama proses berlangsung,” kata Hasyim. Din Syamsuddin menambahkan, imbauan penonaktifan diri itu sebaiknya tidak dipandang dari sisi hukum formal semata, tetapi juga dari sisi moral. Permintaan pansus itu sesuatu yang wajar dan logis karena mereka berdua yang akan diundang pansus berada di posisi yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. ”Mereka dikhawatirkan menggunakan posisi mereka untuk bertahan diri dan menghambat kinerja pansus,” ujarnya. Din menambahkan, Presiden sendiri sudah menginginkan agar kasus Bank Century diusut secara terbuka dan tuntas. Namun, jika Boediono dan Sri Mulyani masih menduduki jabatannya, dikhawatirkan hasil penyelidikan yang ada tak optimal. Ini link-nya : KOMPAS cetak - Reaksi atas Presiden Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk menolak penonaktifan Boediono-Sri Mulyani, apalagi Surat Himbauan DPR untuk penonaktifan Boediono-Sri Mulyani yang dikeluarkan pada hari Kamis tanggal 17 Desember 2008 itu disetujui secara aklamasi oleh semua anggota Pansus Angket DPR, termasuk para anggota Pansus dari Partai Demokrat VII. PENDAPAT PARA EKONOM PRO PEMERINTAH JUSTRU MAKIN MEMBUAT KUSUT Pendapat Prof. Tjipta Lesmana (yang mengatakan bahwa bahan-bahan yang diambil dari internet itu adalah sampah), Christianto Wibisana (yang mengatakan bahwa pejabat tidak bisa dipidana (policy cannot be criminalized) tanpa melihat bahwa justru dengan wacana ini Presiden dapat di-impeach), Dr. Purboyo Yudhi Sadewa (yang mengatakan bahwa Indonesia mengalami krisis ekonomi di bulan November 2008, tanpa melihat apa yang terjadi di bulan Oktober 2008), Dr. Boediono (yang bukan ahli econometerico, tapi bisa menyatakan bahwa dampak sistemik telah dihitung menurut metode Uni Eropa) dll telah membuat isu Century yang tadinya dijaga oleh Boediono sebagai isu elite saja (dengan debat soal dampak sistemik), berubah menjadi isu publik. Ini lik-nya : EKONOM INDONESIA, BEKERJA SESUAI PESANAN ?? Ada yang dilupakan dari pernyataan para ekonom pro pemerintah ini : 1. Bunga pinjaman perbankan Indonesia yang tinggi (16-17 %) menyebabkan iklim investasi di Indonesia tidak kondusif. Bandingkan dengan bunga pinjaman perbankan RRC yang hanya 1 %. Apa akibatnya? Investor lari ke RRC. Uang yang mengalir masuk ke Indonesia adalah HOT MONEY – BILA ADA SEDIKIT PERUBAHAN KEBIJAKAN, AKAN TERJADI CAPITAL FLIGHT BESAR-BESARAN KELUAR INDONESIA – ini akan nampak sebagai lonjakan kurs, turunnya IHSG dan terkurasnya devisa untuk menjaga volatilitas rupiah 2. Tapi dengan tingginya bunga pinjaman itu, kenapa masih ada modal asing yang masuk ke Indonesia ? Padahal kondisi listrik dan infrastruktur Indonesia kurang memadai. Mereka mau masuk dengan persyaratan ketat, yaitu liberalisasi ekonomi yang nampak dalam penghapusan DNI (Daftar Negatif Investasi) – bentuknya adalah PP No. 30 tahun 2005 (privatisasi BUMN tanpa lewat DPR, sehingga modal asing bebas membeli saham BUMN tanpa perlu ijin DPR), Perpres No. 112 tahun 2007 (pasal 5 ayat 4 : peritel besar boleh masuk kemana saja – bentuk pasar bebas yang sangat nyata), PP No. 2 tahun 2008 (Lampiran PP ini mengijinkan penyewaan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan dan kegiatan lain – dulu hutan lindung sama sekali tidak boleh dieksploitasi), PP No. 44 tahun 2009 (yang mengijinkan sepeda motor masuk jalan tol – yang menunjukkan tunduknya pemerintah pada pemodal asing (produsen Honda, Yamaha dll), atau BBM yang digali dan diolah di dalam negeri, harganya harus mengikuti harga bursa Nymex di New York, dll 3. Apa yang ditakutkan masyarakat dari kasus Century ini, tidak pernah menjadi kajian para ekonom pro pemerintah, yaitu politik hutang budi SBY Karena hutang budi SBY pada Aburizal Bakrie pada Pemilu 2004, SBY membiarkan Bakrie meremehkan Negara. Masih ingat kasus Lumpur Lapindo? Kasus ini ditangani SBY lewat Perpres No. 14 tahun 2006, tapi dilanggar oleh Bakrie – Lalu diperbarui lagi lewat perjanjian di Istana Negara tanggal 3 Desember 2008 (dimana Nirwan D. Bakrie dating terlambat di Istana), inipun dilanggar oleh Bakrie Balas budi SBY bukan hanya pada pembiaran kasus Lapindo, tapi juga pada suspensi saham BUMI Resources dan penggelapan pajak Bakrie Group. 