FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Moto GP Para pecinta MOTO GP berkumpul dan membicarakan hobbynya disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Pembalap IodaRacing Alex De Angelis (kiri) terlibat tabrakan dengan pembalap Pramac Racing Yonny Hernandez di GP San Marino, 13 September 2015. (MotoGP.com) Kita telah menyaksikan drama musim ini dalam waktu kurang dari 50 menit, dan untuk menulis rangkumannya agar semua adegan itu bisa muat, kolom ini akan terbagi dua antara Perang dan Damai. Kesimpulan utama saya dari balapan kacau itu adalah Valentino Rossi tak akan pernah lagi mendapat peluang sebagus sekarang ini untuk merebut titel juara dunia ke-10. Pada dua hari pertama di Silverstone dan Misano, Rossi secara mengkhawatirkan kalah kencang dari Jorge Lorenzo, dan bangun pada pagi hari saat race day di dua balapan itu dengan tanda tanya bagaimana cara dia bisa mengimbangi kecepatan si orang Spanyol. Hal yang hebat dalam balapan -- dan satu alasan kenapa kita semua begitu mencintainya -- adalah sifat tak bisa diprediksi, dan bahwa semua bisa terjadi. Nicky Hayden adalah orang yang bisa merangkum kalimat itu dengan bagus beberapa tahun silam ketika dia terlihat tidak kompetitif pada Sabtu sore. “Anda tak pernah tahu apa yang akan terjadi, dan karena itulah kami tetap hadir berbaris pada hari Minggu,“ kata Hayden. Dan 24 jam kemudian dia menghirup cava di atas podium. Itu kutipan yang saya dengar dari orang Amerika itu di masa lalu, dan terbukti di Silverstone dan Misano. Siapa yang bisa menebak skenario yang akan terjadi pada hari Minggu lalu? Rossi gagal finis podium untuk pertama kalinya dalam waktu hampir satu tahun. Dan Lorenzo jatuh untuk pertama kalinya sejak seri perdana musim 2014 di Qatar. Menambah kegilaan itu, dua pembalap Inggris finis podium di kelas premier untuk pertama kalinya dalam 36 tahun! Dan Scott Redding bisa meraih prestasi itu setelah terjatuh dan melakukan pitstop dua kali. Yeah, gampang sekali diprediksi bukan. ![]() Petugas balapan mengibarkan bendera tanda hujan di GP San Marino, 13 September 2015. (MotoGP.com) Apa pun yang dilakukan Rossi dan Lorenzo dalam kondisi yang begitu cepat berubah ketika itu merupakan strategi yang sangat berisiko.Mereka saling kerjar-kejaran, sampai pada tahap mereka berdua bertahan di trek terlalu lama dengan ban yang mulai hancur sehingga kehilangan podium. Kesalahan utama Lorenzo adalah terlalu waspada saat kembali ke trek dengan ban slick. Cemas oleh akselerasi Redding ketika pembalap Inggris itu menyalipnya, Lorenzo kehilangan kejernihan berpikir yang biasanya. (Ban slick Redding ketika itu sudah sesuai dengan temperatur untuk balapan). Dia panik dan menggeber terlalu dini dengan ban belakang yang belum cukup panas dan jatuh di tikungan 15. Beruntung dia tidak cedera. Saya tidak berpihak pada Rossi atau Lorenzo, namun kejuaraan ini sepantasnya ditentukan di atas trek, bukan di pusat medis. Lorenzo masih berguling-guling di atas gravel ketika Anda dengan cepat paham bahwa kesalahan yang jarang dia lakukan ini adalah titik balik yang monumental. Dan itulah kenapa keunggulan Rossi sekarang kembali naik menjadi 23 poin, dan jaraknya tinggal lima balapan saja antara pria Italia itu dengan gelar juara dunia, yang menurut pendapat sederhana saya akan membuat dia sebagai the greatest of all time, yang terhebat sepanjang masa. Namun perang masih jauh dari selesai. Lorenzo seharusnya bisa mudah mendapat 50 poin di Silverstone dan Misano yang akan membuatnya mengendalikan klasemen. Itu skenario yang sempat dipikirkan sebagian orang, termasuk saya. Sekarang, dia harus kembali memainkan peran "mengejar". Lorenzo pernah bisa mencuri 28 poin dari Rossi dalam empat balapan saja, dengan rekor pribadi empat kemenangan beruntun antara Jerez dan Catalunya di awal musim ini. Kalau dia mampu mengulangi prestasti itu, dia akan tiba di balapan terakhir dengan memimpin klasemen. Saya akan membiarkan semangat patriotik mengambil alih dan mengatakan betapa hebat rasanya melihat dua pembalap Inggris di atas podium kelas premier untuk pertama kali sejak 1979. Saya pernah melihat Bradley Smith dan Redding tumbuh dari bocah menjadi pria dewasa dan mengamati perjalanan mereka dari remaja belasan tahun penuh harapan ke podium teratas kelas 125cc dan Moto2. Mereka berdua telah mendapat kritikan sejak pindah ke MotoGP, namun rasa percaya diri mereka tak pernah hilang dan Anda takkan pernah bertemu dua anak muda yang lebih berdedikasi dan punya tekad seperti mereka di paddock. Dan ketika peluang menuju podium menghampiri, mereka merebut peluang itu, seperti yang dilakukan Danilo Petrucci di Silverstone. Betul mereka memang butuh sedikit keberuntungan. Namun hal itu baru bisa diraih dengan skill, talenta dan keberanian. Berikutnya adalah balapan di Sirkuit Motorland Aragon. Siapa bisa menebak apa yang akan terjadi di sana? Saya hanya akan membiarkan para pembalap itu berbaris pada hari Minggu lalu tunggu saja apa yang terjadi. |
![]() |
|
|