4. Kenapa masyarakat takut pada politik hutang budi SBY ini ? Karena masyarakat pula yang harus menanggung akibat politik balas budi SBY ini. Masyarakat ngeri melihat belanja kampanye SBY yang luar bisa besar. Karena dana kampanye SBY ini seolah tidak ada habisnya (tak terbatas). Padahal laporan dana kampanye SBY-Boediono ke KPU hanya Rp. 232 milyar. Apa benar? Simak pelacakan masyarakat ini : Crew AN-TV pada Berita Petang, Senin tanggal 28 Desember 2009 mencoba menelusur salah satu penyumbang besar dalam dana kampanye SBY-Boediono yang tercatat di KPU yaitu PT Wahana Reka Tekindo yang pada tanggal 17 Juni 2009 menyumbang Rp. 2 milyar (yang dipecah dalam dua satuan : Rp.1,5 milyar dan Rp. 500 juta). Ternyata alamat kantornya adalah rumah kosong dan direksi yang dikontak per telepon, tidak tahu menahu soal sumbangan itu 5. Jadi ke siapa lagi SBY hutang budi? Masyarakat masih trauma pada Ayin (Arthalyta) dan Anggodo, yang terbukti bisa mengatur semua petinggi Polri dan Kejaksaan Agung. Bahkan dalam kasus Anggodo, nama SBY disebut berkali-kali oleh Anggodo, tanpa reaksi apapun dari SBY Sudah pesan RBT Anggodo ……TAK PATENI….. 6. Kasus Prita merupakan buah dari liberalisasi ekonomi, dimana posisi rakyat sangat lemah saat berhadapan dengan modal asing. Masih ingat, Prita dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 (UU ITE) : pencemaran nama baik RS Omni International – jadi kalau kita mengeluh soal pelayanan PLN yang byar pet, atau mengeluh tentang pelayanan bank yang kurang bagus, atau mengkritik pemilik perusahaan atau pabrik (yang nota bene adalah orang asing), kita bisa dijerat dengan tuduhan yang sama : pencemaran nama baik 7. Apa yang ditakutkan masyarakat akhirnya terbukti. Yang paling penting dari buku George Junus Aditjondro : MEMBONGKAR GURITA CIKEAS DI BALIK SKANDAL BANK CENTURY, adalah SBY itu benar punya Yayasan dan kegiatan Yayasan itu juga cukup wah … dari mana duitnya? 8. Kenapa masyarakat sangat terperangah dengan terbitnya buku George Junus Aditjondro ini ? Karena masyarakat disadarkan akan ADANYA JEJARING KORUPSI (Kompas, Rabu 6 Januari 2010 : GURITA CIKEAS DAN JEJARING KORUPSI). Apa hubungannya dengan aliran dana Century dan UU ITE ? Penelitian atau investigasi untuk mengungkap ”jejaring korupsi’ bukan hal mudah. Pertama, dengan kekuasaan yang luas di tangannya para pelaku menutup rapat informasi dan saling melindungi. Mereka ramai-ramai membantah apabila dimintai konfirmasi tentang indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua, mereka kerap memakai jalur hukum untuk menjerat siapa pun yang mencoba-coba mengungkap korupsinya. Senjata ampuh yang sering digunakan adalah tuduhan pencemaran nama baik (pasal 27 ayat 3 UU ITE). Bahkan, lebih dari itu, ancaman penghilangan nyawa. Ini link-nya : KOMPAS cetak - "Gurita Cikeas" dan Jejaring Korupsi Apa jalan keluarnya ? SBY mestinya tidak perlu merasa difitnah bila SBY cepat memerintahkan audit menyeluruh oleh lembaga auditor independen internasional atas aliran dana Bank Century. Yurisprudensi dan presedennya sudah ada yaitu : a. Saat merebak kasus Bank Bali jaman Presiden Habibie, Habibie memerintahkan Price Waterhouse Coopers (PWC) untuk mengaudit secara menyeluruh Bank Bali b. Saat merebak kasus PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) jaman Presiden Megawati, Ibu Mega memerintahkan KAP Dani Sudarsono untuk mengaudit Bahana. Ini link-nya :KoranTempo - <b>Kredit Bahana ke Penta Tanpa Dokumen Memadai</b> Tidak puas dengan hasil audit KAP Dani Sudarsono, Ibu Mega meminta pemeriksaan badan investigasi internasional yang hasil auditnya dikeluarkan pada 16 Agustus 2002 dan hasilnya diserahkan pada menkeu Boediono Ini link-nya :KoranTempo - <b>Kucuran Bahana ke Penta Dinilai Langgar Prosedur</b> Mengapa perlu lembaga auditor independen internasional ? Karena : - Hambatan birokrasi bisa sangat besar, dan hirarki jabatan bisa sangat menghambat proses audit investigatif - Indonesia TIDAK mempunyai UU Pembuktian Terbalik, yang memungkinkan audit investigatif dilakukan secara cepat dan akurat. Misalnya : cek gaji resmi seorang pejabat, lalu yang dimaksud dengan pembuktian terbalik adalah : cek nilai rumahnya, cek berapa mobilnya, cek dimana anaknya sekolah, dll ….mantep to - UU Pembuktian Terbalik untuk parpol, cek apakah ada iuran anggota, lalu cek pengeluaran parpol saat kampanye : audit semua stasiun TV, radio dan media massa lainnya, berapa biaya iklan parpol dan bagaimana iklan itu dibayar Pertanyaannya : kenapa SBY enggan menggunakan lembaga audit independen internasional untuk melakukan audit investigatif aliran dana Bank Century, tapi terus menerus mewacanakan bahwa dia difitnah ? Apa hikmah dari skandal Bank Century ini ? Kita perlu mempunyai UU Pembuktian Terbalik – karena membuat UU itu perlu waktu yang lama (harus dibahas bersama dengan DPR), maka seyogyanya Presiden mengeluarkan Perppu tentang Pembuktian Terbalik. Azas kegentingan memaksanya adalah perlunya penyelesaian cepat skandal Century agar tidak mengganggu program 100 hari pemerintah SBY-Boediono |
![]() |
|
|